Part 3 : "SURPISE"

18 1 0
                                    

"Kau hanya teka-teki tanpa jawaban.
Hanya pernah ada tanpa maksud untuk punya makna. Hanya singgah tanpa menggugah."

****

Alvaro hanya tersenyum menyeringai dibalik rangkaian kata yang ia lontarkan tadi.

"Kau takut padaku?" tanya Alva. "Tatapan itu, tatapan yang sudah biasa saya dapat jika saya bercerita tentang hal ini."

Disa seketika mengerjap. Apakah wajahnya terlalu terlihat ketakutan mendengar perkataan yang seperti sebuah fakta baginya? Disa kemudian menggeleng dan mengenyahkan pikiran gilanya. Tapi tidak mungkin, mana ada orang yang mengaku terang-terangan telah membunuh. Pasti lelaki ini sengaja bertingkah untuk mengintimidasinya.

"Hanya satu orang yang berani menatap saya balik saat saya menceritakan ini. Sepupumu Karin." Lalu Alva tertawa seolah itu adalah memori paling menyenangkan. "Gadis yang unik juga pemberani. Tapi sama seperti gadis lainnya, ia penjilat dan mencintai kemewahan. Bagian tergila yang paling saya benci," ungkap Alva dengan raut berubah total penuh amarah.

"Ma-maaf, aku cuma kaget," sambar Disa cepat. Kenyataannya dia bukan sekedar kaget, tapi ketakutan. Lelaki ini ada yang tak beres dengan otaknya. Pikir Disa.

Lalu seorang pelayan datang membawakan dua gelas kopi Vietnam hitam. Menghidangnya di depan Disa dan Alva. Gadis itu buru-buru menyesap dulu kopinya yang masih panas. Melepuhkan lidahnya saat itu juga. Tapi mau bagaimana lagi, gadis itu bertekad untuk segera menghabiskan kopi ini dan minggat pulang.

"Lagi-lagi kau berusaha sekali untuk kelihatan berbeda." Komentar Alvaro menilik Disa dengan wajahnya yang tampan. Matanya yang memincing seperti menusuk bagian lain dalam hati Disa.

Namun banyak hal yang tidak Disa mengerti tentang lelaki ini, seperti aliran sungai yang tak jelas hulunya. Tak repot-repot berpikir, Disa langsung saja berkata. "Kalau begitu boleh saya tanya satu hal lagi?"

"Apa itu?" tanya Alvaro tertarik.

"Ja-jadi kapan kita pulang?" tanya Disa sambil nyengir canggung.

***

Sudah bulat dalam benak gadis itu bahwa ia takkan menganggap lamaran konyol itu pernah ada. Bahkan dengan berbagai manuver Disa sudah memikirkan matang-matang supaya ia tak perlu lagi berurusan dengan Alva.

Buktinya tadi malam ketika Alva bersikeras meminta nomor ponselnya, Disa dengan agak kurang waras mengatakan ia tak punya ponsel. Lalu menjabarkan betapa tak beruntungnya dia ketika ponselnya terlindas truk. Ya begitulah, kadang hal gila bisa mencuat kalau hal yang lebih gila lainnya sudah bertengger manis menunggunya.

Lagipula cewek mana yang mau dengan lelaki yang disinyalir 'psyco'—yang jelas-jelas tertawa ketika mengatakan ia telah membunuh seseorang.

Belum lagi karena hal itu Disa belum berani pulang kerumah Karin. Malam kemarinpun gadis itu terpaksa menginap dirumah Winda, sahabatnya. Terbayang dalam benak Disa tentang introgasi mendalam yang akan dilakukan Om dan Tantenya kepada dirinya. Walau sebenarnya Disa juga punya hal untuk meminta kejelasan tentang surat wasiat itu, namun untuk apa? Toh dia sudah memutuskan untuk tidak menikahi Alvaro.

Gadis itu kembali menghembuskan napas penuh keluh. Ia menengok jam tangan yang melingkar di tangan kanannya. Sudah pukul delapan kurang sepuluh menit. Tepat waktu!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 12, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

INSTANT CINDERELLATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang