31 Revisi

733 95 13
                                    

Hira

Aku telah membuktikan, serangan psikologis dalam bentuk verbal, begitu menyakitkan.

Pertama, komentar buruknya tentang usaha keluargaku. Kedua, ketidaksenangannya terhadap cara Paman mendidikku.

Tidakkah Jakti mensyukuri dirinya sendiri bahwa aku yang sekarang adalah hasil didikan Paman dan Tante. Dia tinggal memetik hasilnya. Tentu dengan segala penerimaannya atas kekurangan-kekuranganku.

Dan salah satu kekuranganku adalah, tak mampu mengendalikan diri dengan baik. Aku harus mulai belajar melakukan ini.

****

Keluarga Dirga, aneh. Pengecualian dari cerita keluarga kaya yang banyak diceritakan di sinetron. Hubungan yang tak harmonis, tapi tak ada persekongkolan rebutan harta, malah saling lari menjauh tak mau mengurus bisnis keluarga. Masing-masing hanya mau mengelola yang sesuai passionnya. Bahkan, Jakti mendirikan perusahaan sendiri. Tak mau mendompleng nama besar keluarga.

Namun, sekalinya ada di sana, kuku-kukunya menancap tajam. Kelakukan Jakti di kampus, misalnya. Benar-benar Firaun. Firaun pengecut.

Sudah waktunya Jakti membuka mata bahwa kediktatorannya di posisi yang tak tepat mengganggu banyak orang.

Jika saja dia dan saudaranya cukup berani memasang nama keluarga di jajaran pengurus Yayasan, mungkin orang akan paham mengapa harus ada pergantian struktur kampus meski melanggar prosedur. Karena mereka berhak menempatkan orang yang mau diatur dan dikendalikan sesukanya. Namun, jika itu dilakukan oleh seorang Ketua Ikatan Alumni, terasa aneh. Itulah mengapa terjadi ketidakpuasan di kalangan bawah.

Di perusahaan, itu beda lagi. Nama mereka terpampang jelas sebagai dewan komisaris. Mau menjewer jajaran direksi atau memecat Andre, sah-sah saja.

Jangan-jangan, saat sekolah dan kuliah, dia tak pernah ikut organisasi? Cuma ikut ekskul wajib Pramuka dan ngerasa puas dapat nilai B min.

****

Ujian sidang berjalan lancar. Aku keluar dari ruangan tanpa ikut berfoto dengan beberapa teman dan adik kelas.

****

Jakti

Kulihat Hira keluar ruang sidang. Aku sudah menyiapkan kejutan untuknya. Hanya berdua.

Dia berjalan dengan langkah pelan.

Berbeda dengan yang lain. Begitu keluar diserbu teman dan adik kelas, mendapatkan ucapan selamat dan pelukan hangat, dikalungi selendang dan diberi gift.

Tak ada satupun yang mendekati Hira. Apalagi mengajaknya foto bersama. Mengabadikan momen indah satu langkah kecil perjuangan hidup.

Aku tersenyum dari kejauhan. Dari dulu, dia penyendiri.
Hingga sebuah suara mendengung, ' ... Lakukan apa yang mau kamu lakukan. Seperti biasanya. Tanpa harus berpikir bahwa itu mungkin berdampak pada banyak orang.'

Aku terhenyak. Apakah itu karena AKU? Apakah orang-orang menjauhi Hira karena ketakutan padaku?

Jika iya, ini tidak benar. Ya Tuhan, aku memang terlahir buruk. Sangat buruk. Dampak buruk ini harus juga ditanggung orang-orang terdekat. Orang yang paling aku sayang, sangat.

****

Kami berada di sebuah restoran asing. Aku sengaja menyewa private room yang dihias secantik mungkin untuk menyambut hari spesialnya. Kupasang selendang bertuliskan nama dan gelar sarjana miliknya.

"Selamat, ya. Kamu istimewa."

"Terima kasih." Hira tersenyum kecil saat menerima kue tart mini yang kupesan khusus untuknya, bertuliskan kata-kata indah, merayakan kelulusan sidang.

PENGANTIN KECILTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang