Chapter 4
Arkan’s PoV
“Anda tidak keluar untuk makan siang, Pak?” tanya Adriana yang mungkin karena melihatku tidak beranjak dari kursi kerja yang kududuki. Dia baru saja menyerahkan laporan padaku. Posisinya memang di bawahku.
“Tidak, Adriana.”
“Anda terlihat ... lemas.”
Mama juga bilang begitu. Seluruh tenagaku terkuras paksa pasca mendengar bahwa Lily dilamar oleh Vino. Jadi dia menungguku hingga larut untuk bertanya tentang jawaban yang harus diberikannya kepada lelaki itu.
Sebagai jawaban, aku memberinya senyum tipis. “Saya sedang patah hati.”
“Putus dengan pacar?”
Seandainya ada kesempatan pun, aku akan langsung menikahi Lily. Sedangkan ini?
“Bahkan dia tidak oernah melihat saya sebagai seorang lelaki yang bisa dicintai.”
“Saya turut berduka, Pak.” Adriana tersenyum prihatin, “Kalau begitu saya permisi.”
Aku mengangguk. Adriana cukup bisa menjadi partner bicara yang baik. Dia akan mendengarkan saat dirinya diharuskan seperti itu.
“Adriana?”
“Ya, Pak?” dia berbalik.
Aku berdiri dari kursiku, “Ayam penyet terdengar enak kalau dimakan bersama kamu.”
Adriana tertawa, “Saya tidak mau keluar uang lho, Pak.”
“Tenang saja, saya orang kaya.”
Aku menyejajarinya menuju lobi setelah dia meletakkan berkas di kubikelnya. Aku merasa butuh teman bicara. Adriana adalah orang yang tepat. Aku yakin mulutnya tidak ember.
Kami mengobrol banyak hal setelah makan. Aku tahu dia anak bungsu, kedua kakaknya sudah menikah dan ikut dengan pasangan masing-masing. Selama hidup, Adriana berpindah tempat tinggal sebanyak lima kali. Tujuh tahun belakangan keluarganya menetap di sini karena ayahnya sudah mempunyai perusahaan sendiri.
“Kamu sendiri berapa bersaudara, Ar?”
Aku memang memintanya menanggalkan bahasa formal jika tidak dalam urusan pekerjaan.
“Anak tunggal.”
“Wah, pasti dimanja.”
Aku tertawa saja, “Mama yang terkadang suka berlebihan.”
Ya, bahkan Mama masih sering menyambangi kamarku untuk mengucapkan selamat tidur sambil membenahi selimutku. Aku tidak jengah diperlakukan seperti itu, justru aku menyukainya. Kapan lagi kau bisa menikmati kesaih sayang ibumu?
“Papa dan kedua kakakku juga terkadang berlebihan. Aku satu-satunya anak perempuan di keluarga, jadi mereka sangat protektif.”
“Bersyukurlah karena kamu masih memiliki ayah. Aku mengenal satu gadis yang tidak pernah melihat sosok ayahnya.” tatapanku menerawang, tiba-tiba sadar bahwa kemungkinan besar Lily hanya menemukan sosok seorang ayah dari diriku.
“Gadis ... itu?”
“Dia sepupuku. Kami sangat dekat sejak dia kecil. Ayahnya meninggal sewaktu dia dilahirkan. Aku merasa dilimpahi tanggung hawab untuk menjaganya. Dia juga sangat bergantung padaku.” kuhela napas berat, “Dia gadis paling cantik dan paling pintar yang pernah kutemui.”
“Itu karena kamu tidak pernah membuka mata untuk melihat perempuan lain, Ar.”
Aku mengedik, melanjutkan cerita yang mengalir begitu saja dari bibirku, “Perasaan itu mulai tumbuh, aku melihatnya dari sudut pandang seorang lelaki terhadap perempuan. Tapi dia, dia tidak pernah merasakan besar cintaku padanya. Kisah cintanya pun tak pernah mulus, kekasihnya sering selingkuh. Dia bodoh karena masih terus memaafkan.”
“Apa bedanya dengan kamu? Kamu juga bodoh karena masih bertahan padahal tahu kalau dia sulit dijangkau.”
Aku tahu aku bodoh. Tapi mendengar kalimat itu dikatakan oleh orang lain, perasaanku langsung tersentil.
“Sekarang kekasihnya melamarnya. Aku tidak salah kan dengan menyuruh dia menerima lamaran itu?”
Adriana menggeleng, “Harusnya kamu berjuang, Ar. Apa kamu pernah menyatakan cintamu padanya?”
“Jangankan menyatakannya, berpikir untuk mengatakan saja aku tidak berani.”
“Di sana letak kesalahanmu. Kamu tidak pernah mencoba untuk maju selangkah dari tempat kamu berpijak.”
Aku memandang perempuan di hadapanku skeptis, “Aku tidak ingin dia menjauh karena perasaan bodoh ini.”
“Kalau memang dia menjauh, ya kamu kejar. Tidakkah kamu ingin dia tahu kalau kamu mencintainya?”
“Aku ingin dia ta—”
“Maka dari itu katakan. Dia tidak akan tahu kalau kamu diam seperti orang bisu!”
Perempuan ini memiliki mulut tajam. Sayangnya, perkataannya benar. Aku tidak bisa membantah.
“Mencintai diam-diam memang sulit, Ar.” Adriana menatapku sendu, “Aku sudah pernah merasakannya. Masih merasakannya hingga saat ini. Aku harus diam-diam juga menanggung sakitnya.”
Aku tidak tahu harus bersikap seperti apa. Ternyata Adriana juga memiliki luka yang sama dengan yang kumiliki. Kami sama-sama terjebak dalam cinta satu arah. Tanganku bergerak lebih cepat daei pikiranku. Kuusap tangannya yang berada di atas meja supaya ia tenang.
“Kita bisa berbagi.”
Kami punya masalah yang sama, pantas saja Adriana sangat mengerti dengan semua cerita yang keluar dai mulutku. Sebagai teman yang baik, aku juga harus bisa mendengarkan masalahnya.
“Pertama kali bertemu dengannya adalah saat aku memasuki meja kuliah. Aku langsung menyukainya. Ingat saat aku berkata tentang sukses dan zona nyaman? Dialah yang mengatakannya padaku. Aku tidak tahu banyak tentang dirinya, yang kutahu hanya namanya dan dia adalah anak tunggal.”
“Kamu tidak berusaha mengenalnya lebih dekat?”
Adriana menggeleng muram, “Aku tidak berani. Dia sangat dekat dengan seorang gadis.”
“Kisah kita nyaris sama.” Aku mengernyit dalam. “Di mana lelaki itu sekarang?”
Mata Adriana merah saat memandangku lagi, “Dia ... dekat. Karena dirinya, aku bisa sampai seperti ini.”
“Mungkin kamu harus berjuang, Adriana. Jangan berakhir seperti aku.”
Adriana tertawa sumbang. Terlihat dia seperti tidak punya rasa optimis untuk mendapatkan cintanya.
“Kamu tahu, Ar. Aku memang menyuruhmu untuk menyatakan cintamu pada gadis itu, tapi aku sendiri ... bahkan untuk berbicara dengannya saja aku takut.”
“Jagan bilang kalau kamu hanya sebatas tahu saja tetang lelaki ini.”
“Itulah yang kukatakan tadi.” Dia tersenyum kecil. “Bahkan aku tak yakin dia tahu namaku. Aku hanya bisa mengaguminya dari jauh. Menyedihkan sekali ya aku ini?”
“Kita sama-sama menyedihkan.” Suatu kebetulan hingga aku dipertemukan dengan perempuan yang bernasib sama denganku.
o
Tinggalkan jejak yesss
KAMU SEDANG MEMBACA
MENCINTAI SEPUPUKU
RomanceArkan mencintai sepupunya sendiri. Dia rela mengorbankan apa pun demi kebahagiaan Lily.