Matahari menyingsing, menerpa kedua wajah yang nampak tidak tenang dalam tidurnya itu. Kedua orang itu sama-sama mengerutkan kening ketika tidur, pikiran-pikiran buruk serta ingatan-ingatan menyakitkan itu terus mengusik tidur mereka tanpa henti. Entahlah semalam mereka bisa dikatakan terlelap atau tidak karena setiap beberapa menit sekali mereka terbangun meski hanya mendengar suara sekecil apapun. Tiba-tiba saja telinga mereka menjadi jauh lebih peka daripada biasanya.
Sang pemuda yang lebih dulu membuka matanya. Ia mengerjap beberapa kali sebelum tersadar saat tangannya yang kotor mengusap matanya. Ia menyipit menatap lengan hoodie miliknya lalu menoleh menatap si gadis yang masih tertidur di bahunya.
Sunoo menghela nafasnya. Semuanya menjadi rumit, hubungan mereka entah bagaimana menyebutnya. Sunoo dan Soora benar-benar melakukannya. Mereka membuat kain putih yang ternoda itu menjadi sepenuhnya berubah menjadi hitam. Tidak ada jalan untuk kembali karena mereka telah tersesat sejauh ini.
Dosa masa lalu keluarga mereka telah sepenuhnya berpindah di tangan Sunoo dan Soora. Dua remaja malang itulah yang pada akhirnya menanggung dosa tersebut.
Ini bukanlah akhir yang diinginkan Sunoo. Ia mencintai gadis yang masih tertidur disebelahnya, ia mencintai Ayahnya, dan ia juga mencintai Heeseung. Memang benar kata orang, cinta membuatmu buta. Kali ini Sunoo benar-benar terbutakan oleh cinta dan kasih sayang. Ia benci melihat semua orang tersayangnya pergi hingga akhirnya ia harus melakukan sesuatu hal yang seharusnya tak boleh ia lakukan.
Rasa bersalah Sunoo memang besar namun di sisi lain ia lega. Ia lega karena telah mengakhiri penderitaan seorang Park Sunghoon yang selama hampir dua puluh tahun hidup menjadi boneka ayahnya.
Heeseung dan Sunghoon sudah bahagia di atas sana. Mereka berdua telah resmi melepas kepenatan mereka selama di dunia. Lalu bukankah sekarang sudah waktunya Sunoo dan Soora untuk mengucapkan salam perpisahan pada dunia?
"Kak Sunoo?" panggil Soora dengan matanya yang masih mengerjap-ngerjap guna menyesuaikan intensitas cahaya yang masuk.
Meski gang ini sempit tetap saja sinar mentari tanpa malu berusaha membangunkan mereka. Benar, semalam mereka tidur di gang sempit ini. Dinginnya malam tadi tak mereka hiraukan meski rasanya menusuk hingga ke tulang. Mereka hanya bisa saling berpelukan untuk menghangatkan tubuh dan mengeratkan jaket untuk mengurangi rasa dingin.
"Ya?" jawab Sunoo lembut.
Suara Sunoo memang lembut dan penuh kehati-hatian tetapi sorot matanya jelas tidak bisa berbohong. Manik rubah itu sedang menahan sedih dan hati Soora jadi ikut sakit saat melihatnya. Air matanya lolos begitu saja membuat Sunoo kebingungan. Mengulurkan tangan, Sunoo menghapus air mata yang mengalir di pipi si gadis dengan ibu jarinya. "Ada apa?"
"Sakit sekali," isak Soora menyembunyikan wajahnya di dada Sunoo.
Tidak ada hal lain yang bisa Sunoo lakulan selain mengusap-usap punggung Soora. Sunoo tahu rasa sakit itu ada di mana tanpa perlu Soora katakan karena ia juga merasakan hal itu.
"Hari ini pemakaman kak Sunghoon."
Soora mengangguk.
"Tetap tidak mau datang?"
Soora menggeleng.
Sunoo menekan kedua bahu Soora agar gadis itu menjauhkan wajahnya dari dada Sunoo. "Aku tahu itu membuatmu semakin sedih tetapi mari kita lawan rasa itu selama beberapa saat. Kamu menemui kak Sunghoon dan aku menemui kak Heeseung. Bagaimana pun juga mereka adalah keluarga kita. Mereka akan sedih jika adik tersayangnya tidak mengucap salam perpisahan."
Ucapan Sunoo yang lembut tetapi sedikit bergetar itu membuat isakan Soora semakin terdengar. Gadis itu meraung, menangis tersedu ketika ingatan dimana kakaknya ia temukan tewas tempo hari. Wajah damai Sunghoon membuatnya semakin merasa bersalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
When Winter Comes the Sunshine Freezes | Kim Sunoo
Fiksi Penggemar[COMPLETED] "Maaf, aku tak bisa menyinarimu lagi." "Lantas jika berdua menyakitkan? Apakah sendiri lebih baik?" Dosa masa lalu keluarga mereka membuat mereka dipaksa menanggung beban itu. Noda di atas kain putih jelas tidak bisa dihilangkan dengan m...