Beberapa lukisan berukuran besar terpasang di dinding. Mulai dari lukisan panorama alam hingga beberapa goresan kuas sang legendaris berjajar rapi hampir memenuhi ruangan dengan pencahayaan terang itu.
"Sejak kapan kamu suka melukis dan menyukai lukisan?" Peng Yui membenarkan syal yang ia kenakan seraya menatap pemuda di sebelahnya yang sedang tersenyum kecil sambil melihat ke salah satu lukisan di ruangan itu. Ji Chong melirik sekilas, lalu menunjuk salah satu lukisan di sisi kanan yang tidak jauh dari tempat mereka berdiri.
"Lukisan salah satu keturunan pendiri Song Dynasty." Pemuda dengan rambut diikat ekor kuda itu berjalan mendekat ke arah lukisan.
"Seorang sarjana muda yang mendedikasikan hidupnya untuk kaligrafi dan melukis." Ji Chong tersenyum kecil dengan kedua tangan ia tautkan di belakang. Mereka berjalan perlahan seraya berbincang hingga berada tepat di depan goresan tinta di masa lampau yang menurut Peng Yui tidak begitu istimewa di netra sewarna malamnya. Harimau betina itu mengernyit. Ia melihat ke arah lukisan sekilas lalu bersedekap.
"Apa yang membuat lukisan itu istimewa?" Peng Yui menyandarkan punggung di dinding dengan jari telunjuk menunjuk lukisan yang tergantung di atasnya.
Ji Chong memasukkan kedua tangan ke saku celana dan berucap setelahnya, "Elegan dan pendiam. Lukisan seorang remaja di usia yang terbilang sangat muda, memiliki pengaruh yang sangat besar untuk negeri sekaligus pelopor awal para pelukis hingga turun ke generasi berikutnya."
Peng Yui menatap pemuda yang masih setia melihat lukisan besar itu dengan raut muka penuh binar.
"Selebihnya," Ji Chong menunduk seraya memainkan ujung sepatunya dan membenturkan ke ubin beberapa kali, "lukisan itu lebih berfokus pada ekspresi seseorang dari pada panorama alam." Senyum Ji Chong berubah cerah.
"Lalu, apa yang menarik dari sebuah lukisan yang menampilkan wajah datar manusia, Tuan Muda Ji?!" Peng Yui mencebik seraya mendekat ke arah Ji Chong. Ji Chong yang merasakan ada aura yang tidak mengenakkan di dekatnya, menoleh hingga wajah mereka hanya berjarak tiga langkah.
"Dia seperti Xie Yun, elegan, sederhana, dan mudah didekati." Senyum Peng Yui memudar seketika. Rahangnya tiba-tiba mengetat serta jemarinya meremas lengannya sendiri hingga kuku-kukunya menancap di sweter hangat yang ia kenakan. Ji Chong sangat senang setelah berhasil membuat harimau betina itu kesal hingga raut wajahnya berubah masam. Pemuda manis itu berjalan melewati Peng Yui sembari berceloteh.
"Aku bersamamu, tetapi tidak dengan hatiku. Sangat menyakitkan, bukan?" Ji Chong menuju salah satu sudut ruangan tempat ia terbiasa meluapkan kekesalan ketika suasana hatinya sedang tidak baik. Tentu saja ketika Ji Chong terlalu malas untuk berkelahi dengan orang-orang sekitar yang terbiasa bermulut kasar kepadanya.
Peng Yui memutar tubuh dengan mata yang sudah memerah. Ia berusaha menahan diri untuk tidak melakukan tindakan konyol hingga membuat Ji Chong semakin membencinya.
"Tidak ada orang sesabar singa muda itu ketika menghadapi sifatku yang keras kepala," Ji Chong tersenyum miring dan memang inilah, rencana yang sejak awal ingin ia lakukan---membuat Peng Yui kesal hingga harimau betina itu merasa bosan dan meninggalkan dirinya sendiri. Ia membuka penutup kanvas berukuran besar yang tepat berada di hadapannya. Lukisan seorang pria muda tengah berdiri di bawah pohon magnolia yang mulai berguguran. Ji Chong berjalan menuju jendela kaca yang berukuran besar, melihat rintik salju yang kebetulan tidak terlalu lebat.
"Itu adalah lukisan pertamaku, Nona Peng. Bagus, 'kan?" Ji Chong masih setia menatap pemandangan di luar sana, tidak peduli wanita muda itu akan marah atau menghajarnya karena sudah membuat perasaan harimau betina itu terluka.
Derap langkah sepatu berhak tinggi terdengar jelas. Peng Yui berjalan mendekat ke arah lukisan. Ekspresi wajahnya terlihat datar. Tidak lagi tampak raut muka masam dan sebagainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ujung Perjalanan (Tamat)
RomanceXie Yun Ji Chong Penulis hanya meminjam nama yang mereka perankan untuk melengkapi imajinasi. R 18+ Modern AU