Perpustakaan SMA Swasta Tunas Terpadu sudah sepi ketika sore. Tidak banyak anak yang sering berkunjung pada jam masuk. Terlebih lagi setelah lewat pulang sekolah begini.
Tidak ada, kecuali anggota tim Olimpiade Sains.
Reina dan dua temannya—Intan dan Andre—duduk melingkar di salah satu meja baca di pojok. Menunggu ketua tim mereka kembali dari ruang guru.
Ini adalah hari penentuan.
Dimana hasil kerja keras mereka selama ini mungkin akan berbuah manis.
Atau jatuh ke tanah berkeping-keping.
Hari ini, hasil seleksi tim mana yang akan lanjut di lomba tingkat internasional akhirnya keluar.
Mengatakan bahwa anak-anak itu gugup adalah pernyataan yang merendahkan.
<Berapa lama lagi?>
Suara dalam otak Reina bergema. Gadis itu menahan senyum.
<Sebentar lagi, Resi. Sabarlah sedikit.>
<Kalian pasti lolos. Kenapa dengan atmosfir tertekan ini?>
<Kau yakin sekali, huh?>
<Tentu saja! Wadahku tidak mungkin kalah!>
Mendengar itu, mau tidak mau, Reina tertawa kecil.
"Hayoloh Rei, kok malah ketawa sendiri?" tanya Andre. "Kamu nggak takut emang?"
"Gugup itu pasti," gumam gadis itu. "Tapi apapun hasilnya, yang penting sudah ada usaha, kan?"
"Iya sih...," timpal Intan. Memainkan ujung kepangan rambutnya.
"Cuma rasanya pasti kecewa kalau—"
"Hush!" Andre menempelkan jari ke mulut. "Jangan ngomong kayak gitu! Entar jadi doa, lho!"
Intan terkesiap. Langsung menutup mulutnya. Andre dan Reina tertawa kecil melihat anggota paling muda mereka itu.
Beberapa menit berlalu dengan sangat lamba. Muka sang ketua masih belum nampak juga. Bunyi detik jam seakan membuat energi di ruangan semakin berat.
Akhirnya, wajah sang ketua—Rizal—muncul dari balik pintu.
"Gimana, Zal? Gimana?" tanya Andre selagi Rizal mendekat.
"Teman-teman..."
Ada jeda dramatis di sana. Rizal mengambil napas dalam. Menarik kursi yang tersisa dan duduk di sana.
Napas ketiga yang lainnya tertahan.
"Kita lolos."
Hening sedetik.
Lalu sorak sorai pecah.
"EH BENERAN? LOLOS?"
"KITA KE JEPANG SAUDARA SEKALIAN!"
Keempat teman itu tertawa keras. Mata Intan bahkan sampai berkaca-kaca. Tidak peduli ini di perpustakaan. Lagipula, tidak ada siapapun selain mereka.
"Ini bener, kan? Kita ke Jepang ini?" bisik Intan. Tangan menutupi mulut. Masih tampak tidak percaya.
"Bener, lah," ucap Rizal. "Siap-siap lho, ya. Kita berangkat bulan depan. Berarti ada satu bulan buat belajar."
"Heh, kau benar," gumam Reina. "Kita ke Jepang untuk berlomba, bukan hanya liburan."
"Kalau itu pasti, lah!" Andre mengibaskan tangan. Lalu menggosok dagunya dengan ekspresi serius.
"Mungkin kita harus belajar bahasa Jepang, ya? Biar besok gampang gitu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Local Shaman (A JJK Fanfiction)
Fiksi Penggemar"Aku ke Jepang untuk Olimpiade Sains, bukan mengatasi kutukan!" *** Hidup Reina Pratama Wulandari dekat dengan hal supranatural. Apalah dengan kemampuannya melihat makhluk aneh dan Kakek Buyut yang melatihnya untuk menghadapi mereka. Setidaknya dia...