Taehyung tidak mempertanyakan perihal wajah Jiyeon yang tampak murung saat memasuki ruangannya sore ini. Gadis itu diam seribu bahasa dan memilih tenggelam dalam bacaannya, duduk di atas sofa tanpa minat mengeluarkan sedikir pun suara.
Pintu ruang kerjanya diketuk beberapa kali sebelum Jinah memunculkan kepalanya di balik celah pintu yang hanya sedikit dibuka.
"Makanannya sudah siap, Direktur Kim." Jinah masuk ke dalam ruangan dan membuka pintu lebar-lebar agar seorang wanita berusia pertengahan tiga puluhan bisa masuk dengan nampan di tangan gempalnya. Senyum ramah diperlihatkan saat wanita yang berprofesi sebagai office girl ini, menata makanan yang baru saja ia beli sendiri di restoran yang tak jauh dari kantor ini, sebuah titahan dari Han Jihan yang pastinya atas suruhan dari Taehyung langsung.
"Kalau begitu, saya permisi dulu, Direktur Kim." Jinah melirik Jiyeon yang tidak bergeming, mungkin gadis itu terlalu larut dengan bacaannya sehingga tidak menyadari ada eksistensi lain di ruangan ini. Wanita itu berjalan keluar dari ruang kerja Taehyung setelah office girl tadi meninggalkan mereka terlebih dahulu untuk melanjutkan kembali pekerjaannya.
Taehyung beranjak dari kursinya, menuju sofa dan duduk berhadapan dengan Jiyeon yang konsisten dengan novel ditangannya. Cahaya matahari yang berhasil masuk melalui celah-celah jendela besar yang tak terturup gorden sepenuhnya, membasuh wajah Jiyeon yang muram. Di balik kacamata yang gadis itu kenakan, Taehyung melihat kedua mata itu sedikit sembab dan memerah.
"Makanlah, kau tidak akan kenyang dengan membaca," tutur Taehyung.
Pergerakan kecil Jiyeon tak luput dari mata, gadis itu hanya menutup bukunya dan melempar pandangannya keluar jendela. Tak banyak yang ingin ia lakukan hari ini, rasanya sangat lelah dan ingin berbaring seharian sampai hatinya kembali membaik.
Mengabaikan Taehyung bukanlah keahliannya, Jiyeon beringsut memperbaiki duduknya dengan sopan dan mengambil sendok yang sudah disediakan. Memaksa makanan-makanan itu menyumpal mulutnya hingga tidak akan ada suara yang keluar selain kunyahan pelan.
Masih dengan seribu tanya di kepala, Taehyung membiarkan Jiyeon untuk menghindari tatapannya dan berpura-pura sibuk oleh makanan yang masuk terpaksa ke dalam mulut kecilnya.
"Jangan sampai aku bertanya terlebih dahulu baru kau bercerita. Aku ingin kita saling terbuka, Jiyeon. Apa pun itu," tekannya. Suara rendah yang Taehyung hasilkan nyatanya mampu memberi Jiyeon kesadaran akan keterdiaman yang ia nikmati selama berjam-jam.
Menunduk dalam, Jiyeon mengunyah makanan yang kini malah terasa ingin ia muntahkan. Segelas air putih pun menjadi sasaran dan meneguknya hingga sisa seperempat di sana.
"Kami berakhir, maksudku ... aku dan Lucas." Setelah mendesah lelah dan menghirup udara yang terasa lembab kini, Jiyeon menyingkirkan rasa takut dan was-wasnya barang sejenak. Ia tidak tahu kenapa perasaan semacam itu bisa muncul di saat-saat seperti ini.
Taehyung cukup pintar untuk menyembunyikan rasa terkejutnya. Kandasnya hubungan Jiyeon bukan sesuatu yang ia pikirkan akan cepat terjadi. Dan fakta tentang Jiyeon yang berubah suram dengan mata yang sembab mengubah sudut pandang Taehyung. Berpikir jika Jiyeon tidak terlalu melibatkan perasaan dalam hubungannya dengan Lucas ternyata salah besar.
"Apa yang terjadi? Kupikir kalian baik-baik saja."
Jiyeon mengangguk dan sempat menarik sudut bibirnya tersenyum tipis sebelum menjawab, "Kami baik-baik saja, setidaknya tidak pernah ada pertengkaran selama ini. Lucas begitu baik, sangat baik malah. Hanya saja ... aku merasa aku yang tidak baik, dan mengakhiri hubungan dengannya menurutku adalah hal yang paling benar."
"Dan untuk apa kau menangisi itu jika kau sendiri yang memutuskannya?"
Jiyeon menoleh kembali pada jendela, sebenarnya ada beberapa hal yang tidak mungkin ia beberkan pada Taehyung, namun pria itu bisa dengan mudah membuka lapisan-lapisan yang sengaja Jiyeon pertahankan. Seolah tidak ada lagi rahasia yang bisa ia sembunyikan, mungkin ... tentang perasaannya cepat atau lambat Taehyung akan mengetahuinya.