8.Berbohong

80 66 31
                                    

Melvin kembali ke tempat mereka semula. Dapat dilihat cahaya senter tidak jauh darinya, mendekat ke arahnya. Itu cahaya senter dari Sonia dan Danilla, dari sisi kanannya juga dapat ia lihat Ziro yang memegang bendera merah berlari senang kearahnya.

"Gue dapet gaes!!" seru Ziro menunjukkan bendera merah di genggamannya.

"Berarti dua bendera lagi kan?" tanya Sonia.

"Iya, sekarang kita cari bendera kuningnya." tutur Danilla.

"Ayok," Ziro membuka peta. "Eh, Anzella mana?" tanyanya saat menyadari Azell tidak ada di antara mereka.

Melvin terdiam, ia baru menyadari kalau ia meninggalkan Azell di tengah hutan tadi. Jujur saja, ia sangat kesal dengan keras kepala gadis itu. Dan apa yang terjadi, benarkan penyakitnya kambuh lagi. Hal itu semakin membuatnya kesal saja, maka dari itu ia tidak memperdulikan rintihan Azell tadi. Tapi kini ia merasa, menyesal? Bukan, sepertinya tidak. Hanya saja ia merasa mungkin bodoh, meninggalkan Azell di tengah hutan. Dengan otak Azel yang dangkal mana tau dia jalan kembali kesini? Ah, sial.

"An--," Melvin menggantung kalimatnya. "Bantu gue cari Azell." pintanya pada Ziro, awalnya Ziro bingung dan kemudian mengangguk mengerti.

"Feeling gue emang gak salah." ujar Danilla melihat Melvin dan Ziro yang mulai berjalan berpencar.

"What?" tanya Sonia bingung.

"Tuh anak pasti nyusahin."

"Iya juga sih, kita gak bakal menang kalo gini ceritanya."

"Emang dasar anak manja."

"Dahlah, mending kita bantu nyari."

"Gak, lo aja. Males banget gue." tolak Danilla ketus.

"Yaudah gue sama lo disini aja. Nunggu mereka,"

Melvin menyusuri hutan yang gelap itu dengan langkah hati-hati. Senternya beberapa kali di arahkan ke kiri dan kanan, memastikan tidak ada hewan melata. Juga melihat apakah Azell ada di sana atau tidak.

Dari jauh ia melihat cahaya senter yang tergeletak, membuatnya setengah berlari. Ia berjongkok mengambil benda itu, Ini adalah ponsel. Ia membolak-balikkan benda pipih tersebut dan menyadari bahwa itu adalah ponsel Azell.

Melvin di buat terhenyak, pikirannya kini menjalar kemana-mana. Ia merasa khawatir. Bukan khawatir seperti yang kalian fikirkan, ia khawatir Azell kenapa-napa dan Ayahnya akan marah kepada dirinya. Tapi benarkah khawatirnya Melvin karena alasan itu?

Melvin kemudian kembali berjalan mencari keberadaan Azell.

Di bawah jurang kecil yang lumayan tinggi Azell terkapar lemah dengan luka-luka di siku, lutut dan juga dahinya yang sempat terbentur saat terguling ke jurang.

Azell terus meringis merasakan sakit di seluruh tubuhnya. Ia merasa tidak bisa berdiri lagi. Ia berusaha duduk di atas rumput-rumput liar itu, Azell menoleh kesana-kemari memastikan ular itu sudah tidak ada disekitarnya. Kalaupun masih ada, Azell mungkin akan pasrah. Karena sekarang memang ia merasa lemah, tidak kuat untuk berlari lagi.

Azell terus meneterskan air mata, mengingat kesialannya malam ini. Benar-benar sial, apakah ini karma langsung karena tidak mendengarkan Melvin? Ah, dia merasa bersalah karena membangkang. Lagi-lagi pasti Melvin repot karenanya setelah ini. Memikirkan itu membuat Azell semakin bersedih.

"ANZELLA." teriak Ziro menelusuri gelapnya hutan. "Mana tuh anak, jangan sampai jadi santapan harimau."

Ziro terus melangkahkan kakinya menyelami hutan itu, ditengah langkahnya ja mendegar suara isakan kecil. Membuat ia merinding takut.

DETAK [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang