Chap2

25.2K 231 3
                                    


Setelah meletakkan pakaian pinjaman di meja marmer itu, Hwasa menendang sepatunya dan mencoba membuka kancing bajunya. Tapi ada sesuatu bergerak di balik dinding. Ia pun terkejut dan mendongak melihat sesuatu yang pendek, wanita gemuk dengan rambut pirang straggly dan mata biru pucat, dan berkulit dingin. Setelah beberapa saat, Hwasa mengenali bahwa itu adalah dirinya sendiri. Ew . Tidak heran mereka membiarkannya berdiri di luar pintu tadi.

Dalam kontras yang mengerikan dengan penampilan Hwasa, seorang wanita tinggi, langsing, dan benar-benar cantik berjalan ke kamar mandi itu dan memberinya tatapan cemberut. " Aku seharusnya membantumu mandi."

Telanjang di depan miss perfection? Tidak. Itu takkan terjadi. "Terima kasih, t-t-t-tapi aku bisa sendiri." Hwasa memaksakan kata-kata itu melewati giginya yang bergetar. " Aku tidak butuh bantuan."

"Well." Dengan kesal, wanita itu pergi.

Aku pasti sangat jahat. Seharusnya tidak boleh begitu. Jika saja otaknya kembali normal, Hwasa akan melakukannya lebih baik. Ia harus minta maaf. Nanti . Jika tubuhnya sudah kering dan hangat. Ia butuh pakaian kering. Tapi, tangannya mati rasa, gemetar tak terkendali, dan setelah beberapa saat, Hwasa tidak bisa membuka kancingnya karena jari-jarinya begitu kaku. Ia bahkan tidak bisa melepaskan celana panjangnya, dan i gemetar begitu kencang hingga tulangnya sakit.

"Sialan," gumamnya dan mencoba lagi.

Tiba-tiba pintu terbuka  " Hwasa, apa kau baik-baik saja? Irene berkata---"  Sang manajer melihatnya. " Tidak, kau jelas tidak baik-baik saja." Ia melangkah masuk, sosok gelap yang goyah dalam pandangan Hwasa yang kabur.

" Pergi sana."

" Dan menemukanmu mati di lantai dalam satu jam? Aku pikir itu tidak akan terjadi. " Tanpa menunggu jawabannya, pria itu mengeluarkan Hwasa dari pakaiannya seperti anak berumur dua tahun, bahkan membuka bra dan celana dalamnya yang basah kuyup. Tangannya panas, hampir terbakar di kulit Hwasa yang dingin.

Hwasa telanjang. Saat pikiran itu meresap melalui otaknya yang kebas, Hwasa tersentak dan meraih pakaian kering. Tangan sang manajer menyingkirkan tangannya.

"Tidak, pet."  Pria itu mengambil sesuatu dari rambut Hwasa dan membuka tangannya untuk menunjukkan daun berlumpur. "  Kau harus menghangatkan diri dan membersihkan diri. Ayo mandi."

Pria itu melingkarkan lengannya yang kuat dipinggang Hwasa dan memindahkannya ke salah satu pancuran shower yang menghadap ke kaca di belakang tempatnya berdiri. Dengan tangannya yang bebas, pria itu menyalakan air, dan uap panas surgawi itu mengepul, setelah itu menyesuaikan suhunya.

"Masuklah ke dalam,"  perintahnya. Sebuh tangan di pantat Hwasa, mendorongnya ke pancuran.

Air terasa mendidih di kulitnya yabg dingin, membuat Hwasa tersentak, lalu menggigil, lagi dan lagi, sampai tulang-tulangnya sakit. Akhirnya, panas mulai menembus kulitnya, dan rasa lega itu sangat kuat, membuatnya hampir menangis.

Beberapa saat kejang dan menggigil, Hwasa menyadari bahwa pintu pancuran shower itu terbuka. Pria itu sedang menyilangkan tangannya, dan bersandar di ambang pintu, mengawasinya dengan sedikit senyum di wajahnya yang ramping.

"Aku baik-baik saja."  gumamnya, berputar agar punggungnya menghadap pria itu. " Aku bisa mengurus diriku sendiri."

" Tidak, jelas kau tidak bisa," katanya dengan datar. "Bersihkan lumpur dari rambutmu. Di sebelah sana ada shampo."

Lumpur di rambutnya. Hwasa benar- benar lupa; mungkin ia memang butuh penjaga. Setelah menggunakan shampo beraroma vanila, Hwasa pun membiarkan air membilas rambutnya. Air berwarna coklat dan rantinf- ranting kecil itu berjatuhan meninggalkan rambutnya dan berputar di selokan. Akhirnya air pun mengalir jernih kembali.

BDsm(dom&sub)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang