x.

2.8K 430 59
                                    


Jaemin melihat pria di depannya dengan takjub, kemudian bersiul rendah.

"Wow,"

Renjun menenggak segelas penuh soju untuk kesekian kalinya. Wajahnya merah hingga ke leher dan telinga. Sedangkan matanya masih berkobar terang.

Restoran yang mereka sambangi menjadi tempat favorit warga lokal melewatkan malam mereka setelah hari-hari yang melelahkan. Tempat itu riuh. Para pedagang bermain kartu dengan suara tawa yang nyari menggema. Ada segerombolan anak muda juga yang sepertinya masih di tahun-tahun pertama kuliah mereka sedang makan malam dengan hangat.

Tempat seperti ini biasanya akan menjadi tempat observasi yang ideal untuk Jaemin dan kesukaannya dalam mengamati fenomena di sekeliling. Andai saja Renjun tak di sana, tentu.

Dari gerak-geriknya, Jaemin menduga jika Renjun bukan peminum yang andal. Kemungkinan jika pria itu berusaha membakar emosinya yang tadi siang tersulut dengan alkohol besar sekali. Yang artinya, Jaemin punya andil mempengaruhi sikap Renjun malam ini.

Ia terkekeh pelan.

"Kau begitu benci ya karena aku mengatakan hal buruk tentang mantanmu?" Tanyanya cukup berani.

Gelas di tangan Renjun nyaris dihantamkan ke meja jika saja Jaemin tidak menahan pergelangan tangannya sebelum benda kaca itu bertemu dengan permukaan kayu yang lumayan keras.

"Kau berisik, tahu tidak?" Renjun berdecih.

"Apa itu artinya kau mengiyakan pertanyaanku barusan?" Jaemin terkekeh.

Renjun menggelengkan kepalanya keras-keras. Efeknya cukup membuat pening ke kesadarannya yang memang tak bersisa banyak.

"Aku tidak cinta Donghyuck sebegitunya,"

Ah, Donghyuck namanya, Jaemin mencatat dalam hati.

"Lalu?"

Jaemin tahu seharusnya ia tak mengambil keuntungan dari Renjun ketika lelaki itu tengah mabuk, tetapi rasa penasarannya tinggi sekali.

"Putus dengan Donghyuck membuatku putus asa." Renjun akhirnya menjawab. Suaranya melirih ketika menambahkan. "Di usia ini, kau tidak mudah menemukan pasangan yang ideal dan bisa menemanimu selama itu, 'kan?"

Mereka saling bertatapan. Dan sejujurnya, Jaemin tidak tahu ia harus menjawab apa pada pertanyaan itu. Dirinya bukan seseorang yang mencari pasangan hidup buru-buru. Tidak jika ia memang lebih banyak bertemu satwa liar ketimbang manusia dalam pekerjaannya.

Jadi Jaemin hanya tertawa kecil dan menggeleng, "Aku tidak tahu."

Renjun menghela napasnya lelah. "Dia memang menyebalkan, tapi aku tidak yakin aku bisa menemukan yang sepertinya lagi."

"Kau masih muda kok," Jaemin menyesap alkoholnya sendiri. "Masih ada banyak waktu. Ada banyak cara untuk mencari orang baru juga."

"Misalnya?"

"Love at first sight?"

Renjun terbahak. "Kau percaya dengan omong kosong itu?"

Jaemin tersenyum. "Kenapa tidak?"

Dengan seksama, Renjun mengamati wajah Jaemin. Mencari tanda-tanda candaan di sana. Matanya belum sepenuhnya blur, dia masih bisa menangkap kepercayaan diri pria di depannya yang kini menaikkan alis padanya.

"Tidak semua hal harus menggunakan perhitungan, Renjun." Kata Jaemin tenang, seolah bisa membaca isi kepala Renjun.

Cinta pada pandangan pertama memang terdengar konyol, namun secara teoritis, hal ini toh mungkin-mungkin saja bisa terjadi. Biologis dari spesies telah mendiktekan kriteria pasangan terbaik secara otodidak di dalam kepala melalui proses evolusi. Manusia memang menggunakan akalnya untuk mencari kekasih sekarang, tetapi ada banyak tanda non-verbal yang sesungguhnya mereka jadikan sebagai penguat perasaann yakin ketika memutuskan untuk memercayai seseorang.

Mata Jaemin menemui kedua manik Renjun dengan tegas.

"Insting, Renjun. Kita semua punya itu." Ia mengangkat gelasnya, menandaskannya dalam sekali teguk. "So, let loose. Try things. Kau tidak harus selalu punya kontrol untuk segalanya."

Bibir mereka bertemu bahkan sebelum pintu hotel tertutup secara sempurna.

Jaemin tak pernah suka alkohol. Malam ini pun dia hanya minum satu gelas. Ia tahu Renjun akan lebih membutuhkan bantuan selama perjalanan pulang. Hanya saja, begitu Renjun menciumnya, kepalanya mendadak berputar.

Ciuman itu begitu tiba-tiba. Di bawah sentuhan tangannya, kulit Renjun terbakar. Rasa panas menjalarinya dari ujung kepala hingga kaki. Tetapi tangannya lebih memilih untuk memreteli kancing kemeja Jaemin ketimbang pakaiannya sendiri lebih dulu. Padahal, hanya sedikit kulit yang mengintip dari dada laki-laki itu membuat Renjun makin berkeringat.

Agresivitas Renjun surut begitu Jaemin membalikkan posisi mereka. Erangan meluncur dari bibirnya selaras dengan tangan Jaemin yang semakin berani menjelajah tubuhnya.

Ada beberapa faktor yang membuat Jaemin tak kalah bersemangat dalam mengembalikan ciuman Renjun. Mungkin sebagiannya adalah tubuh pria itu yang menempel lesu di perjalanan pulang. Atau wajahnya yang memandang sayu tanpa jeda saat Jaemin berbicara semalaman ini. Atau memang satu ciuman cukup untuk membuat Jaemin mengakui ketertarikannya pada Renjun sudah berlangsung lebih lama dari rentetan kejadian malam ini.

Rasanya seperti menenggelamkan diri ke ombak yang sudah jelas-jelas bergelung galak dari tengah samudera hanya untuk mengetahui sekuat apa arusnya.

Dan tentu saja Jaemin kalah. Ia terseret cukup jauh.

Ciiuman berubah menjadi lebih banyak gigitan. Rabaan terkonversi menjadi remasan kasar. Dan erangan sudah bertransformasi menjadi geraman tak sabar.

Gerakan Renjun tidak menampakkan situasinya yang tengah mabuk sama sekali. Jaemin tertawa rendah. Pria itu masih juga ingin memiliki kontrol di situasi begini.

Renjun masih bisa membuka kancingnya tanpa terlewat. Ikat pinggangnya dengan satu tarikan lepas. Dan menghempaskan tubuhnya ke satu-satunya kasur di ruangan itu. Lalu terkekeh.

Membungkukkan tubuhnya, Renjun memberikan kecupan yang diiringi satu gigitan kecil di bibir bawah Jaemin.

"So, let loose," bisiknya sugestif. Menelusurkan jarinya di perut telanjang Jaemin dengan gerakan perlahan. "And try things?"

Dan jika Jaemin merasa terhantam dengan ombak yang membawa perwujudan seorang laki-laki keturunan Cina dengan paras semenarik ini dan merasa kewalahan menyelam di dalamnya, ia pikir itu bukan masalah besar.

Jaemin menatap mata Renjun yang mengilat terpantul cahaya bulan Haenam.

Malam ini akan menjadi malam yang panjang, putusnya.





Sorry, for the late update!

Off the Shore - JaemRen [ ✓ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang