momentary love I

1.7K 124 17
                                    

Perasaanku tidak semudah ketika kau harus menyalahkan waktu atas semua kisah kita.

.

.

.

Seorang pria kecil merasa agak menggigil ketika angin dari jendela kamarnya menerpa tubuhnya. Pria itu Ten, tangannya terulur kemudian menutup jendelanya rapat-rapat agar tak mengganggu kegiatan membacanya. Namun selang beberapa menit, sebuah ketukan tenang di pintu kamarnya kembali membuyarkan konsentrasi.

"Tuan muda, sudah saatnya makan malam. Tuan dan Nyonya Lee sudah menunggu dibawah"

Ten menghela nafas kemudian menutup bukunya. Dengan langkah yang berat Ten pun keluar dari kamarnya.

Sudah merupakan sebuah kewajiban bagi keluarga Lee untuk selalu makan malam bersama. Ten hanya mendengarkan kedua orangtuanya yang tengah bercerita tentang apapun termasuk keseharian mereka masing-masing hari ini. Semua itu membuat hati Ten menghangat, betapa harmonisnya kedua orangtuanya itu.

"Ten, how was your day?"

"Very good, mom. Aku meminjam beberapa buku lagi hari ini dan itu buku yang begitu populer" Ten pun mulai bercerita tentang kegiatannya hari ini di sekolah.

"Right..so ada yang ingin appa sampaikan" kali ini Tuan Lee yang bersuara.

Seketika Ten dan Ibunya terdiam menatap sang Ayah dengan serius.

"Calm, calm. Ini bukan sesuatu yang serius" Tuan Lee berusaha mencairkan suasana yang mendadak kaku, beliau pun sedikit terkekeh melihat respon keluarganya yang kompak.

"Uhm then tell us now, appa"

"Okey..jadi besok teman appa, ah sebenarnya dulu dia adalah adik tingkat appa selama kuliah dan sekarang menetap di kota kelahirannya Chicago. Besok akan menginap disini selama dua bulan kebetulan dia ada kerjaan di Seoul yang harus di selesaikan"

Ten pun menatap ayahnya dengan raut sulit.

"Kenapa tidak menyewa apartment saja?" Ten mengajukan pertanyaan yang membuat ayahnya tertawa.

"Why sweetheart? kau keberatan dengan hal itu?" kini ibunya, sembari mengelus surai anaknya itu dengan lembut.

"Uhm"

"He is a very good friend. Dulu disaat appa mendapatkan posisi yang begitu krisis di perusahaan appa di Amerika, dia sangat membantu appa. He is so kind and why don't we repay his kindness?"

Ten menghela nafas, ia tahu cerita itu, sangat. Karena dulu ia sendiri juga yang merasakan disaat keluarganya hampir jatuh dan sangat bersyukur ketika ada seseorang yang mau membantu ayahnya. Oh..jadi dia? pikir Ten.

"Uhm baiklah aku mengerti, it's okay so i don't mind now"

Ten menatap kedua orangtuanya bergantian, menunjukkan kalau ia sudah setuju. Lagipula rumahnya besar jadi tak akan menyulitkannya hanya dengan menampung satu orang.

"You'll share a room with him, kamar kita sudah penuh dengan pelayan sekarang. Okay?"

Ten hampir menjatuhkan rahangnya dengan perkataan ibunya.

Apa? harus berbagi kamar juga?

"Eomma"

"Your room is the widest here and there are two beds too kau bisa beri dia satu sayang"

Ten merengut, seketika menyesal memiliki kamar yang luas kalau ujung-ujungnya akan ada orang lain juga disana. Ia kan juga ingin memiliki privasi sendiri.

"You share a room with him dan appa akan menaikkan uang sakumu, bagaimana?"

"Uhh really?"

Mata Ten lantas berbinar dengan penawaran ayahnya yang sudah ia inginkan sejak lama. Lagipula anak umur delapan belas tahun mana yang tak ingin jika uang sakunya yang begitu penting akan lebih dinaikkan? bagaimanapun juga Ten sangat membutuhkannya.

pas de deux | johntenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang