BAB 6

31 6 33
                                    

RADA.RINDU

Obat rindu itu hanya pertemuan. Jadi, ayo bertemu untuk sekiranya memgobati rindu ini. Meski sudahnya, aku harus kembali menanggung rindu.

ΦΦΦ

Aku kembali menyusuri jalanan untuk sampai menuju rumah. Rasanya melelahkan, padahal aku tidak melakukan apa pun. Keliru, hatiku yang sedang lelah, Bim. Andai saja tidak ada siapa pun kecuali aku, mungkin aku sudah berteriak sekencang mungkin. Berteriak aku merindukan Bima.

“Kakak, ini untuk Kak Lea.” Seorang anak perempuan menghampiriku secara tiba-tiba sambil memberikan secarik kertas dan setangkai mawar putih.

“Untuk Kakak dari—” Anak perempuan itu pergi sebelum aku menyelesaikan kata-kataku. Aku kemudian membuka kertas itu.

Lea, cepatlah pulang. Sesuatu menunggumu di rumah. Kamu pasti akan senang. Aku tunggu, ya.

Begitulah isi dalam kertas tersebut. Aku mengernyitkan alis, memangnya ada apa di rumah? Apa yang akan membuatku senang nantinya? Karena tidak ingin terus dalam pertanyaan, aku segera melangkahkan kaki, sebentar lagi aku akan sampai rumah. Entah apa yang terjadi di rumah aku tidak tahu.

Setelah sampai di depan rumah, tidak ada apa pun yang dapat aku lihat. Sepi, begitulah kelihatannya. Ayah pasti belum pulang bekerja, ibu entah dirumah atau menjaga toko kue-nya, dan Bang Farraz sedang kuliah.

Aku menarik nafas, mungkin memang tidak ada apa-apa. Jadi, tidak ada yang perlu aku tunggu. Entahlah, aku pusing memikirkannya. Tidak ingin ambil pusing, aku membuka pintu sebelum akhirnya sesuatu memang terjadi.

Surprise!” seru Ayah, Ibu, Bang Farraz, Laras dan ... oh semesta, orang tua Bima—Tante Nayya dan Om Fadil. Tapi tidak ada Bima di sana.

“Ini ... .” Hanya kata itu yang keluar dari mulutku. Aku tidak tahu harus mengatakan apa, aku menutup mulutku tidak percaya.

Happy birthday's,” seru mereka lagi bersamaan. Lalu mulai menyanyikan lagu Selamat Ulang Tahun milik Jamrud sembari bertepuk tangan dengan diiringi alunan musiknya. Aku benar-benar tidak bisa mengatakan apa pun lagi. Semua ini membuatku haru-biru. Namun ditengah semua itu, aku mencarimu, Bim. Tapi ternyata kamu tidak ada. Kamu tidak datang bahkan tidak ingat pada hariku.

Kamu sebenarnya kemana, Bim. Orang tuamu saja ada di sini, lalu kamu kemana? Apakah kini rutinitasmu begitu sibuk sampai menyita seluruh waktumu? Benarkah, Bim?

Setelah lagunya sudah selesai, mereka menyanyikan lagu yang lain. Lagu yang mengintruksikan agar aku meniup lilin dan memotong kuenya. Dengan diapit oleh Ayah dan Ibu, aku menatap mereka bergantian lalu meniup lilinnya setelah sebelumnya membuat wish.

“Ayo, Lea, potong kuenya!” intruksi Laras. Aku memotong kuenya. Memberikan potongan pertama pada Ibu, Ayah kemudian yang lainnya.

“Ras, kok kamu nggak bilang sih kalau ke sini,” kataku. Karena baru saja kami bertemu. Tapi Laras sudah lebih dulu di sini.

“Kalau dikasih tau, namanya bukan surprise, Alea,” ujar Laras. Semuanya tertawa.

Mereka kemudian memelukku satu per satu sembari memberikan untain doa yang aku aamiin-kan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 26, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bima & AleaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang