10 : Jika Kamu Mempercayaiku Maka Aku Tidak Akan Ragu Lagi

124 28 13
                                    

Sunoo kecil menatap pintu ruang operasi nanar. Jemarinya yang telah diperban serta beberapa bagian tubuhnya yang diplester semakin menambah penderitaan anak itu. Sebagian tubuhnya mati rasa begitu pula hatinya.

Heeseung setia duduk di samping Sunoo, menemani anak itu yang tak bisa lagi menangis. Air matanya telah kering dan suaranya menjadi serak karena menangis meraung sejak tadi.

Tangan Heeseung terulur membelai surai hitam itu. Heeseung tidak bodoh, ia tahu bahwa Ayah Sunghoon tadi jelas mengancamnya dengan menggunakan Sunoo. Saat pria itu hendak melakukan kegiatan yang lebih gila lagi, teleponnya telah berdering lebih dulu. Air mukanya langsung berubah setelah menerima telepon di seberang sana, ia lalu menelepon orang lain yang ia suruh untuk menutup mulut Heeseung dan Sunoo serta membawa Ayah Sunoo ke rumah sakit. Setelahnya pria itu pergi seraya membawa Sunghoon seolah tidak pernah terjadi apapun di dalam rumah sederhana itu.

Jadi di sinilah mereka berakhir, di rumah sakit yang mana menjadi sogokan untuk tutup mulut. Heeseung sempat memberontak dan mengancam akan melapor pada polisi dengan semua bukti yang ada tapi saat itu juga ia diingatkan bahwa keluarga Park bukanlah orang sembarangan.

Kalaupun bukti yang ia miliki cukup kuat untuk menghakimi Ayah Sunghoon tetap saja seseorang yang berkuasa akan memenangkan persidangan. Tatanan dunia memang selucu ini, makanya Heeseung paham bahwa mencari orang baik di dunia yang fana ini sulit.

Heeseung memegang prinsip untuk dirinya sendiri, jika ia tidak menemukan orang baik maka ia yang akan menjadi orang baik itu.

Prinsip Heeseung berlaku untuk semua orang yang ia temui kecuali keluarga Park. Ia bersumpah akan melindungi Sunoo dari keluarga iblis itu. Sekalipun ia harus memutuskan ikatan dengan teman baiknya, Park Sunghoon.

Sunoo mendongak menatap Heeseung. "Ayahku, apa ia akan selamat?"

Meski ragu Heeseung tetap mengangguk. "Dokter itu orang yang hebat, ia pasti bisa menyelamatkan Ayahmu."

"Tadi Ayah berkata bahwa aku akan memiliki Ibu baru. Harapan itu benar-benar membuatku bahagia tetapi kejadian selanjutnya jauh sekali dari apa yang pernah kubayangkan selama ini." tuturnya seraya menatap jemarinya yang mungkin saja suatu saat tidak akan lurus seperti beberapa jam yang lalu.

Hati Heeseung terluka mendengar anak seceria Sunoo berubah sendu seperti ini. Harapan itu memang berbentuk abstrak dan tidak tampak, tetapi ketika diyakini lalu dijadikan sugesti agar terwujud akan membuat seseorang percaya bahwa hari yang indah itu ada.

Harapan itu adalah bentuk dasar dari kepercayaan pada sesuatu yang diinginkan lalu ketika harapan itu tiba-tiba direnggut, rasanya seperti tsunami yang menyapu daratan. Heeseung paham bahwa dunia sosok mungil disampingnya ini sedang runtuh. Mungkin Sunoo akan kesulitan menatap hari esok setelah ini.

"Bagaimana jika Ayahku meninggal hari ini?"

Pertanyaan Sunoo membuat kejutan listrik di otak Heeseung. Ia mengernyit menatap Sunoo dan anak itu berkata. "Aku tahu ucapanku tidak pantas tetapi bagaimana jika itu benar? Apa aku akan sendiri?" tanyanya dengan pandangan kosong.

"Ada kak Heeseung," jawab Heeseung lirih. "Kamu bisa mengandalkan kakak."

"Kak Heeseung ragu,"

Heeseung tidak menjawab. Sunoo benar, ia masih ragu. Sudah belasan tahun Heeseung hidup di panti dan selama itu pula ia tidak memiliki seseorang yang siap ia lindungi. Rasa kekeluargaan memang ada tetapi Heeseung masih menjaga garis teritorialnya untuk membatasi orang lain memasuki wilayahnya.

When Winter Comes the Sunshine Freezes | Kim SunooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang