2. Amarah

6 1 0
                                    

Luka dan bayang-bayang itu masih ada.
Bahkan, rasa sakitnya selalu terasa.
Jadi, bagaimana cara aku menghapusnya?
Disaat luka itu saja sulit untuk aku lupakan.

E.L.A.N.G

2. Amarah.
"Baru pulang? Baru ingat kalau punya rumah?"

Langkah Elang yang baru saja memasuki rumah pun terhenti, ketika mendengar perkataan dengan nada mengintimidasi dari papanya.

Elang terdiam, dan memandang wajah milik papanya dengan raut muka yang sulit diartikan.

"Kenapa? Bukannya biasanya, Papa gak perduli ya?" balas Elang enteng.

"Kamu tuh anak laki-laki! Harusnya tahu batasan, bukan jadi anak urakan!"

"Apa peduli Papa tentang itu?"

"Ingat, Lang. Kamu pewaris di keluarga ini, jadi berhenti berantem gak jelas. Seperti anak kurang didikan saja."

Elang terkekeh pelan mendengar penuturan dari papanya itu.

"Urakan? Aku emang urakan, Pa. Tapi aku gak brengsek seperti, Papa."

"ELANG! JAGA BICARAMU!"

"Apa, Pa? Aku bener kan?"

PLAK!

Untuk pertama kalinya ia mendapat tamparan dari papanya. Tamparan keras itu mendarat di pipi Elang. Elang sedikit meringis, luka di wajahnya masih terasa perih, ditambah tamparan keras itu. Ada rasa tidak percaya dari hatinya, namun ini nyata.

"Mas! Apa-apaan kamu ini! Kenapa tampar Elang!" ujar Alma, mama Elang yang tiba-tiba muncul dan berdiri di samping Elang.

"Anak ini harus diberi pelajaran biar tidak seenaknya terus," balas Yudha.

"El, sebaiknya kamu pergi ke kamar nak," ucap Alma pada Elang. Elang yang sudah muak pun menuruti perkataan mamanya dan mulai berjalan menuju kamar miliknya.

Disaat ingin menaiki tangga, ia melihat seorang gadis berdiri di lantai tangga paling bawah. Tatapan gadis itu mengisyaratkan sebuah kesedihan. Enggan menyapa gadis itu, Elang tetap berjalan menghiraukannya tanpa melirik sedikitpun kearah gadis itu.

Elang pun berjalan menaiki tangga menuju kamarnya. Setelah sampai di kamarnya, ia melepaskan jaket kebanggaannya lalu, meletakkannya di gantungan. Setelah itu, ia duduk di ranjang King Size miliknya. Tiba-tiba, pintu kamar diketuk dari luar. Elang hanya memandanginya saja tanpa ada niat untuk membuka pintu.

Terdengar suara gadis yang meminta izin untuk memasuki kamarnya. "Bang, aku masuk ya," izin gadis itu namun tidak ada balasan dari Elang.

Pintu kamar pun perlahan terbuka, terlihat seorang gadis tengah memasuki kamarnya dengan membawa baskom berisikan air hangat dan handuk kecil. Gadis itu mengambil kursi belajar Elang, lalu meletakkannya didepan Elang. Ia pun duduk dan mulai membersihkan luka di wajah Elang.

Dengan telaten, gadis itu membersihkan luka Elang dengan sangat hati-hati. Ia takut tambah melukai kakaknya itu. Elang sedikit meringis, namun masih bisa menahannya. Luka di wajahnya tidaklah seberapa daripada luka di hatinya.

Elang enggan melihat wajah gadis itu, walau hanya sedetik. Suasana hatinya saat ini benar-benar kacau. Tidak ingin menambah kacau, ia membiarkan gadis itu melakukan apapun yang ingin ia lakukan. Asalkan tidak mengusik ketenangannya.

"Rara udah pernah bilang sama Abang, jangan sering-sering berantem. Lihat, sekarang Abang terluka gini. Pasti sakit, kan? Abang juga kena marah sama Papa," ucap Akira sambil melanjutkan kegiatannya itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 01, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ELANG (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang