Chapter 29

387 57 17
                                    

Suara langkah bergema di koridor sebuah lorong bawah tanah. Diikuti bunyi becek genangan air yang berdenyar ketika Chiasa tidak sengaja menginjaknya.

Di sudut lorong, tampak sebuah pintu besi. Besar dan keras. Tampak dingin dan tanpa ampun.

Ismawan keluar dari pintu itu.

"Ismawan-sama," sapa sang Perisai sembari menunduk hormat. Dijawab oleh lambaian tangan dari yang lebih tua.

"Sudah kubilang berapa kali, Chiasa-kun." Sang Kamiya menggelengkan kepala. "Tidak perlu terlalu formal jika denganku."

Pria itu menyisir surai putih di kepalanya dengan tangan. Mulut mendesah panjang. Langkahnya yang berat mengiringi frustasi. Pandangan teredar ke lorong bata di sekitar mereka.

"Aku masih tidak percaya kita punya fasilitas penjara semacam ini," gumam Ismawan. "Memang berguna untuk sekarang. Tapi aku masih heran apa yang ada di pikiran pendahuluku saat membangunnya."

"Kalian Kamiya." Chiasa mengingatkan. Senyum penuh kerut terpajang di wajah.

"Tidak ada yang bisa membaca jalur pikiran keluarga anda."

Ismawan terpaku. Lalu tawanya menggelegar di lorong yang bisu. Dia menepuk-nepuk pundak Chiasa.

"Kau bisa saja. Aku anggap itu pujian," ucapnya sembari menyeringai.

Kedua kakek tua itu berjalan keluar. Chiasa dengan setia membuat langkahnya seiring disamping Ismawan.

"Jadi," ucap sang Perisai dengan hati-hati. "Apakah ada hasil, Ismawan-sama?"

Yang satunya mendesah. Lalu mengusap muka dan menggeleng.

"Nihil," jawabnya pahit. "Dia tidak mengucapkan satu patah kata apapun. Siapapun 'Tuan' ini, dia benar-benar tidak mau mengkhianatinya."

Ismawan menundukkan wajah. Ekspresinya mengeras.

"Bahkan setelah apa yang dia lakukan pada tubuhnya..."

Loyalitas,

Pikir Chiasa.

Dia sangat paham akan hal itu.

Matanya terlempar pada sosok Ismawan yang berdiri tegap. Terlihat jauh lebih muda dari seharusnya. Bahu tertarik ke belakang. Langkah pasti bergema di dinding batu.

Masih siap menantang Dunia Jujutsu.

Chiasa mau tidak mau mengakui—

Dia mengenali pemikiran Gayatri.

Karena jika dia ada di situasi itu—jika dia dipaksa untuk memberikan informasi tentang Ismawan—

Dia memilih menjahit mulutnya sendiri.

Walaupun dia tahu Ismawan tidak menyukai kesetiaan buta semacam itu. Sang Kamiya lebih suka memiliki bawahan yang bisa berpikir sendiri. Punya pribadi dan pendapat individu.

Yah, dia tetap akan melindunginya.

Karena Perisai selalu melindungi tuannya.

"Hei, Chiasa-kun."

Panggilan dari Ismawan membuatnya tersentak. Dia tidak sadar bahwa pria itu menengok ke arahnya.

"Ayo kita mampir ke restoran, beli makan untuk anak-anak," ajaknya. Senyum berseri menyusup di bibir.

"Aku yakin Reina, Junpei, dan Yuko pasti kelaparan sesudah bekerja keras."

Chiasa diam. Lalu terkekeh. Memberi anggukan kecil sebagai jawaban.

Local Shaman (A JJK Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang