Park Jiyeon, meringkuk di sudut tergelap yang menguarkan aroma tak sedap. Di balik bak sampah di ujung jalan yang kini begitu sepi. Rintik hujan sedikit demi sedikit mulai membasahi tubuhnya yang hanya berbalut pakaian lusuh, namun tak membuat gadis sepuluh tahun itu keluar dari tempat persembunyiannya.
Ia takut ... takut jika gerombolan pria dengan wajah sangar itu menemukannya dan menyeretnya ke tempat yang tidak seharusnya.
Jiyeon ingin menangis, ingin memanggil ayahnya. Tapi ia tidak yakin dengan itu, sebab, sang ayah yang membuatnya berada di sini. Jiyeon tidak ingin kembali, tapi ia benci sendiri.
Langkah kaki terdengar pasti saat menapaki jalanan basah, terasa mencekam saat suasana begitu sunyi disekitarnya. Gadis itu semakin merapatkan tubuhnya pada dinding lembab di belakang punggungnya, mungkin saja sudah berlumut, dan menempeli baju belakang Jiyeon saat ini. Namun apa peduli? Gadis itu tidak lagi memikirkan penampilan di saat nyawanya berada di ujung jurang.
Jiyeon menenggelamkan wajahnya di antara kedua lutut yang ia peluk, berharap siapa pun yang tadinya berniat mendekat, akan berbalik dan menjauh pergi.
"Apa yang kau lakukan di sini?"
Suara itu sangat berat, menyentak Jiyeon dari ketakutannya sendiri. Membuat gadis itu mendongak sembari berharap pria itu bukan salah satu dari orang-orang yang mencarinya tadi.
Jiyeon mendapati seorang pria muda, wajahnya begitu dingin dengan surai hitam yang terlihat berantakan, namun tidak mengurangi kadar ketampanannya. Iris matanya lebih pekat dari rambut tebalnya, dan di bawah penerangan lampu jalan yang minim, Jiyeon bisa melihat warna kulit pria itu, tidak putih namun tidak juga terlalu cokelat, seperti sisa-sisa musim panas.
"Apa yang anak kecil sepertimu lakukan di tempat seperti ini?" tanya pria itu lagi.
Jiyeon menggeleng ragu, ia sangat takut. Bocah sepuluh tahun yang kabur dari rumah karena tidak ingin dijadikan alat penebus hutang sang ayah. Ia masih terlalu muda untuk masalah semacam ini.
"A—aku takut," lirihnya.
Tubuh kecil itu gemetar, kedua lengan putih pucat itu memeluk kedua tungkainya yang ditekuk di depan dada. Menggigil kedinginan karena cuaca malam di penghujung musim semi.
"Pulanglah, ini bukan tempat untuk anak kecil," ucapnya.
Jiyeon menggeleng cepat, ia akan ke mana pun, kecuali kembali ke rumahnya. Tapi harus ke mana? Ia kabur tanpa membawa apa-apa, tanpa sepersen pun uang jajan yang selalu ia sisipkan di celengannya.
Ia lapar, haus, dan entah apa lagi yang terasa. Sebab, Jiyeon tidak lagi mengingat berapa jam yang ia habiskan demi bersembunyi di sini.
Pria itu hanya mengedikkan bahu lebarnya dan berbalik. Berlalu meninggalkan Jiyeon yang sama sekali belum beranjak dari posisi.
Namun rasa tidak nyaman yang diiringi kenangan pahit menghentikan langkahnya. Matanya memejam erat, helaan napas pun terasa menyakitkan saat dilakukan.
Pria tersebut mengutuk hati nuraninya yang terbangun setelah lama tertidur tanpa terusik, mengutuk bagian lembut yang sensitif dalam hati kecilnya.
Memutar tubuhnya, pria itu kembali menghampiri gadis kecil di balik bak sampah tersebut.
"Mau ikut ke rumahku?" tanyanya.
Karena ia bisa menilai jika gadis kecil di hadapannya ini kabur dari rumahnya. Bukan seperti gelandangan. Kulit gadis itu putih bersih, bahkan cenderung pucat. Rambut cokelatnya tampak terawat meski sekarang kusut tak karuan, dan iris madunya penuh dengan ketakutan. Jelas jika gadis kecil itu dari keluarga yang berada sebelum memutuskan kabur dari orangtuanya.
"Kau kabur dari rumahmu, bukan?"
Jiyeon mengangguk dengan polosnya, ia bingung harus mempercayai pria di hadapannya atau tetap menjadi sesuatu yang terabaikan di balik bak sampah ini. Paru-paru pun sudah sesak dipenuhi aroma sampah yang begitu kuat.
"Kau bisa tinggal denganku, untuk sementara. Sampai kau memutuskan untuk kembali ke rumahmu." Pria itu sendiri juga tidak mengerti kenapa ia menawarkan hal seperti ini.
Apa Jiyeon bisa mempercayai pria ini?
Tangan besar itu terulur di hadapannya, menanti genggaman tangan kecil Jiyeon di sana. Sejenak, Jiyeon benar-benar diliputi kebimbangan, karena semenjak ayahnya tega menjadikannya alat penukar hutang, Jiyeon sulit mempercayai orang dewasa. Bagi Jiyeon, orang-orang dewasa itu mengerikan, penuh tipu muslihat, ada segudang kelicikan di balik senyum lebar yang diperlihatkan.
Namun pria di hadapannya tidak tersenyum saat mengulurkan tangan, apa pria ini bisa dipercaya?
Perlahan, tangan mungil Jiyeon terangkat naik, dengan gemetar menerima uluran tangan pria di hadapannya.
Pria itu melihatnya, tangan putih yang begitu kecil di atas telapak tangan besarnya. Ia membantu gadis kecil itu berdiri dan membawanya pulang ke tempat tinggalnya.
Mata tajamnya melirik sepasang kaki yang terlihat lecet tanpa alas kaki. Berjalan tertatih-tatih menyusuri trotoar yang sepi.
"Kakimu terluka, mau kugendong?" ujarnya, menawarkan punggungnya.
Terlalu ringan, bahkan ia ragu jika berat badan gadis kecil ini mencapai tiga puluh kilogram.
Malam itu, masing-masing di antara mereka mengerti, masih ada sosok yang manaruh peduli dan sanggup untuk mempercayai.
——illegal——
Jika Taehyung menggilai minuman manis dan menomor satukan susu strawberry, Jiyeon justru terobsesi dengan rasa pahit dari kopi.
Taehyung menyukai pantai dengan sinar matahari yang menyapu epidermisnya, sementara Jiyeon lebih terobsesi dengan pegunungan dan rasa dingin yang membungkus tubuh mungilnya.
Mereka begitu kontras, berbeda perihal selera dan gaya hidup. Hanya satu hal yang membuat keduanya serasi dan tidak melepaskan satu sama lain, lantaran Taehyung bisa menjadi Daddy untuk Jiyeon yang memainkan peran sebagai Baby di saat sesi. Gaya bercinta yang membuat ikatan tak kasat mata di antara keduanya begitu kuat. Hingga enggan meninggalkan meski dari segala sisi mereka tidak memiliki kesamaan sama sekali.——illegal——
Sandra
12/12/20Perlu aku tegasin, ff ini ff paling mature dari pada ff mature aku yang lain xixixixixi dah ketahuan juga dari judul nya kan :")
Jadi buat adek" kiyodh yang masih sekolah, INI BUKAN BACAAN UNTUK KALIAN.
Mohon dimengerti ya, aku udah tegasin dari awal kalau cerita ini bakalan lebih vulgar + agak kasar.
Yg masih ngeyel juga, aku gak tanggung jawab, dosa gua aja dah banyak liat Cadbury nonu tiap hari :"
Pasti nnya" kan knpa gue nekat bkin kek gni 😹, sbnrnya ini dah pesanan someone yak, aku g brni nge tag 🙊
Yodah lah, cuma pen bilang itu doang, yang di bawah umur baca crta aku yg lain aja, yg aman wkwkwk
Eh, emg ada yg aman?🙈
Love u💜🍌