Setelah ratusan tahun terkurung karena kesalahan kelam, sosok yang ditakuti oleh bangsanya akhirnya bebas, mencari alasan di balik penebusan dosanya.
Di sisi lain, Sakura berjuang mencari obat untuk ibunya. Namun, pertemuannya dengan Raja Selatan ya...
Pohon berusia lebih dari seribu tahun. Konon, pohon ini adalah pohon pelindung dari langit.
Tak sedikit rumor beredar bahwa di sini tempat terakhir bangsa siluman menghilang dari pandangan manusia.
Sejak itu aku bermimpi aneh setelah mengetahui identitasku yang sebenarnya.
Mimpi itu...
Hah... Ukhhh...
Aku terus terbangun dan tak akan bisa terlelap kembali. Akhir dari mimpiku sangat mengerikan.
PERANG.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Tak pernah terbayangkan di kepalaku bahwa hal mengerikan itu pernah terjadi.
Jika benar itu pernah terjadi sebelumnya, aku hanya berharap sekarang tak akan ada hal seperti itu.
Setidaknya selama aku masih hidup sebagai Sakura...
Awal kisah ini berawal dari sekarang.
.
.
"Sakura, selamat untuk pencapaianmu dalam ilmu kedokteran."
Hari ini adalah hari terakhir aku berguru di Gunung Shikkotsu.
"Semoga aku tak akan menjumpaimu lagi, anak nakal!" Seorang wanita dewasa menghampirinya dengan berjalan anggun di antara kerumunan.
"Guru Tsunade, salam hormat dari muridmu, Sakura." Sakura memberi hormat.
Guru Tsunade itu melambaikan tangannya. "Ya, ya sudah. Aku ingin melihat-lihat sekeliling. Kau jaga dirimu." Setelah mengatakan itu, gurunya berbincang dengan guru lainnya.
Gadis bermata emerald itu berjalan menuju halaman belakang akademi besar di sana.
Ia menemukan pohon sakura, tetapi ada yang berbeda dari biasanya. Kayunya terlihat rapuh dan tampak kering. Padahal ini sudah mau memasuki musim semi. Salju sudah mulai mencair. Sakura merasa...
Pohon itu seperti sudah akan mati.
Ia bergegas beranjak dari tempatnya menuju pohon itu, menempelkan tangannya pada bagian bawah pohon.
Kemudian, mengaktifkan sihir pengobatannya, muncul cahaya hijau dari telapak tangannya.
Tak disangka, pohon yang tadinya kering, kini sudah mulai lebih segar.
"Wah... Syukurlah masih sempat." Ia tersenyum dan mengelus pohon itu, angin meniup helaian rambutnya.
Di tempat lain...
Criing...
Criing...
Suara rantai beradu saat langkah seseorang di balik beton yang menjulang tinggi di tengah aula.
Krak...!
Rantai yang tadinya membelenggu kedua tangan dan kaki itu segera terbuka.
Bang...!
Terbukalah sebuah pintu yang sudah ratusan tahun tak terbuka. Suara itu menggema, seperti panggilan yang bisa mendatangkan malapetaka.
Sementara di luar sana...
"Apa benar, Tuan sudah menyelesaikan hukuman?" ucap pria berambut putih dengan gigi runcingnya, suaranya bergetar. Ada kengerian yang menyelimuti setiap kata yang diucapkannya.
"Kita sudah menunggu ratusan tahun, dan tahun ini diperkirakan..." Pria tinggi bersurai oranye berhenti sejenak, lalu menatap langit yang menampakkan awan gelap. "...Dia sudah kembali lagi, kekuatan itu sudah kembali kepada tuannya." sambungnya dengan tatapan yang sulit diartikan, seolah merasakan adanya perubahan di udara.
Krak...
Suara pintu menggema bagai sebuah pertanda bahwa sang pemilik singgasana telah kembali. Semua membungkuk hormat kepada sosok di sana, semua makhluk yang berada di bawah pimpinan kekuasaannya, tak terkecuali yang paling kuat sekalipun bertekuk lutut.
"Selamat datang kembali, Yang Mulia!"
Semuanya bersorak gembira penuh semangat menyambut makhluk terkutuk? Atau malah terkuat dari bangsa mereka. Namun, dalam hati mereka, ada rasa takut yang tak terungkap.
Bangunan yang tadinya tak terurus bahkan sampai ada sarang laba-laba di mana pun mata memandang.
Swuz...
Kini seketika berubah menjadi kastil kerajaan megah bak di negeri dongeng. Namun sayangnya, tak ada yang berani menginjakkan kaki mereka memasuki kastil dongeng itu.
Karena, mata hitam yang kapan saja bisa berubah semerah darah mengintai mereka di setiap sudut, seolah-olah siap menerkam.
Walaupun sesama jenis, tapi siapa sangka? Hanya orang yang memiliki nyali besar yang bisa masuk ke dalamnya.
Jika mengandalkan keberanian sebesar biji kacang, maka bersiaplah tak akan bisa keluar selain tinggal nama saat mereka kembali nanti.
Tap... Tap... Tap...
Langkahnya yang pelan seperti suara kegelapan yang mendekat, aura-nya yang kuat membuat siapa saja bertekuk lutut. Tiap detak jantung terasa lebih cepat, menandakan bahwa sesuatu yang sangat mengerikan akan segera terjadi.
Srek...!
Menarik jubahnya dengan angkuh, duduk di tempatnya yang telah lama tak ditempati. Ia mengeluarkan pedangnya dari udara dan mengelusnya dengan jari telunjuk. Bahkan setelah ratusan tahun, pedangnya masih bagus sampai pantulan wajahnya tampak jelas.
Bruk!
Semuanya berlutut menundukkan kepala mereka kepada makhluk di atas kursi singgasana.
Semirik menghiasi wajah di antara kegelapan itu. Mata hitamnya menatap angkuh dan rendah makhluk di depannya yang bergetar. Kengerian meliputi ruang, seolah semua yang ada merasakan ancaman yang mendekat.
Siapa pun yang melihat tatapan menyeramkan miliknya tak tahu. Bahwa semuanya hanyalah sebuah topeng yang dibuat selama ratusan tahun, dan hanya seseorang yang bisa meluluhkan topeng besi miliknya.
Matanya tertutup menarik napas. Ini rasanya udara setelah sekian lama terkurung. Sama saja pengap. Saat kelopak mata itu terbuka, menampakkan mata hitam sekelam malam digantikan dengan merah darah dengan tiga tome. Tak lupa smirk iblis khasnya menghiasi wajah pucat nan tampan milik sang penguasa wilayah selatan yang kejam.
Ia mengarah ke pojok sana, menatap dingin seolah mengatakan bahwa ia akan segera membawamu kembali.
Hah?!
Sakura terbangun dengan napas tak beraturan, keringat bercucuran dari pelipisnya yang basah.
"...Mimpi buruk yang menautkan... Tapi mengapa wajahnya sangat menyedihkan?" Sakura menarik selimutnya dan memeluk lututnya, berusaha mengingat siapa orang di dalam mimpinya, sementara perasaan tertekan tak kunjung surut.