Chapter 10
Arkan’s PoV
Lily belum bangun. Aku bersandar pada lemari yang berimpit dengan dinding. Aku sudah di sini sejak tadi. Menghitung detik menunggu Lily bangun dari lelapnya.
Gadis itu tidak terlihat akan bangun dalam waktu dekat. Mungkin dia kelelahan. Dia menangis dalam tidurnya semalam. Aku harap, yang semalam adalah tangisan terakhirnya untuk Vino.
Dugaanku bahwa ia tak akan segera bangun, salah karena Lily mengerang dan menggumamkan sesuatu yang tidak kumengerti. Dia berusaha duduk dan bersandar. Matanya mengerjap beberapa kali guna mendapatkan kesadaran penuhnya. Dia sangat menggemaskan.
Lily akhirnya melihatku. Aku menatap wajahnya yang kacau dengan sorot tertarik. Dan ... blush ... wajahnya bersemu. Mungkin merasa malu karena sadar semalam hampir saja membuatku bertindak melanggar batas.
“Mas tunggu kamu di meja makan.” tukasku tenang, melangkah meninggalkannya ke meja makan di lantai bawah.
Lily menyusulku tidak lama kemudian. Gadis jorok itu tidak pergi mandi. Rambutnya dicepol asal di kepala belakangnya. Meski begitu, dia terlihat manis.
Kami sarapan dengan tenang. Usai itu, membereskan piring-piring juga dalam diam. Aku bersandar di lemari pendingin, memerhatikannya yang bergerak lincah melanjutkan kegiatan membereskan meja makan.
Lily terlihat sangat berbeda pagi ini. Dia begitu ceria seolah semua bebannya sudah terangkat. Ini bertentangan dengan dirinya yang menangis dalam tidur semalam.
“Mas.” Gadis itu mendekat dan meletakkan tangannya di pundakku. Spontan aku memegang pinggangnya. Menjaga agar kami tetap berjarak.
“Kamu gak papa?”
Lily memiringkan kepala. Ia menelisik wajahku dengan tatapannya. Lalu menggeleng beberapa kali. Aku pun mengernyit heran.
“Mas.” panggilnya dengan nada manja. Aku penasaran dengan apa yang terjadi padanya.
“Kenapa?”
Dia memainkan bibirnya yang mengerucut lucu sebelum kemudian menyuarakan tanya, “Kalau Lily merebut seorang laki-laki dari kekasihnya, boleh enggak?”
Jangan bilang dia akan kembali pada Vino. Bukankah semalam dia bilang kalau dia ingin melupakan Vino?
“Boleh enggak?”
Itu artinya aku harus melepasnya kan?
“Asal kamu bahagia.” jawabku kecut.
“Lily bahagia.” angguknya mantap, kepalanya condong dan dia mengecup pipiku, “Lily akan rebut Mas dari Adriana.”
Sontak aku membelalak. Dia melepaskan diri dan berlari dariku yang masih linglung. Apa katanya tadi?
Baiklah, mari kita ulangi prosesnya. Dia bertanya tentang merebut seorang laki-laki dari kekasihnya, kuiyakan asal dia bahagia. Dia menjawab bahwa dirinya bahagia dan berbisik kalau dia akan merebutku dari Adriana.
Singkatnya, laki-laki yang akan ia rebut itu adalah aku.
Aku memejamkan mata dan menggeram gemas. Senyumku muncul tanpa bisa kutahan. Secepat kilat aku menyusulnya. Lily menari-nari di tepi kolam seperti anak kecil.
“Wait.” aku menangkap pinggangnya, “Katakan siapa laki-laki yang akan kamu rebut dari kekasihnya, Lilyana.”
Dia mengerjap polos, “Mas.”
“His name, please?”
“Arkan Wiyana. Lily akan rebut Arkan Wiyana dari Adriana.”
Kueratkan dekapanku di pinggangnya, “Kamu tidak akan melakukannya.”
KAMU SEDANG MEMBACA
MENCINTAI SEPUPUKU
RomanceArkan mencintai sepupunya sendiri. Dia rela mengorbankan apa pun demi kebahagiaan Lily.