.
.
.Gue Lika Zulaikha, dan sekarang gue udah menerima diri gue apa adanya.
Gue sadar; sekarang dan selamanya, Ranu akan tetap sulit gue gapai. Ranu gak akan mungkin jatuh cinta sama gue. Ini realita, dan gue mau berhenti berharap sama sesuatu yang emang gak akan mungkin terjadi.
Gue harus sadar dan berhenti halu.
Ranu; Lo mungkin udah nyakitin hati gue, meski tanpa lo sadari. Dan, sekarang gue berterima kasih untuk hal itu.
Karena lo, gue tahu rasanya jatuh cinta. Karena lo, gue juga tahu rasanya patah hati. Gue bersyukur, karena tahu kebenaran ini sekarang. Entah apa yang akan terjadi kalo gue gak pernah tau semua ini. Mungkin selamanya, gue gak akan pernah bangun dari mimpi gue.
Gue tersenyum mengingat betapa bodohnya gue selama ini.
"Gak perlu disesali Lika, cukup gak usah diulangi aja. Gak apa." batin gue.
Foto-foto Ranu di galeri sudah gue hapus (kecuali sebuah foto saat kita berdua). Gue gak rela hapus foto itu, karena bagaimanapun, itu adalah momen satu-satunya gue bisa berdua sama Ranu. Gue akan selalu simpan, sebagai salah satu kenangan manis saat SMA. Beruntungnya, gue belum sempat cetak foto itu, jadi cukup disimpan di galeri aja.
Gak cuma foto-foto Ranu sih, melainkan semua foto bias pun gue hapus. Sudah gue bilang sebelumnya, gue gak mau berkhayal berlebihan lagi.
Foto-foto bias di dinding kamar baik yang besar maupun kecil, sudah gue copot dan bakar. Gue ganti dengan foto gue, ibu, dan ayah.
Kenapa gue juga harus lupain bias-bias gue? Sebab, selama ini gue salah dalam mengidolakan seseorang. Gue mengidolakan mereka cuma karena mereka punya fisik yang WAW. Lalu, berakhir lah gue jatuh cinta sama mereka dan nge-halu pengen punya pasangan yang wajahnya ganteng kayak mereka.
Itu salah dan berlebihan. Karena terlalu sering kepo-in bias-bias gue, akhirnya gue ngelupain banyak hal penting dalam hidup gue.
Gue sering lupa salat, lupa belajar, bahkan selalu nunda-nunda perintah orang tua.
Sekarang, fokus gue cuma satu; membahagiakan orang tua.
Gue mau jadi anak yang baik. Gue gak mau bikin ibu darah tinggi karena sikap malas gue.
Gue harus bangun! Gue harus berubah! Gue gak boleh jadi pemalas lagi.
Tersenyum lega. Gue keluar dari kamar, hendak membantu ibu yang sedang menyiapkan dagangannya.
"Bu, apa yang perlu Lika bantu?" tanya gue mendekati ibu yang sedang sibuk memotong lontong.
"Ada pesanan hari ini, lumayan banyak, nanti kamu bantu anterin aja ya?"
Gue tersenyum sambil memberi hormat. "Siap, Bu!" ucap gue dengan semangat '45.
Ini hari Minggu. Hari yang biasanya selalu gue habiskan dengan rebahan seharian sambil berseluncur di media sosial, kini telah berbeda. Lebih menyenangkan pastinya.
"Kamu udah mandi?" tanya ibu saat baru menyadari penampilan rapi gue.
"Udah dong." jawab gue, dengan cengiran lebar menyerupai kuda.
"Nah, gitu dong, kan cantik kalo begini," ibu tersenyum bangga melihat perubahan gue setelah patah hati.
"Cantik? Beneran Bu, Lika cantik?"
"Ya iyalah. Emang pernah ada yang bilang kamu jelek?"
Enggak sih, cuma kebanyakan orang bilang kalo gue ini biasa aja. Berarti, jelek enggak, cantik juga enggak dong, tapi kemungkinan kayaknya lebih banyak jeleknya deh.
"Nak, cantik itu gak harus tentang fisik. Cantik gak selalu yang ramping, kulitnya putih, atau hidungnya mancung," kata ibu.
"Tapi kebanyakan, standar masyarakat kan gitu, Bu."
"Ah, gak juga. Buktinya; banyak juara ajang kecantikan di dunia yang kulitnya hitam. Wanita yang dinilai cantik di Indonesia, belum tentu cantik di Afrika. Yang cantik di Korea, belum tentu cantik di Yordania. Dan selalu seperti itu. Setiap orang berhak menentukan standar kecantikan mereka, tapi jangan lupakan bahwa setiap wanita juga berhak merasa cantik atas diri mereka."
Ucapan barusan keluar dari mulut ayah, yang kini sedang merangkul gue dengan senyuman hangatnya.
"Kamu cantik, Nak. Jadi, gak ada alasan buat minder lagi." kata ayah.
Gue mendongak sambil tersenyum, lalu memeluknya.
Gak masalah. Gak masalah meski cinta gue bertepuk sebelah tangan. Gak masalah meski kedua sahabat gue nge-jauhin gue. Yang penting, orang tua gue selalu ada dan selalu dukung gue dalam keadaan apapun. Hal itu sudah lebih dari kata cukup. Gue yakin, hidup gue akan selalu baik-baik aja selama ada dukungan dari mereka.
Lika si pemalas, selalu insecure, dan hobi nge-halu... gue ucapkan selamat tinggal untuk semua sifat buruk itu.
Lika Zulaikha sudah berubah. Lika Zulaikha sudah bangun dari mimpinya.
Gue cuma perlu yakin dan terima diri gue sendiri, maka gue pasti bisa jadi manusia yang lebih baik lagi.
Ayo Lika, wake up!
-Tamat-
Ending yang sangat garing, wkwkwk. But gak apa deh, yang penting bisa ending. Segini sudah lebih dari Alhamdulillah....
KAMU SEDANG MEMBACA
Always Insecure✓
Teen FictionKatanya... cantik gak selalu tentang fisik, tapi nyatanya? • Cover by canva