BAB 3

2.9K 57 0
                                    


Turun dari mobil, Reynan di sambut Luna dengan tatapan penuh selidik. Melihat mobil sedan silver yang melesat pergi membuatnya curiga. Sedangkan Reynan masih cuek saja berjalan menuju ruang dosen.

Luna berjalan mengikuti Reynan."Rey, siapa yang nganterin kamu?" Luna kesusahan mengimbangi langkah Reynan.

Rey masih asik berjalan mengabaikan Luna, dengan santainya menaiki tiap anak tangga tanpa menggubris pertanyaan Luna.

"Rey ... !!!" Luna menahan tangan Reynan.

"Ada apa sih, Lun?" Reynan menoleh, melihat mata Luna yang berkaca-kaca. Wajahnya tampak memelas, membuat Reynan menghentikan sejenak langkahnya.

"Nih tisu, usap air matamu. Aku paling gak suka lihat cewek nangis." Reynan menyodorkan sebuah tisu.

Luna mengusap ujung kelopak matanya yang berair."Rey, aku minta maaf."

"Maaf untuk apa?" Rey mengalihkan pandangannya, ia tidak ingin tertipu dengan wajah Luna yang memelas.

"Soal kemarin ... " Luna menggigit bibir bawahnya. Ia sadar bahwa dirinyalah yang salah.

"Udah aku maafin." Reynan masih cuek.

"Udah maafin kok, jutek gitu." Luna cemberut.

"Lun, aku mesti ketemu pak Hendarto buat revisi beberapa bab. Jadi aku minta tolong, bersikaplah dewasa." Reynan masuk ke dalam ruang dosen.

Mendengar ucapan Reynan, Luna berasa tersambar petir. Sosok Reynan terasa berbeda dengan Reynan yang dulu ia kenal.

"Rey, kamu berubah." ucapan Luna terdengar lirih, gadis yang selisih satu tingkat dengan Reynan itu merasa diabaikan.

****
Keluar dari ruang dosen, wajah Reynan terlihat berbinar. Akhirnya ia hanya menunggu tanggal untuk sidang. Berarti kesempatannya untuk mendekati Nameera semakin terbuka lebar.

Berjalan menuruni anak tangga, Reynan merasa perutnya lapar. Berbelok menuju kantin, Reynan berjalan dengan santainya. Banyak pasang mata yang mengawasinya, gadis-gadis centil yang seringkali menggodanya.

"Kak Rey, sendirian aja, pengawalnya mana Kak?" sapa seorang gadis cantik bertubuh langsing.

"Pengawal apaan, Teroris kali kudu dikawal." ujar Reynan acuh.

"Ish, Kak Rey, aku serius. Biasanya kan barengan mulu ama Kak Luna, nempel kayak perangko."

"Oh Luna? Kamu nyari dia? Mau aku telponin?"

"Ish, Kak Rey ... "

Reynan tertawa melihat ekspresi adik tingkatnya, merek itu seringkali merengek manja tetapi tidak serta membuat Rey terpikat dengan kemanjaan mereka, yang ada malah membuatnya ilfeel. Cukup hanya ada satu Luna, jangan sampai ada Luna_Luna yang lain.

****

Malam hari Reynan bermain gitar di teras rumah. Sendirian di rumah, seringkali membuatnya jenuh. Kedua orang tuanya terlalu sibuk dengan urusan bisnisnya. Meakipun berasak dati keluarga mampu, tidak serta merta membuat Rey berfoya-foya. Ia lebih senang menghabiskan waktu di rumah ketimbang kumpul-kumpul gak jelas. Paling hanya keluar berasam Luna menemaninya jalan ke mall.

Tampak mobil Nameera memasuki pekarangannya. Reynan berdiri, menaruh gitarnya berjalan memasuki area pekarangan rumah Nameer dari samping.

"Malam Tante ... " Reynan menampilkan senyum terimutnya.

"Kamu Rey?" Nameera menutup pintu mobil, wajahnha terlihat sangat lelah, namun tak mengurangi kadar kecantikannya.

"Iya..." Rey tersenyum menampilkan deretan gigi putihnya.

"Kamu udah makan? Tante bawa banyak makanan. Kita makan sama-sama," ajak Nameera.

"Okey Tan, sini aku bawain." Reynan merebut barang bawaan Nameera, membuat wanita itu tersenyum simpul melihat tingkah pemuda di sampingnya.

Reynan menunggu di teras rumah, enggan rasanya bila ia masuk ke dalam rumah. Tidak etis rasanya seorang wanita dan lelaki berfua di dalam rumah. Apalagi mereka tak mempunyai ikatan,  takut setan tiba-tiba menggoda, Karena Reynan juga lelaki normal yang bisa tergoda kapanpun juga.

"Rey, ini susu sama rotinya." Nameera keluar membawa sepiring roti coklat dan dua cangkir susu.

"Wah makasih, Tante." Rey langsung mengambil sebuah roti coklat dan menguyahnya.

"Tan, tahu nggak? Bentar lagi aku bakalan sidang skripsi, tinggal nunggu tanggalnya, terus nunggu buat di wisuda."

"Terus?" Nameera menoleh, melihat Reynan yang terlihat menikmati Roti coklat pemberiannya.

"Hei, makannya pelan-pelan, lihat coklatnya belepotan." Nameera membersihkan coklat yang menempel di ujung bibir Reynan.

Mata mereka bertemu, Reynan menahan tangan Nameera. Suasana malam yang sepi menambah hangatnya suasana.

"Tan, aku serius dengan ucapanku tadi pagi." Jantung Reynan bergetar, ritmenya terasa cepat tak karuan.

"Rey, fokuslah pada cita-citamu. Kamu masih kecil. Selesaikan semua dengan hasil yang baik. Memikirkan cinta hanya akan membuatmu terluka." Nameera memandang langit malam. Kerlipnya bintang seolah tak dapat menyinari gelapnya hati.

"Tante ... Aku udah gede, kelak aku bakal buktiin sama Tante, kalau aku akan sukses."

Nameera tersenyum mendengar ucapan Reynan, melihatnya membuatnya terhibur. Sejenak melupakan masalah yang tengah membelitnya.

"Cinta itu terlalu pelik Rey, tidak seindah yang kamu bayangkan." Menunduk, Nameera memainkan kedua kakinya.

"Aku gak peduli Tan, yang pasti aku bakal buat Tante selalu tersenyum bersamaku."

"Oh ya? Rey_Rey ... kamu itu masih terlalu polos. Belajar dulu yang rajin, bekerja dulu yang giat, baru pikirkan masalah asmara."

Reynan mengeser duduknya, mendekati Nameera. Wangi tubuhnya begitu menenangkan, membuatnya semakin nyaman di dekatnya.

"Tan, lihat mata Rey, apa Tante tidak bisa melihat keseriusan di mataku." Reynan menarik tubuh Nameera, menatap kornea matanya.

"Rey, ini gak semudah yang kamu bayangkan. Masa lalu Tante terlalu buruk buat pemuda sepertimu." Nameera menundukkan wajahnya.

"Aku gak peduli Tante ... " Reynan masih kekeh dengan pendiriannya.

Nameera memang harus ekstra sabar menghadapi bocah di depannya. Reynan memang pemuda yang menyenangkan baginya, tetapi Nameera masih ragu dengan keseriusan pemuda berusi 21 tahun tersebut.

Kisah rumah tangganya yang pelik membuatnya masih ragu untuk menjalin hubungan yang serius. Apalagi dengan pemuda yang usianya jauh di bawahnya. Sama sekali tidak terbayangkan olehnya.

"Tan, aku bakal buktikan sama tante, aku bisa cari uang sendiri, bisa mandiri, tanpa bergantung sama Mama dan Papa." Ucapan Reynan terdengar begitu serius.

Nameera hanya tersenyum simpul mendengar ucapan Reynan. Mereka kembali menikmati indahnya malam sambil bercerita aktifitas mereka seharian. Reynan bercerita tentang usahanya yang harus merevisi berulang kali skripsinya, serta kejengkelannya terhadap Luna, pacarnya.

"Rey, pacarmu itu cantik lho. Sepertinya dia cinta mati sama kamu." Nameera menggoda Reynan yang tengah menyeruput secangkir susu.

"Tan, jangan bahas Luna, aku sebel dengarnya." Reynan tampak kesal.

"Dia pacar kamu lho... Kalau kamu kayak gini, Tante jadi mikir, apa iya kamu beneran serius sama Tante."

"Tan." Reynan mendekatkan jaraknya. Dua manik itu kini bertemu.

Love You Tante Cantik (Revisi NOVEL cetak)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang