"Jadi, apa yang aku lewatkan?" tanya Reina ketika sudah kembali ke teman-temannya.
"Kenapa ortumu nelpon, Rei?" Rizal malah bertanya balik.
Si gadis hanya mengendikkan bahu. "Biasa, bertanya soal kabar."
"Rajin bener," timpal Andre. "Tadi pagi nelpon juga, kan? Terus semalem waktu masih di bandara."
Reina menggaruk leher. Meringis kecil. "Mereka hanya khawatir. Waktu kecil aku sakit-sakitan, sih."
Itu sebabnya, kalau Ayah Ibu tahu apa yang aku lakukan soal roh kutukan—
Mereka pasti akan jantungan.
"Yah, itu tidak penting sekarang," kata Reina sembari menggeleng. "Kalian tadi membicarakan apa?"
"Rencana jalan-jalan dong!" kata Intan dengan bersemangat. Tangannya terkepal meninju udara. "Kita di Jepang! Tokyo! Masa nggak jalan-jalan?"
Rizal menggeleng-gelengkan kepala. Tangannya menenteng di pinggang. "Yang satu pikirannya makan, yang satu pikirannya jalan-jalan."
Andre dan Intan meringis. Kemudian mulai membela diri mereka. Rizal mengurut kening. Reina hanya terkikik kecil. Pak Satrio sendiri melihat percakapan murid-muridnya dengan senyum lebar.
"Oke, oke!" Pak Satrio menyela kocehan anak didiknya.
"Sekarang kita ke hotel," katanya. "Makan siang dulu, baru kita pikirin mau pergi kemana, ya?"
Keempat anak itu menyerukan persetujuan. Dan mereka segera berjalan keluar gedung. Setiap langkah berisi rencana apa yang akan mereka lakukan selanjutnya.
***
Ternyata mereka sudah mendapat jadwal tur keliling Tokyo dari Panitia. Jadi, mereka tidak perlu repot-repot mengatur waktu dan mencari arah tempat wisata. Rombongan Olimpiade Sains berubah menjadi kelompok turis untuk siang hari ini.
Tujuan pertama adalah Taman Ueno. Sebuah taman kota cantik di tengah Tokyo. Mungkin dipilih agar para peserta bisa mengistirahatkan mata dengan melihat alam. Dan sampai di sana, Intan mengeluh pelan dibalik napasnya.
"Padahal udah ngarep ke Harajuku gitu..." bisiknya dengan bibir maju.
Rizal tertawa kecil dan menepuk punggung kawannya itu. "Udahlah Tan, syukurin aja."
"Ya, lagipula ini tidak terlalu buruk," gumam Reina. Matanya memandangi sekitar. Taman itu sangat rindang. Dan tidak banyak pengunjung kecuali gerombolan mancanegara mereka. Mungkin karena bukan hari libur.
"Lihat, katanya disini banyak vegetasi. Aku pernah dengar ada Zelkova serrata dan Cinnamomum champora yang sangat tua di sini."
"Rei, bahasa Indo, plis."
"Pohon. Maksudku disini ada pohon yang sangat tua."
"Kalau cuma pohon tua, mah di Indonesia juga banyak," celetuk Andre.
"Tahu pohon beringin di taman deket sekolah? Yang katanya angker? Itu juga udah tua, lho!"
Reina mengangguk. Tentu saja dia ingat. Mata hitamnya melirik Rizal yang bahunya agak tampak menegang. Dulu, dia dan Rizal pertama kali bertemu di pohon itu. Saat masih SMP kelas satu.
Walaupun, situasi pertemuan mereka tidak bisa dibilang menyenangkan.
Suara Pak Satrio terdengar memanggil. Mengambil perhatian tim mereka. Rombongan mereka mulai bergerak. Keempat anak itu segera berlari kecil untuk mengikuti.
***
<Ingatkan lagi kenapa kita bisa tersesat?>
<Karena aku bukan merpati pos?>
KAMU SEDANG MEMBACA
Local Shaman (A JJK Fanfiction)
Fanfiction"Aku ke Jepang untuk Olimpiade Sains, bukan mengatasi kutukan!" *** Hidup Reina Pratama Wulandari dekat dengan hal supranatural. Apalah dengan kemampuannya melihat makhluk aneh dan Kakek Buyut yang melatihnya untuk menghadapi mereka. Setidaknya dia...