"Oh? Di sini rupanya!"
Seruan Gojo itu terdengar diantara pohon ketika dia menemukan Reina terbaring di lantai hutan.
Dia berlutut disamping anak perempuan itu. Dia bisa melihat tidak ada luka parah—entah bagaimana, mengingat matanya ditutup kain.
Kecuali beberapa lebam dan lecet, tidak banyak cidera lain. Wajahnya tenang dan napasnya lembut teratur. Lebih mirip orang tertidur.
"Kau membuat kami khawatir, lho, Reina-chan~" ucapnya sembari terkekeh. Dia menyibak beberapa helai rambut sang gadis yang menutupi wajahnya.
"Yak, sebaiknya aku membawamu kembali—eh?"
Tidak jauh dari mereka—
Seseorang terikat di pohon dengan tali berwarna hitam.
Tidak mati. Agak mengerikan melihat lukanya. Namun, napas-napas pendek masih terdera dari mulut dan hidung yang berdarah.
"Apa ini?" gumam Gojo.
Dia mendekati orang itu. Kemudian berjengit mundur ketika merasakan energi kutukan yang berputar di sekitarnya. Energi itu tajam. Sangat menusuk. Terasa tidak natural dan salah.
"Ck ck, jadi kau harus menghadapi hal seperti ini, eh?" gumam Gojo.
Dia kembali menghampiri Reina. Lalu menggendongnya dengan princess carry. Tersenyum ketika sadar ini ketiga kalinya dia membawa sang gadis seperti ini.
"Biar nanti kusuruh Pak Yaga yang mengurus," gumam pria berambut putih itu. Dia menendang kaki orang yang terikat tadi. Menyeringai.
"Toh, aku sudah mengurus kutukan tanaman tadi. Sekarang ayo kembali!"
Si gadis tentu tidak menjawab. Malah semakin menggulung diri di tangan Gojo. Gurunya itu tertawa kecil.
"Terima kasih atas kerja kerasnya ya, Reina-chan!"
***
Saat Reina membuka mata—
Dia tidak lagi melihat hutan.
Namun, lautan tinta dan langit biru kelam yang ada di depannya sangat familiar.
"Ugh, sial," gumam sang gadis. "Aku pingsan, huh? Rasanya sudah lama sekali tidak kesini..."
Laut di bawah kakinya berdenyar ketika dia melangkah. Ombak mendebur. Namun, tidak pernah menggapainya. Reina berjalan di atas air hitam seperti sudah terbiasa. Mengikuti arahan imajiner yang sudah terpatri jelas di otaknya.
Tidak lama, dari kejauhan, dia bisa melihat benda lain mencuat dari samudera hitam tanpa batas. Terbuat dari material yang sama dari berbagai amunisi yang bisa dia munculkan.
Ada ukiran rumit berlekuk di tiap permukaannya. Menggambarkan pasukan dan pertikaian. Dengan ornamen membentuk pedang, pisau, anak panah, dan senjata lain. Ditempa menjadi satu.
Sebuah singgasana.
Dengan seseorang duduk di atasnya.
Senyum Reina mengembang.
"Resi!"
"Reina!"
Sosok berambut hitam panjang yang duduk di sana sontak berdiri. Kimono putih yang dia pakai berkibar ketika sang gadis menubruk dan memeluknya erat.
"Oof—hehehe, merindukanku?"
"Ssh, diam, Resi."
Ya.
Si pria rambut panjang adalah perwujudan Resi. Kutukan yang berdiam di tubuh Reina.
Mereka berpelukan selama beberapa menit. Reina membenamkan kepalanya ke dada Resi. Jarang-jarang sang gadis masuk ke domain kutukannya seperti ini. Pertarungan tadi pasti menjadi pelatuk yang kuat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Local Shaman (A JJK Fanfiction)
Fiksi Penggemar"Aku ke Jepang untuk Olimpiade Sains, bukan mengatasi kutukan!" *** Hidup Reina Pratama Wulandari dekat dengan hal supranatural. Apalah dengan kemampuannya melihat makhluk aneh dan Kakek Buyut yang melatihnya untuk menghadapi mereka. Setidaknya dia...