Aku bangun dengan sekali hentakan, nafasku memburu, keringat bercucuran dan kepalaku sakit. Aku melihat sekeliling, tidak ada siapa-siapa, aku tidak punya siapa-siapa. Aku kembali berbaring dan menenangkan diriku.
Aku melihat jam dinding diatas pintu, hampir tengah malam. Rumah sakit sangat sunyi di tengah malam, ditambah lagi banyak cerita yang dibuat-buat untuk menakut-nakuti.
Jujur saja, aku lelah terus keluar masuk rumah sakit. Aku menjadi beban untuk keluargaku yang bahkan tidak pernah menjengukku. Mereka hanya membiayai pengobatan ku, kemudian mengabaikan ku. Aku tidak punya alasan untuk hidup, keluarga yang tidak acuh, lingkungan yang buruk, bahkan teman-teman yang hanya menjadi lintah.
Aku melihat kearah jendela, melihat langit malam yang dipenuhi bintang. Kemudian dalam persekian detik aku melihat bintang jatuh, aku langsung memejamkan mataku dan berharap.
"Bintang penyampai harapan, aku harap, aku bisa menjadi orang lain, bukan Ghea Prawiranegara."
Aku membuka mataku, kemudian tersenyum. Perlahan aku tertawa, apa yang aku pikirkan, berharap pada bintang?
Tok tok tok
Aku melihat kearah pintu, seorang pria berbaju serba putih berdiri di sana, tersenyum. Apa itu malaikat? Apa aku akan mati? Jika ya, akhirnya aku tidak perlu tersiksa dengan penyakit ini. Ah tapi apa aku sudah siap untuk mati? Masih banyak yang belum aku lakukan. Aku melihat pria itu, kemudian aku bersuara,
"Siapa kamu?"
"Aku? Aku yang bisa mewujudkan keinginanmu." Ucapnya, perlahan dia berjalan mendekatiku. Saat cahaya bulan menyorotinya, aku dapat melihat wajah pria itu dengan lebih jelas. Alis tebal, wajah yang tegas, rambutnya yang hitam berkilauan.
"Keinginanku?" Aku mengerutkan kening, keinginanku yang mana? Aku sudah terlalu banyak berkeinginan sampai lupa apa yang aku paling inginkan.
"Yang baru saja kamu minta, kamu ingin bisa hidup sebagai orang lain."
Pria itu berdiri di sampingku, kemudian mengelus wajahku. Tangannya dingin, membuat aku tenang dan rileks, rasanya semua sakit di tubuhku hilang. Aku memejamkan mataku, menikmati bagaimana tangannya menjelajah wajahku, menyentuh hidungku, mencubit pipiku dan menarik bibirku agar tersenyum. Saat tangannya melepas wajahku, aku membuka mata dan melihat wajah pria itu sangat dekat. Aku kaget dan refleks memundurkan kepalaku tenggelam ke dalam bantal.
"Bisa kamu menjauh, aku tidak nyaman." Aku mendorong wajah pria itu. Kepalanya mundur, dia kembali berdiri dengan tegak. "Bagaimana bisa kamu mewujudkannya?"
"Aku akan mewujudkan keinginanmu, tapi kamu harus memilih, apakah kamu akan memilih ingatanmu atau kamu akan memilih tubuhmu. Jika kamu memilih ingatanmu, maka aku akan memberikanmu tubuh baru dengan ingatanmu yang saat ini. Jika kamu memilih tubuhmu, maka aku akan menghapus ingatanmu dan mengubah identitas mu."
Terdengar sulit, jika aku memilih tubuhku maka aku mungkin akan tetap sakit-sakitan. Jika aku memilih ingatanku, aku ragu tentang kehidupanku yang di manja ini, akan menjadi seperti apa.
"Tidak perlu banyak berpikir, mau atau tidak?" Tanya pria itu.
"Aku pilih ingatanku." Ucapku dengan cepat, aku tidak boleh melewatkan kesempatan ini. Semoga ini bukan mimpi.
Pria itu mendekatkan jari telunjuknya ke keningku, aku menatap wajah pria itu, sebuah perasaan yang familiar tiba-tiba menyelusup ke hatiku. Setelah itu pandanganku kabur, aku melihat cahaya yang menyilaukan.
***
Aku berjalan melewati lorong kelas, aku dapat melihat siswa-siswa yang sudah duduk dengan rapih dan berusaha fokus belajar. Sesekali aku melihat ke depan, memastikan aku tidak tertinggal oleh wali kelasku. Saat melewati cermin, aku tersenyum, orang yang ada di cermin itu benar-benar bukan aku. Matanya sipit, sangat oriental, rambutnya panjang hitam tergerai dengan jepit berbentuk pita yang menahan poninya agar tidak menghalangi mata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rose (Kumpulan Cerita)
RandomKumpulan cerita 1 chapter yang melintas di pikiranku. Tentang negeri imajinasi, tentang action yang aku pendam, tentang takdir dan nasib. Aku tulis disini. 27 November 2020