01. Bian & Ana

979 170 124
                                    

***

11 tahun kemudian...

"Burhan!"

"Hey, Burhan...."

"Burhanuddin."

Panggilnya lagi. Namun, gadis yang tengah duduk di sampingnya itu menggubris sama sekali. Sampai akhirnya...

Brakkk!

Gadis itu menggebrak meja yang berada didepannya. Kemudian beranjak berdiri.

"Stop!!! Berhenti manggil gue pake nama bokep gue, Romaaa!!!"

"Astagfirullah, tuhkan, ngomongnya sampai salah gitu. Bokap Na, bokap, bukan—" cowok itu menghentikan ucapannya.

Gadis itu berdehem, "Ini semua gara-gara lo, Roma! Nama gue Ana, Ana Bellanziana tapi lo selalu manggil nama gue pake nama bapak gue!" jelas Ana menggebu-gebu. Wajahnya memerah menahan kesal.

"Gak apa-apa lah, Na. Itu kan calon mertua gue dan gue Biantara Paswa adalah calon menantunya," jawab Bian dengan penuh percaya diri.

"Bapak Burhan yang paling ganteng sebojong gede gak bakal mau punya mantu kayak lo! Halu boleh, tapi jangan ketinggian!"

Bian menaikkan sebelah alisnya. "Tapi, kalo ternyata gue ini emang jodoh lo, gimana?"

Ana melebarkan bola matanya. "AMIT-AMIT JABANG BABIII! MASA IYA, CEWEK LUGU KAYAK GUE DAPAT SUAMI UGAL-UGALAN KAYAK LO!"

Bian malah menirukan gaya bicara Ana, menye-menye.

"Ngapain sih lo, diem di kelas? Biasanya juga kan ke kantin bareng teman-teman lo," ketus Ana.

"Pengen nemenin lo," jawab Bian santai, namun mampu membuat kesehatan jantung Ana menurun.

Ana mengalihkan pandangannya ke depan. Pura-pura menatap papan tulis. "Lo tuh ganggu tau gak sih?!"

Bian menarik tangan Ana, agar menghadap kepadanya. "Kalo lagi ngomong itu liat orangnya," ucap Bian tersenyum, tangan kanannya menyelipkan rambut Ana yang terurai pada sisi telinga gadis itu.

Ana mendorong tubuh Bian, agar menjauh darinya. "Bisa gak sih, jangan gangguin gue?!" tegas Ana.

"Nggak bisa. Sekarang gue tanya, bisa gak jangan ngangenin?"

***

"Enak ya, jam segini makan siomay, liat cewek bohay, minumnya susu kedelai, beuhhh mantap pisan!" seru Adit kemudian melahap satu buah bakso berukuran kecil.

Bian yang baru datang langsung menepuk bahu Adit, membuatnya mengeluarkan bakso itu dan terbatuk-batuk.

Uhuk uhuk

"Baksokuuu!" teriak Adit dramatis saat melihat baksonya menggelinding keluar dari mulutnya.

"Maaf, Dit, di sengaja hehe!" ucap Bian cengengesan. Kemudian duduk di bangku panjang sebelah Adit–salah satu temannya.

"Sialan lo, Bian! Liat noh bakso gue," murka Adit.

"Gak apa-apa, entar Allah ganti sama yang lebih baik," balas Bian so puitis.

Bian & Ana Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang