Rumah besar nan mewah itu kembali sunyi setelah sang kepala keluarga kembali ringan tangan. Kedua anaknya kembali menjadi saksi bisu atas kekerasan rumah tangga yang terjadi untuk kesekian kalinya.
Sang kakak berusaha menutup mata sang adik sedangkan sang adik hanya bisa menangis mendengar suara sosok wanita yang melahirkannya itu kesakitan.
Kejam, jahat, keras kepala, otoriter, dan patriarki.
Semua itu ada pada Ayah mereka.
Setelah memastikan istrinya tak bisa berkutik, ia segera menarik lengan anak lelakinya, Park Sunghoon. "Untuk apa kamu menutup mata adikmu? Toh, telinganya tidak tuli." ucapnya keras seraya membawa pergi anaknya dari ruang keluarga, tempat di mana ia melakukan kekerasan.
Masalahnya sepele. Hanya karena istrinya ketahuan membaca buku feminisme, Park Seongwoo langsung naik pitam.
"Ibu..." lirih Soora menghampiri ibunya dan memeluknya erat.
Sang Ibu yang matanya nampak layu, berusaha untuk tersenyum. Ia segera menggendong anak bungsunya menuju kamar. Ia menidurkan putrinya perlahan lalu bertanya,
"Mau Ibu bacakan dongeng apa?"
Soora menggeleng. Air matanya masih menetes. "Soora cuma mau dipeluk."
Sang Ibu menurut. Meski hatinya masih hancur berkeping-keping, ia tak boleh terlihat lemah di depan putrinya. Sebagai Ibu, ia adalah panutan. Maka dari itu ia menyembunyikan air matanya dan segera mendekap tubuh mungil Soora.
Ketika ia telah memastikan bahwa Soora terlelap. Ia segera melangkahkan kaki telanjangnya untuk keluar rumah. Tidak sulit keluar rumah di malam hari seperti ini karena Seongwoo pasti sedang memberi kelas pada Sunghoon. Kondisi rumah yang sepi sangat membantunya untuk menyelinap keluar.
Sang Ibu yang baru saja mendapat beberapa pukulan itu melangkahkan kakinya menuju jembatan layang yang letaknya tak jauh dari rumah.
Matanya layunya menatap ke bawah. Di sana banyak kendaraan bermotor dan bus antar kota berlalu-lalang dengan kecepatan normal.
Ia menghela nafasnya.
Biasanya ia selalu tahan dengan semua ini tetapi entah mengapa malam ini ia merasa lelah. Fisiknya mungkin tahan banting tetapi mentalnya semakin hari semakin membusuk. Jika dibiarkan terus seperti ini, mungkin ia bisa gila.
Ia ingin pergi, bergabung bersama orang lain yang mungkin telah menemukan tempat yang indah.
Kata orang jika duniamu saat ini menyakitkan maka balasanmu suatu saat nanti adalah tempat yang indah.
Jika ia memutuskan untuk pergi sekarang, apakah Tuhan bersedia memberikan tempat yang indah itu padanya?
Namun, jika ia pergi, bagaimana nasib kedua anaknya?
Apakah Tuhan akan melindungi kedua anaknya dari iblis bernama Park Seongwoo itu?
Sejujurnya, apakah Tuhan itu ada?
Jika ada mengapa doanya, doa Sunghoon, dan doa Soora belum juga terkabul?
Apakah sesulit itu mengabulkan doa mereka yang hanya meminta kebahagiaan meski hanya beberapa detik saja di dunia ini?
Air matanya kembali turun. Saat itu ia telah memantapkan keputusannya. Kakinya terangkat, menaiki pembatas jembatan. Mungkin malam ini adalah saatnya ia pergi. Ia berharap semoga sang iblis menyadari kesalahannya setelah ia pergi dan mulai memperlakukan kedua anaknya seperti bagaimana orang tua normal diluaran sana memperlakukan anak mereka.
Saat ia memejamkan mata dan bersiap menyerahkan tubuhnya pada gaya gravitasi, tiba-tiba sebuah tangan melingkar dipinggangnya.
Ia menoleh menatap mata orang asing itu. Entah mengapa mata itu terlihat seperti mata rubah. "Lepaskan!"
"Tidak! Apapun masalah Anda, saya mohon, jangan bertindak sampai sejauh ini!" ucapnya seraya menarik paksa tubuh wanita itu dari pembatas jembatan.
"Kamu nggak tahu apa-apa tentangku, jangan ikut campur!"
"Saya memang tidak tahu apa-apa. Tapi coba Anda pikirkan sekali lagi, apakah ini jalan yang terbaik? Dan coba Anda pikirkan lagi, apakah Anda benar-benar sendiri di dunia ini?"
Mata rubah itu menatapnya memohon. "Di saat Anda ingin mengakhiri hidup seperti ini, diluaran sana justru banyak orang yang ingin bertahan hidup."
Entah mengapa saat itu kalimat sosok yang menolongnya sanggup menggerakkan hatinya.
Saat itu ia merasa bahwa akan jauh lebih baik baginya jika ia bersama pemilik mata rubah dihadapannya ini, dibanding bersanding dengan Park Seongwoo.
Sialnya sang waktu mempertemukan mereka di waktu yang salah.
Musim dingin yang sesungguhnya memang tidak datang pada mereka.
Namun jika mereka tahu bahwa perbuatan mereka membuat dunia kedua anak yang tidak tahu apa-apa menjadi diselimuti musim dingin, apakah mereka akan tetap melanjutkan dosa itu?
Tetapi ungkapan, cinta itu buta, benar adanya bukan?
END
220421Halo? Akhirnya buku ini selesai juga hehe ヾ(≧▽≦*)o. Terima kasih untuk kalian yang telah membaca buku ini dari awal sampai akhir.
Meski buku ini sepi, tetapi aku tetap merasa senang masih ada mau yang membaca dan vote ≧∇≦
Mau tanya dong, kesan kalian setelah membaca buku ini bagaimana?
Ada kritik dan saran? Silahkan komentar di sini ya, aku akan menerima dengan senang hati kok
(。’▽’。)♡Sampai jumpa di karyaku yang lain ya (っ´▽')っ
KAMU SEDANG MEMBACA
When Winter Comes the Sunshine Freezes | Kim Sunoo
Fanfiction[COMPLETED] "Maaf, aku tak bisa menyinarimu lagi." "Lantas jika berdua menyakitkan? Apakah sendiri lebih baik?" Dosa masa lalu keluarga mereka membuat mereka dipaksa menanggung beban itu. Noda di atas kain putih jelas tidak bisa dihilangkan dengan m...