our summer IV

498 60 5
                                    

Kebenaran berjalan liar. Seperti hujan ke laut. Seperti air mata di pipi. Mencoba menyelamatkan muka. Aku berbaring di gigiku. Suara ini didalam. Telah makan padaku. Mencoba mengganti cinta yang ku palsukan.

Jika di katakan menyesal, maka Ten akan menjawab tidak dengan lantang. Hatinya melega ketika ia harus menyatakan perasaan yang selama ini hinggap meski terkunci dan tak bebas. Walaupun ada satu hal yang mengganjal ialah sebuah pertanyaan, mau di bawa kemana hubungan mereka? ikatan rasa yang sudah sama namun Ten, oh atau mungkin keduanya merasa takut atas perubahan yang telah terjadi. Apalagi dengan Ten yang selalu merasa,

apakah aku telah menghancurkan segalanya? tali persahabatan yang sudah kami bangun selama bertahun-tahun kebelakang? inikah jawaban dan akhir dari segalanya? Ya Tuhan aku tak bermaksud.

Awal sore yang begitu hangat. Rumah keluarga Lee yang lama kelamaan pun semakin penuh dengan orang-orang dewasa, bermaksud untuk merayakan pengangkatan jabatan yang di berikan oleh Tuan Lee. Sang tuan rumah pun membuat pesta kecil-kecilan.

Ten yang sudah sejak satu jam lalu terduduk malas di ujung halaman mulai terbatuk tak karuan. Asap rokok yang berterbangan bebas adalah satu ketakutan terbesarnya. Ia langsung bangkit dan menarik Johnny yang baru saja datang.

"Kemana?" Johnny bertanya bingung.

"Ikut saja"

Hingga mereka sampai di lantai teratas rumah Ten. Membuka pintu yang agaknya sudah tua karena ketika membuka pintu itu, akan berbunyi khas yang begitu nyaring.

"Kenapa kau membawaku ke loteng?"

"Dilantai 1 dan 2 masih ada orang. Aku tak bisa jika harus menghirup asap rokok mereka"

Johnny pun mengangguk paham.

Ten kemudian berjalan kearah jendela tanpa kaca. Mengintip kebawah dari ketinggiannya sembari menopang dagu. Orang-orang di bawah sana telah sibuk pada urusan masing-masing. Tak terkecuali ayah dan ibunya yang tengah mengobrol dengan rekan-rekannya.

Sementara Johnny yang masih berdiri kaku di tempatnya. Sudah lama sekali sejak dirinya kesini, dimana tempat ini bisa di katakan tempat Ten untuk menenangkan diri. Dan Johnny selalu menemaninya hingga mereka tertidur sampai senja datang dan bulan mulai menerangi.

"Apakah madame Eloise selalu kemari?"

Lamunan Ten di sadarkan suara Johnny. Iapun langsung menoleh.

"Ya. Beberapa minggu sekali aku selalu memintanya untuk membersihkan tempat ini"

Johnny pun mengangguk. Pantas saja tempat yang bisa di bilang sudah usang ini terlihat bersih meskipun masih ada debu-debu tipis yang menghiasi. Lalu Johnny berjalan menyusul Ten.

"Selamat untuk ayahmu. Aku tidak sempat memberi salam karena kau langsung membawaku pergi tadi"

"Haha tak apa. Nanti akan ku sampaikan"

Johnny hanya tersenyum tipis. Sembari menikmati wajah cantik di sampingnya. Sebuah gambaran side profile yang baru di sadarinya sangat indah. Kemudian wajah itu tersenyum lebar karena sebuah sapaan dari arah bawah. Oh itu ibunya. Yang kemudian mereka berbicara menggunakan bahasa Thailand dengan intonasi tinggi mengingat jarak yang agak jauh. Johnny pun ikut tersenyum pada ibunya ketika mata mereka bertemu untuk memberi salam.

"Apa yang kalian bicarakan tadi?"

"Ibuku bertanya kenapa aku diatas sini? aku jawab karena banyak orang-orang menjengkelkan yang seenaknya merokok" jelas Ten yang di akhiri dengan kekehan. Yang kemudian di ikuti juga oleh Johnny.

"Ten"

"Hm"

"Tentang kita–"

Ten pun langsung menoleh dan menatap lurus padanya.

pas de deux | johntenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang