Malam ini sedikit dingin daripada biasanya sehingga Heeseung memutuskan untuk tidur lebih awal dan menutup semua buku-bukunya. Sebenarnya ini sudah masuk larut malam, hanya saja bagi Heeseung larut malam adalah waktu ketika tubuhnya telah benar-benar lelah.
Penasaran dengan keadaan langit malam, Heeseung membuka tirai jendela kamarnya yang berada di lantai dua. Tidak ada cahaya rembulan yang biasanya mengintip di sela-sela pepohonan. Bintang-bintang juga tidak terlihat bercahaya.
"Pantas saja dingin, mendung sih." gumamnya seraya mengancingkan sweaternya.
Kemudian Heeseung berjalan menuju kasur bertingkat itu. Anak-anak panti yang sekamar dengannya sudah tidur sejak tadi, hanya Heeseung yang terlihat masih bugar.
Heeseung tetap tidak kunjung terlelap meski sudah berganti-ganti posisi tidur. Padahal tadi ia tidak mengonsumsi makanan atau minuman yang mengandung kafein.
Akhirnya Heeseung memutuskan untuk keluar dari kamar. Ia menuruni anak tangga secara hati-hati lalu membuka pintu utama bangunan itu dengan pelan.
Heeseung menghembuskan nafas lega ketika kakinya sampai di pelataran panti yang ditutupi rumput hijau yang segar. Ia duduk di salah satu bangku di sana, memejamkan mata seraya menikmati angin malam yang menyapa kulitnya.
Meski dingin setidaknya tubuh Heeseung merasa segar.
Heeseung membuka kelopak matanya paksa ketika suara mobil berdecit terdengar. Suara itu jelas berasal dari mobil yang di rem secara mendadak. Heeseung mengintip di antara pagar panti yang tertutup oleh berbagai tanaman herbal itu.
Heeseung melihat seorang pria paruh baya mengenakan jas lengkap yang terlihat mahal sedang berjalan tergesa-gesa mengambil tongkat golf dari bagasi mobilnya. Sesaat setelah pria itu pergi, Heeseung mengernyitkan dahi ketika melihat pelat nomor mobil itu.
Seperti tidak asing bagi Heeseung.
"Bukannya itu mobil Ayahnya Sunghoon?" gumam Heeseung.
Heeseung terus mengikuti ke arah mana pria itu pergi. Ketika tubuhnya menghilang di balik pagar yang ia buka secara paksa, Heeseung semakin penasaran.
"Untuk apa Ayahnya Sunghoon ke rumah Sunoo?"
Heeseung memutuskan untuk kembali ke bangku tempatnya duduk tadi. Tidak baik mencampuri urusan orang lain seperti ini.
Terlebih lagi Ayahnya Sunghoon terkenal sebagai orang yang berpengaruh di kota.
PRANG!!!
Suara benda pecah itu sukses membuat tubuh Heeseung terkesiap. Pemuda itu kembali melangkahkan kaki untuk mengintip di sela pagar panti. Tidak mungkin kan suara itu dari rumah Sunoo?
Rumah Sunoo jaraknya memang tidak jauh dari panti. Namun ada dua rumah lain yang berada di tengah-tengah. Itu berarti suara benda pecah itu setidaknya dapat mmembuat salah satu dari rumah di tengah mereka menyalakan lampu.
Tetapi dua rumah itu tetap gelap yang menandakan pemiliknya masih tertidur.
Jadi Heeseung menyimpulkan suara itu jelas dari rumah Sunoo.
Rasa penasaran Heeseung terjawab ketika Sunoo berlari tunggang-langgang ke arah panti. Heeseung segera membuka pagar panti ketika Sunoo menghadapnya dengan wajah sembab dan ada cipratan darah di piyamanya.
"Kak Heeseung tolong aku..."
"Ada apa?"
"Ayahku... Ayahku mungkin akan mati malam ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
When Winter Comes the Sunshine Freezes | Kim Sunoo
Fanfiction[COMPLETED] "Maaf, aku tak bisa menyinarimu lagi." "Lantas jika berdua menyakitkan? Apakah sendiri lebih baik?" Dosa masa lalu keluarga mereka membuat mereka dipaksa menanggung beban itu. Noda di atas kain putih jelas tidak bisa dihilangkan dengan m...