Jemari Nyonya Muda Ji bergerak lincah, memotong sayur serta daging kemudian dimasak untuk santap makan pagi keluarga besar itu.
Beberapa pelayan tampak sibuk mengatur meja makan. Peralatan makan dan minuman sebagai pelengkap---jus jeruk dan air putih---sedang mereka siapkan.
Ji Chong menuruni tangga dengan setengah berlari nyaris melompat-lompat. Suasana hatinya yang sudah lebih baik, membuat tingkah kekanakan dalam dirinya kembali terlihat.
"Gunakan kakimu dengan benar, A-Chong. Akan sangat merepotkan jika kamu sampai terjatuh!" untuk pertama kali dalam hidupnya, Ji Chong mendengar penuturan lembut yang keluar dari mulut Nyonya Besar Ji.
Serigala muda itu beberapa kali memukul, mencubit, dan menginjak jempol tangannya sendiri karena tidak percaya dengan apa yang baru saja ia alami.
"Apakah aku masih bermimpi?" Netra Ji Chong mengerjap-ngerjap. Ia secara reflek mendekat ke arah istri pertama ayahnya dan menyentuh lengan wanita yang berusia setengah abad itu.
"Nyonya Besar, apakah Anda baru saja terjatuh dari tangga? Rasa-rasanya aku baru saja mendengar penuturan seorang Dewi Kwan Im." Ji Chong menahan senyum. Nyonya Besar Ji yang mendengar penuturan pemuda manis di hadapannya, mengulurkan tangan dan menarik telinga bocah nakal itu hingga tampak memerah.
"Bocah nakal! Tidak sopan, ya!" Istri pertama Taun Besar Ji berucap dengan nada gemas lalu menarik telinga pemuda manis itu hingga ke ruang makan. Ji Chong bingung, terlalu sulit untuk percaya bahwa orang yang sedang memegangi telinganya adalah orang yang sama. Seorang nyonya besar yang terbiasa berkata kasar serta penuh keangkuhan, secara tiba-tiba menjadi sosok lembut yang justru membuat tengkuk Ji Chong tiba-tiba meremang.
"Nyonya, Ini sakit!" Pemuda dengan rambut kuncir kuda itu berusaha melepas tarikan di telinga. Ia meringis, telinga kanannya terasa ingin lepas.
Pagi yang indah dan berakhir sebuah kegaduhan. Beberapa pasang mata tengah melihat tingkah dua orang yang tiba-tiba berubah hangat. Bahkan, senyum kecil sarat akan sebuah ketulusan terlihat di bibir nyonya besar di rumah itu.
"Ada apa ini sebenarnya? Tidak bisakah kalian bertingkah lebih manusiawi?" Tuan Besar Ji menyesap kopi hangat yang tampak mengepul di permukaannya, meletakkan di meja seraya melihat putranya yang sedang merengut sambil menggosok-gosok telinga.
"Ini sakit, Nyonya! Apa salahku?" Ji Chong duduk di meja makan dan menyambar ayam goreng di piring, tidak tahu jika paha ayam mengilat yang ia pegang baru saja diangkat dari penggorengan.
"Hati-hati dengan lidahmu, A-Chong." Tuan Besar Ji memperingati. Namun, belum sampai satu detik kalimat itu terlontar, Ji Chong sudah melempar ayam goreng yang baru saja ia gigit hingga mengenai kepala salah satu pelayan. Rasa panas yang menyentuh ujung lidah, mengejutkan Ji Chong. Ia mengipasi mulut dengan telapak tangan, berharap rasa panas yang dihasilkan dapat sedikit berkurang.
"Minum jus ini pelan-pelan. Itu akan mengurangi rasa panasnya." Istri pertama Ayah Ji Chong menyerahkan gelas yang berisi jus jeruk kepada serigala muda itu. Ada raut khawatir yang teramat kentara di wajah wanita paruh baya yang sudah mulai terlihat keriput di sana sini.
Tuan Besar Ji tampak mengernyit, sesuatu yang sangat jarang ia lihat sebelumnya. Istri pertama dengan putranya tampak akur hingga membuat pemilik rumah itu harus berpikir ulang apakah ini sebuah kenyataan ataukah hanya ilusi belaka.
"Sepertinya, aku harus memeriksakan kepala kalian segera." Tuan Besar Ji menyantap sarapan dan melirik beberapa kali kepada istri mudanya yang terlihat sedang menahan senyum, memperhatikan putranya yang terbengong hingga mengabaikan jus jeruk di tangan. Jus jeruk yang sungguh kasihan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ujung Perjalanan (Tamat)
RomanceXie Yun Ji Chong Penulis hanya meminjam nama yang mereka perankan untuk melengkapi imajinasi. R 18+ Modern AU