Perjalanan mereka diisi diam. Hanya diselingi bunyi mesin mobil menderu dan jalanan yang Tokyo yang ramai.
Ismawan duduk tak bergeming. Tampak larut dalam pikiran. Reina menempel di sampingnya. Hanya terpaku selagi mobil hitam itu menembus jalanan yang asing baginya.
Gojo dan supir mereka juga tidak mengatakan apapun. Keheningan aneh itu benar-benar meliputi seisi mobil. Membuat Reina merasa tercekik.
<Kita akan baik-baik saja.>
Reina mendesah lega.
Setidaknya Resi masih mau berbicara.
<Kau tahu apa yang terjadi di sini?>
<Aku bisa menebak.>
<Dan tebakanmu adalah...?>
Benak sang gadis disapa hening. Seakan Resi sedang menimbang jawaban yang harus dia beri.
<Kupikir lebih baik kita dengar penjelasan orang-orang ini nanti.>
<Tapi aku penasarannya sekarang.>
<Bersabarlah, Rei. Aku yakin, apapun ini, bukan hal yang buruk.>
<Darimana kau bisa tahu?>
<Jika ini berakhir gawat, kau punya aku dan si Kakek Tua. Semuanya pasti terkendali.>
Hati Reina menjadi lebih ringan mendengar itu. Resi benar, dia tidak sendirian di sini.
"Kita sampai!" ucap Gojo.
Pintu mobil dibukakan oleh sang supir—Ijichi—dan Reina langsung melompat keluar. Dia meregangkan tangannya sebelum mengucapkan terima kasih. Mata hitam mengamati keadaan sekitar. Mereka tampaknya berada di pegunungan.
Kita masih di Tokyo? Tempat ini sepi sekali.
"Reina."
Suara sang kakek memanggil. Anak perempuan itu berbalik sebelum berlari kecil kesamping Ismawan. Menggandeng tangan keriput yang masih menggenggam dengan kuat.
Mereka bertiga kemudian berjalan masuk. Sementara Ijichi ditinggal entah untuk mengurus apa.
Reina merekam bangunan yang mereka lewati. Diselingi pohon dan tumbuhan yang membuat kesan rindang. Semuanya bergaya Jepang. Indah, namun tentu agak asing di mata anak dari Indonesia. Yang biasanya hanya melihat bangunan seperti itu pada iklan pariwisata.
"Ini... sekolah?"
"Iya," jawab Gojo yang berjalan di depan mereka. "Bentuknya memang tidak biasa, ya~?"
Dibanding SMA Reina di Indonesia? Tentu saja. Tempat ini jelas memiliki estetika lain. Dalam sudut pandang gadis itu, lebih seperti situs bersejarah daripada sekolah.
Gojo membawa mereka ke sebuah bangunan. Desainnya masih tampak senada dengan yang lain. Pria berambut putih itu yang pertama masuk. Diikuti oleh Ismawan. Baru Reina mengekor seperti anak bebek yang kebingungan.
Ruangan yang mereka masuki agak remang. Hanya ada cahaya kuning temaram dari api-api lilin yang ada dalam pilar penyangga.
Tampak seorang pria duduk di depan mereka. Terlihat cukup sangar. Berjanggut dan berambut mencuat ke atas dengan undercut. Menggunakan baju dan kacamata hitam. Dia dikelilingi oleh—
Kening Reina mengernyit.
Boneka?
"Kamiya-sama."
KAMU SEDANG MEMBACA
Local Shaman (A JJK Fanfiction)
Fanfiction"Aku ke Jepang untuk Olimpiade Sains, bukan mengatasi kutukan!" *** Hidup Reina Pratama Wulandari dekat dengan hal supranatural. Apalah dengan kemampuannya melihat makhluk aneh dan Kakek Buyut yang melatihnya untuk menghadapi mereka. Setidaknya dia...