Coklat hangat

3 2 0
                                    

Wajahnya tampak serius menatap layar monitor di depannya. Bibirnya manggut-manggut ketika mendapat informasi yang dicarinya. Matanya masih fokus dengan apa yang dilihatnya.

Malam ini Rayna akan mengumpulkan semua bukti kejahatan Stella yang menjadi dalang kasus mamanya Stella sendiri. Rayna bahkan hampir tidak percaya jika mantan sahabatnya itu sangat licik. Rayna tahu jika hubungan ibu dan anak itu tidak baik tapi, Rayna masih tidak percaya jika Stella senekat itu.

"Sedikit lagi kebusukan lo terungkap dan lo gak bakal bisa kembali lagi sama kakak gue."

Rayna tersenyum puas. Sekarang dia sudah memiliki bukti-bukti yang dicarinya. Ia meregangkan otot jemari tangannya, bernapas legah.

Setelahnya Rayna bangkit berdiri dan keluar dari ruangan itu. Ruangan tersembunyi milik Herlina, mama Rayna.

Rayna berjalan dan mulai menuju dapur. Mengambil air mineral dingin dan beberapa makanan ringan. Hal yang dilakukannya sekarang adalah menelpon pacarnya. Sudah cukup seminggu Rayna membiarkan pacarnya tidak memberi kabar. Malam ini Rayna akan menelpon duluan. Jika menunggu Rayhan yang menelpon itu sangat tidak mungkin. Orangtua Rayhan akan melarangnya. Mama Rayhan sangan posesif dan terkadang Rayna benci sifat mamanya Rayhan itu.

"Malam, By..." ucap cowok di sebrang sana. Rayna tersenyum mendengarnya.

"By, gimana di sana? Kapan pulang ke Indonesia? Betah amat di negara tetangga." Rayna menyerbunya dengan berbagai pertanyaan.

Rayhan di sebrang sana terdengar jelas suara tawa renyahnya.

"Seminggu lagi juga pulang, kok," sahut Rayhan.

Rayna berjalan kembali ke kamarnya. Duduk di atas kasur sambil mendengar cerita Rayhan yang membuatnya jadi semakin rindu.

"Jangan lama-lama pulangnya. Aku kangen, By," lirih Rayna. Ditatapnya sendu sebuah pigura yang berdiri di atas nakasnya.

"Yasudah, kamu istirahat biar cepat sembuh," suruh Rayna.

Rayhan di sana pun mengangguk patuh meskipun anggukannya tidak terlihat oleh Rayna.

"Iya."

Sambungan telepon terputus. Rayna menghela napas panjang, hari ini terasa berjalan dengan sangat lambat menurutnya.

Rayna membaringkan tubuhnya di kasur, meluruskan punggungnya yang terasa sedikit pegal. Menatap langit-langit kamarnya.

"Rayhan cepat sembuh. Kamu harus sembuh biar terus ada di samping aku."

Rayna terus berdoa. Ia juga berdoa untuk dilancarkan segala urusan yang harus diselesaikan dengan sesegera mungkin. Mulai menutup mata yang sudah terasa lelah, menutup malamnya dengan damai.

***

Rayna menghentikan mobilnya, memarkirkannya di halaman parkir sekolah. Cuaca pagi itu sangat cerah membuat Rayna tersenyum lebar.

Dengan mata yang masih menatap cermin, Rayna tersenyum puas melihat polesan tipis di wajahnya. Dirapikannya sedikit rambutnya ke belakang telinga hingga terlihat jelas sudah tindik yang ada di bagian atas telinga gadis itu.

Rayna baru saja memakai tindik bermotif bulan sabit di bagian telinga atasnya. Sudah lama disimpan dan baru sekarang Rayna memakainya. Itu juga karena pacarnya Rayhan tidak melihatnya secara langsung. Jika dilihat, kalian pasti tahu apa yang akan terjadi.

Sebentar ia mengecek ponsel, masih ada beberapa menit untuk pelajaran pertamanya. Rayna pun keluar dari mobil dan mulai berjalan memasuki koridor sekolah.

Banyak pasang mata yang memerhatikan setiap langkahnya, terlebih para cowok mulai dari hidung belang sampai cowok kutu buku sekaligus.

Rayna terkenal karena berani melawan aturan sekolah untuk tidak memakai tindik. Dan, bukan Rayna jika mengikuti aturan sekolah dengan ketat. Bagi Rayna, tindik tidak ada kaitannya dengan kecerdasan seseorang ya, meskipun Rayna bukanlah cewek yang berotak encer seperti teman-temannya.

"Pagi sahabat gue paling ganteng, baik, sejagat raya!" seru Rayna setengah teriak menyapa Dion ketika sudah sampai di kelas.

Kontan saja membuat Dion menatap tajam ke arahnya. "Lo gila, ya! Masih pagi woi dan lo gak perlu teriak-teriak gitu," sewot Dion.

"Karena gue lagi bahagia," cengir Rayna.

Dion mengangguk, kembali fokus dengan ponselnya membuat Rayna berdecak kesal.

"Gue buang juga dah itu henpon lo!" ucap Rayna kesal karena Dion mengacuhkannya.

"Sembarangan lo!" tajam Dion.

Rayna mendudukkan kursi yang ada di sebelah Dion. Membuka tasnya dan memberikan cowok itu kukis coklat dan coklat hangat yang disiapkannya sebelum berangkat sekolah.

"Nih, ambil terus lo telen sampai habis." Rayna menyodorkannya tepat di hadapan wajah Dion.

"Kesambet setan apa lo jadi baik gini?" Dion mulai memakan kukis coklat itu.

Niatnya untuk membagi rasa bahagia pun berubah jadi sesal. Rayna mendengus, menatap sebal Dion yang masih saja mengejeknya.

"Lo bisa sehari aja jangan bikin gue bete! Gak ngehargai perasaan cewek banget." Rayna mengerucutkan bibirnya.

Dion menoleh, "emang lo cewek?" tanyanya.

Rayna melongo, terkejut dengan ucapan cowok itu.

"Heh! Gue cewek lah! Yakali jadi-jadian."

Tawa Dion pecah melihat raut wajah marahnya Rayna. Cewek itu marah aja cantik. Apalagi kalem? Dion terenyak dari lamunannya. Ia menggelengkan kepalanya mengusir pikiran-pikiran anehnya.

"Diem atau gue muntahin semuanya di baju lo," serbu dion tak terima dimarahi oleh Rayna.

Rayna mencebik, mengalihkan pandangannya dan kembali memperbaiki kursinya karena guru yang sudah berdiri dan memasuki kelasnya.

***

"Rey, ntar malam temeni gue manggung ya?"

"Harus?"

"Wajib malah!"

"Yaudah, deh. Lo jemput gue ya? Gue malas nyetir sendiri," ucap Rayna.

Dion mengangkat tangannya memberi hormat, "siap tuan putri!" serunya kemudian.

Saat ini mereka berdua sedang menikmati makan siang di salah satu restoran yang dekat dari sekolah. Mereka sedang membahas bisnis jualan onlen mereka yang semakin hari semakin bertambah banyak jumlah pembelinya. Bahkan Dion sendiri kualahan menanganinya.

"Yon, ruko yang mau disewa sudah oke belum? Gue udah ngomong ke bonyok dan mereka setuju-setuju aja. Yang penting belajar gue gak berantakan aja pesan mereka," ujar Rayna setelah selesai membalas pesan dari para konsumen onlennya.

Dion mengangkat wajahnya, menaikkan sebelah alisnya. "Lo bilang kemarin gausah sewa ruko. Kenapa sekarang berubah pikiran?" tanya Dion heran.

"Kok lo gitu sih, ngomongnya." Rayna cemberut.

Lagi-lagi Dion salah berbicara. Dion menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, mencoba mencairkan suasana yang berubah canggung.

Dion berdeham. "Yaudah, besok kita ke rukonya. Gue udah bicara sama pemilik ruko."

Mata Rayna yang menatap sendu pun kembali berbinar. Senyumnya mengembang dan wajahnya kembali ceria. Rayna sudah berbicara pada Herlina perihal memperbesar usaha kecil-kecilannya dan Herlina setuju-setuju saja. Herlina hanya berpesan agar Rayna tidak melupakan kewajibannya untuk belajar. Dan, Rayna pun menyanggupi permintaan Herlina juga berjanji agar nilai ujiannya mendapat nilai yang bagus.

"Oke, gue setuju!"




Follow instagramku😆 @hanasase09
Tinggalkan jejaknya, ya. Satu jejak berharga buat author amatir ini😏😊 makasih.
Thank u.
Gomawoyo.
🤗🤗🤗🤗

i won't let you goTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang