Prolog

57 4 0
                                    

"Sayang!"

Seorang gadis cantik berlari dan menghambur ke dalam pelukan seorang pria bertubuh tinggi yang tengah bersandar di samping mobilnya.

"Sekarang princess Raya mau ke mana?" Tanya pria itu itu sambil menunduk menatap Raya yang tingginya hanya sebatas pundaknya.

"Emmm, kemana aja deh pokoknya sama kamu."

Kedua remaja berseragam SMA itu pun akhirnya masuk ke dalam mobil dan berjalan menyusuri teriknya jalanan kota.

Raya POV
Hai, hai. Namaku Raya Anggita, pada tahu deh kayaknya. Sekarang ini aku sedang bersama kekasih brondongku Gerry Mahardika. 2 bulan sudah kami pacaran. Ini terhitung lama jika dibandingkan dengan mantan-mantanku yang lain. Biasanya aku jadian hingga putus kurang dari 1 bulan. Entah itu karena tak nyaman atau bahkan mungkin karena ada wanita lain. Wanita lain loh ya bukan pria lain, karena aku tak pernah melakukan hubungan dengan lebih dari satu pria.

Tiba-tiba aku merasa Gerry menghentikan mobilnya di depan sebuah cafe.

"Mau ngapain?" Tanyaku padanya.

"Sebenarnya temen-temen tadi ngajakin ngumpul. Awalnya aku enggak pengen datang, tapi tadi pas ketemu kamu aku jadi pengen ngajakin kamu deh."

"Ohh."

"Kamu nggak masalah kan?"

Aku mengangguk. Namun setelah aku membuka seat belt, Gerry justru diam saja dan tak segera keluar. Dia justru terpaku menatap wajahku.

"Kok diam aja."

"Kamu ada lip balm?"

"Ha? Ngapain nanyain lip balm?" Heran ku.

"Bibir kamu kering?"

"Masa iya." Aku meraba bibirku saat itu juga. Kayaknya nggak ada yang bermasalah deh.

"Sini aku bantuin," Gerry kemudian mendekat.

Mataku membulat saking terkejutnya saat ada benda kenyal dan basah yang menyentuh permukaan bibirku, melumat dan menghisapnya dengan lembut. Aku menarik wajahku seketika. "Kamu ih?" Aku mendaratkan sebuah cubitan di perutnya.

"Aw!" Dia meraih dan menggenggam tangan yang baru saja kugunakan untuk mencubitnya itu. "Udah siap dapat hukuman?"

"Apa?" Aku mendongak seolah menantang nya.

Gerry segera mengangkat tangan itu dan menciumnya. Aku hanya mampu tersipu mendapat perlakuan manis seperti ini. Kemudian ia kembali mendekatkan wajahnya. Dan sekali lagi bibir kami saling memagut. Kupejamkan mataku dan kubiarkan ia melakukan inginnya. Begitu lembut namun menuntut, hingga dengan mudahnya aku terhanyut. Tangan saling menggenggam erat dengan nafas yang memburu, berpacu dengan hasrat yang menggebu.

Hingga akhirnya kudorong pelan tubuhnya saat aku merasa pasokan oksigen ke sudah menipis. Aku terengah-engah menatapnya yang kini masih berada tepat di depanku. Ternyata bukan hanya aku yang terengah-engah, Gerry pun sama. "Lihat nih bengkak!" Ketusku sambil memperlihatkan bibirku yang terasa bengkak.

Gerry tersenyum dan kembali mendekatkan wajahnya. Kali ini hanya sebuah kecupan singkat di bibir, berlanjut di kedua pipi dan berakhir lama di kening. "Udah nggak kering lagi sekarang," ucapnya sambil mengusap lembut bibirku menggunakan ibu jarinya.

Aku merengut dan menyilangkan tangan di dada.

"Nanti kalau pas di dalam tangannya jangan digituin ya?" Ucapnya tiba-tiba.

"Kenapa emang?" Aku memperhatikan tanganku yang kini masih terlipat menyilang.

"Dada kamu kelihatan gede banget," bisiknya tepat di telingaku.

"Iihhhhh!!!" Kembali aku mencubit perutnya kuat.

"Aw aw aw. Sayang udah udah, sakit ini!" Ia terus berusaha melepaskan tanganku dari perutnya.

"Kamu mesum sih!" Aku segera berbalik dan kembali melipat tanganku di depan dada.

"Sayang aku nggak mesum, tapi..."

"Bodoh!" Potongku cepat.

"Dengerin sayang," ucap Gerry sambil melepaskan tanganku dan menempatkannya di samping tubuh. "Aku cuma nggak pengen teman-temanku nanti pada kesenangan ngeliatin kamu. Ya emang sih mereka di dalam juga bawa ceweknya kalau yang punya, tapi para jomblo yang tak ada yang ngejaga itu gimana?" Jelaskan Gerry dengan sabar.

"Iya deh iya." Aku berusaha menerima alasannya.

"Yuk masuk ya." Gerry segera berjalan memutar dan membukakan pintu untuk Raya. Mereka yang memasuki kafe dengan beriringan.
Raya POV end

"Loh, kita mau kemana?"

"Ke atas sayang. Biasanya temen-temen pada booking di atas."

"Ohh." Raya terus berjalan mengikuti Gerry. Tangan yang terus digenggam membuatnya merasa aman dan tak mungkin tersesat. Ya lah, lagian mana ada tersesat di cafe, adanya tersesat di hatimu, hiyyaaa. Hingga tibalah mereka di depan sebuah pintu dengan dinding kaca.

"Wah, dateng lu Ger, kirain bakal nggak ngikut lagi," ucap Bagas yang duduk tepat menghadap pintu, sehingga membuatnya menjadi yang pertama menyadari kehadiran Gerry. "Eh, sama siapa nih?" Lanjutnya saat melihat sosok Raya berdiri di samping Gerry dengan tangan saling menggenggam.

"Ini Raya, cewek gue," ucap Gerry memperkenalkan Raya pada teman-temannya.

"Hai semua," sapa Raya pada teman-teman Gerry.

"Hai Raya..."

Gerry segera merangkul pinggang Raya dan membimbingnya untuk bergabung dengan teman-temannya.

"Gila bener Gerry, biasanya anteng-anteng aja nggak taunya ceweknya cakep bener," bisik Dendi pada Ferry yang duduk di sebelahnya.

"Iya, nemu di mana cewek kayak gitu. Bening bener, bodynya oke juga," timpal Ferry.

Gerry yang merasa pacarnya diperhatikan nampak tak nyaman. "Sayang, baju kamu dikeluarin bisa?" bisiknya pada Raya.

"Kenapa emang?" tanya Raya yang mengalihkan pandangannya dari ponsel pintar yang dipegangnya.

"Itu gede banget," kata Gerry sambil menunjuk bagian dada Raya menggunakan matanya.

"Kamu ih!" geram Raya dengan suara tertahan. Walaupun demikian ia tetap melakukan apa yang kekasihnya minta.

"Mbak Raya sekolah di SMA 1 kan?" Tanya seorang gadis manis yang duduk di samping Bagas.

"Iya, kok tahu?"

Gadis itu segera menurunkan resleting jaketnya memperlihatkan seragam yang dia kenakan. "Aku juga sekolah di situ Mbak, tapi masih kelas X." Gadis itu melempar senyum. "Kenalin aku Rona," ucap gadis itu sambil mengulurkan tangan.

Raya segera menjabat tangan yang terulur itu. "Maaf ya aku tadi nggak ngenalin kamu."

"Kok kamu kenal sih sayang?" tanya Bagas pada Rona kekasihnya.

"Siapa sih yang gak kenal sama Mbak Raya. Ketos aja masih belum move on meski udah lama diputusin. Ya kan Mbak?"

Raya menanggapinya dengan biasa. "Nggak gitu juga kok, jangan berlebihan kamu."

Namun berbeda dengan Gerry, raut tak sukanya muncul tiba-tiba.

"Eh, muka lu kenapa Ger," goda Rama yang menyadari perubahan raut wajah Gerry.

Gerry tak menyahut, dia segera meraih rokok di depannya dan mulai menyalakannya.

Teman-temannya paham betul jika Gerry sudah memegang rokok, berarti dia sedang dalam mood yang kurang bagus. Tak lagi ada yang berani menggodanya.

"Ron, jangan bahas Raya lagi ya?" Bisik Bagas pada Rona.

"Kenapa?" Tanya Rona lirih.

"Udah ngikut aja."

Semua kini kembali ke tujuan awal mereka berkumpul di sini yaitu merencanakan agenda untuk melewati malam tahun baru bersama.

TBC

Adakah yang penasaran dengan kisah Raya dan Gerry.

Susah Move OnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang