"Rey, pokoknya aku gak mau tahu, kamu harus jemput aku sekarang!" Suara seorang gadis tengah marah-marah di ujung telpon.
Reynan hanya bisa geleng-geleng kepala mendengarnya. Sudah kesekian kalinya pacarnya bersikap seperti ini.
"Rey! Kamu masih di sana, 'kan?"
"Iya ... " jawab Rey malas.
"Buruan jemputnya! nggak pake lama, udah panas banget ini."
"Luna, aku masih ada janji sama dosen pembimbingku. Kamu bisa kan minta tolong Mang Jaja?" Reynan mencoba bersabar menghadapi tingkah Luna yang masih kekanak-kanakan.
"Nggak mau, pokoknya aku maunya kamu, titik."
Sambungan telpon terputus, Reynan sudah terbiasa diperlakukan seperti ini. Luna selalu semaunya sendiri, hubungan yang terjalin selama dua tahun terakhir membuat Reynan seringkali kewalahan, bahkan seringkali Luna merengek atau merajuk karena hal sepele.
****
"Maaf, lama menunggu, Pak Hendro ... ."
Belum sempat Reynan meneruskan ucapannya, Luna langsung bergegas masuk ke dalam taksi yang ia pesan.
Tanpa berkata apapun Luna malah meninggalkan Reynan sendirian.
"Shit ... !" Reynan memukul kemudi motornya kesal.
Tidak hanya satu kali Luna memperlakukan Reynan seperti ini, tetapi masih saja Rey mempertahankan hubungan mereka. Baginya dua tahun bukanlah waktu yang singkat untuk membuatnya bertahan.
"Maaf, bisa antar saya ke alamat ini?" Seorang wanita menghampiri Reynan dan menyodorkan sebuah kertas.
Reynan melihat wanita di depannya takjub, terdiam tak bisa berkata apa-apa.
"Kamu ojek, 'kan?" tanya wanita itu memastikan.
"I-i-iya," jawab Reynan gugup.
Wanita itu langsung membonceng tanpa basa-basi, Reynan pun segera melesat melajukan motornya ke alamat yang dituju.
Sepanjang perjalan mereka terdiam, Reynan masih berusaha mengontrol hatinya yang emosi karena Luna. Perilaku kekasihnya kali ini sungguh membuat Reynan naik darah. Merasa tak dihargai sebagai seorang lelaki, terutama sebagai kekasihnya.
Reynan berhenti tepat di depan sebuah rumah yang baru saja berpenghuni. Terlihat banyak barang di depan rumah.
"Makasih ya, berapa ongkosnya?"
Reynan membuka helmnya."Nggak usah Tante, aku bukan tukang ojek, lagian rumahku juga di samping rumah Tante." Reynan menunjuk rumah sebelah.
Wanita itu sangat terkejut, tidak menyangka bila ia salah. Betapa malunya mengira Reynan adalah tukang ojek.
"Ya ampun, maaf-maaf aku tidak tahu." Tersenyum, membuat Reynan semakin terpanah melihatnya.
"Gak apa-apa Tante, kita tetangga sudah sepantasnya saling membantu. Oh, iya Tante, kenalin aku Reynan."
"Nameera."
"Cantik," ujar Reynan lirih.
"Kenapa?"
Reynan langsung salah tingkah, ternyata wanita cantik di depannya mendengar ucapannya yang pelan.
"Aku ... cuma kagum aja Tante."
"Kagum?" Nameera memicingkan matanya melihat ekspresi Reynan yang berlebihan.
"Kagum sama rumah Tante," jawabnya asal.
"O... Kalau mau main boleh, tapi masih berantakan, Tante masuk dulu ya, masih banyak yang harus dirapikan, baru pindahan tadi pagi. Terima kasih banyak untuk tumpangannya." Nameera tersenyum.
"Kalau butuh bantuan, panggil Rey aja Tan, gak usah sungkan," tawarnya.
"Iya, makasih ya." Nameera meninggalkan Reynan.
Pemuda itu masih saja memperhatikan Nameera dari kejauhan, ada perasaan aneh yang menjalar, tetapi tak tahu apa itu, apakah ini hanya sebuah pelampiasan rasa ? ataukah hanya sebuah rasa rindu kepada sebuah kehangatan keluarga.
****
Malam hari bertabur bintang, Reynan duduk di teras sembari memetik gitar kesayangannya. Menyanyikan lagu cinta favorit, membuatnya terlarut dalam nadanya.
Bahkan ia lupa dengan kekasihnya Luna, baginya Luna yang sedang merajuk tidak penting lagi. Terlalu sering ia seperti itu, hingga membuat Reynan jengah.
"Berpacaran dengan ABG hanya menguras waktu, mereka labil dan selalu menyusahkan. Mungkin berpacaran dengan wanita dewasa akan lebih menantang dan pasti lebih pengertian," ujar Reynan lirih.
Tangannya masih saja memetik gitar, memainkan melodi akustik membuatnya terbuai dengan suasana malam yamg hening.
"Rey, bisa tolongin Tante sebentar."
Suara Nameera membuat Reynan terjingkat, ia khawatir bila Nameera mendengar ucapannya barusan.
"Bi-bisa Tante."
Reynan langsung mengikuti langkah Nameera. Ini pertama kalinya Rey masuk ke rumah yang sejak satu tahun yang lalu kosong, semenjak pemiliknya pindah ke kuar negri.
Ruang tamu sudah tertata rapi, banyak bingkai foto yang terpasang, Reynan tertuju pada satu foto yang terpasang, foto Nameera bersama seorang lelaki yang tampak gagah.
"Tan, itu siapa?" Tunjuk Reynan pada foto yang terpampang di sudut dinding.
"Dia suamiku, tapi ... ."
"Tapi kenapa Tan?" tanya Reynan penasaran.
"Sudahlah, itu tidak penting."
Reynan merasa penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi, bahkan ia semakin penasaran dengan sosok Nameera. Wanita itu seperti menyimpan banyak misteri, membuatnya semakin tertantang untuk mengenal sosok Nameera lebih jauh.
Nameera melanjutkan langkahnya menuju dapur dan diikuti Reynan.
"Rey, lampu di dapur putus, bisa minta tolong ganti lampunya?" Nameera menunjuk Dapur yang gelap gulita.
"Siap, Tante."
Nameera mengambilkan lampu ganti dan menuju dapur bersama Reynan.
Belum ada sepuluh menit, lampu sudah terpasang, dapur kembali dalam keadaan terang. Perkakas dapur milik Nameera masih terlihat berantakan, Wajan, panci, serta piring-piring kotor masih berantakan di wastafel, membuat Nameera malu.
"Wah, makasih ya Rey, maaf dapurnya berantakan," ujar Nameera.
"Sama-sama Tante, aku senang bisa membantu."
Saat mereka mengobrol, tiba-tiba saja terdengar suara pintu digedor-gedor dari luar. Nameera dan Rey segera keluar berbarengan.
Membuka pintu dan melihat seorang lelaki bertubuh tegap tengah berdiri di depan rumah Nameera.
Rey nampak was-was, begitupun Nameera, ia tidak menyangka lelaki yang amat dicintai sekaligus dibenci, kini hadir di depannya.
"Owh, jadi ini alasan kamu meminta pisah dariku!"
"Iya," jawab Nameera.
Reynan kaget mendengar jawaban Nameera. Melihat perempuan di sampingnya terlihat penuh kesedihan saat bertemu suaminya.
"Tan, sebaiknya aku pulang saja," ujar Reynan merasa tak enak.
"Kamu tetap di sini." Nameera menahan tangan Reynan, memohon agar tetap tinggal.
Bram, suami Nameera geram melihat istrinya yang malah menahan Reynan. Tatapannya penuh amarah, melihat pemuda di depannya.
"Kamu bisa pergi sekarang!"
Marah, Bram melepas tangan Reynan dan membawa Nameera masuk ke dalam rumah dengan kasar, sedangkan Reynan tak mampu berbuat apa-apa. Hatinya iba melihat wanita yang baru dikenalnya diperlakukan kasar oleh suaminya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love You Tante Cantik (Revisi NOVEL cetak)
RomanceReynan yang tengah jenuh menghadapi hubungannya dengan kekasihnya, bertemu dengan seorang wanita dewasa yang berhasil memikat hatinya. Bagaimana kisah perjalanan asmara keduanya? Luna atau Nameera yang akan dipilihnya?