Pisau? Kau tahu benda itu bukan?

4 3 0
                                    

Yang terlihat hanya separuhnya saja. Selebihnya, hanya dia yang mengetahui semua hal itu.
~~~

Sudah tepat seminggu Rayhan pergi meninggalkan cewek itu sendirian. Rayna menghela napas pasrah.

Pagi ini ia harus mempersiapkan diri untuk presentasi di depan kelas. Dia sudah belajar keras tadi malam, sampai-sampai dia bangun kesiangan karena tidur larut malam. Meskipun Rayna memiliki tingkat kecerdasan yang minim, setidaknya dia tidak pernah putus asa untuk melakukan hal yang terbaik. Karena baginya, menjaga imagenya di depan publik adalah hal yang terpenting. Sayangnya, sifat yang dimilikinya banyak mengundang kecemasan untuk orang-orang yang ada di sekelilingnya. Terlalu mengutamakan image daripada menjaga dirinya sendiri.

"Lo pasti bisa, Rey! Lo bisa." Rayna masih bergumam, menyemangati dirinya sembari menutup mata.

Sebentar lagi kelas akan dimulai. Rayna mempersiapkan semua yang akan ia presentasikan nanti. Jujur, dia merasa gugup.

"Lo gugup, Rey?" tanya Dion yang sedari tadi memperhatikan cewek itu.

Meskipun Dion masih fokus dengan komik-komik yang dibacanya, jelas sekali bahwa Dion memperhatikan Rayna dengan  diam-diam. Dia tahu bahwa cewek itu sedang gugup. Dan dia juga tahu cewek di sampingnya itu akan bersikeras mengatakan kalau dirinya bisa melakukannya.

"Kalau lo gugup atau belum siap bisa digantiin sama Ari," ucap Dion mencoba memberikan solusi.

Rayna menatapnya sinis. "Itu sama aja dengan jatuhin image gue!"

Lagi dan lagi. Dion memutar bola matanya malas. Sikap over perfectnya Rayna mulai keluar.

Tak lama seorang wanita paruh baya masuk ke dalam kelas mereka. Mendadak suasana kelas berubah hening mengingat guru wanita yang ada di hadapan mereka saat ini adalah guru ekonomi yang terkenal kejam seantero sekolahan.

"Pagi," ucap guru itu datar. Ditatapnya seluruh sudut ruangan kelas. Pandangannya terhenti menatap Rayna. Gadis itu bergidik ngeri.

"Giliran kamu, kan?" tanya guru itu dengan menatap datar ke arahnya. Rayna mengangguk, "iya," sahut Rayna.

Dion hanya menatap saja ketika Rayna mulai memundurkan kursinya, berjalan mendekati papan tulis putih itu.

Bukan Rayna namanya jika tidak bisa menetralkan mimik wajahnya. Dalam hitungan detik Rayna sudah memasang wajah cerianya. Ia membuka presentasi dengan perkenalan judul materi yang akan ia bawa.

Dion pun tersenyum tipis. Akhirnya Rayna bisa menyelesaikan tugasnya pagi itu.

***

"Mau mati gue rasanya ditatap horor sama bu Nerma," ucap Rayna yang masih mengingat jelas tatapan horor yang ia dapat dari guru ekonominya itu.

Dion mengangguk setuju. "Tapi lo selesaikan pertanyaan bu Nerma dengan cepat. Belajar dari mana lo?"

"Gue bergadang hapalin materi satu malaman," jawab Rayna cepat.

Saat ini mereka berdua sedang ada tugas tambahan dengan mencari beberapa materi di perpustakaan. Tapi, mereka tidak membaca di perpustakaan melainkan duduk di bangku lain yang berada beberapa langkah dari ruangan perpustakaan.

i won't let you goTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang