💎Boneka masa kecil💎

13 2 0
                                    

"Sepertinya mereka telah berhasil melakukannya, tidakkah itu bagus mereka akan abadi selamanya," kata seorang pria bertubuh gempal saat melihat satu keluarga mati di depan matanya.

"Apa maksud anda?" tanya Meira tidak mengerti. Dia merasa sungguh aneh pria gempal yang ada di sebelahnya ini menyaksikan semua mayat yang ada di sebelah rumahnya yang tidak lain adalah tetangganya namun dia malah bicara demikian, sungguh sangat aneh.

"Jauhi saja barang kesayangan dari masa lalumu." Pria itu menuju ke arah pohon yang tidak jauh dari sana, dia bersandar di pohon itu sambil memjamkan mata.

Para polisi masih menyelidiki kasus kematian satu keluarga itu, Meira langsung pulang ke rumah yang tidak jauh dari lokasi dan menceritakan kepada ayah dan ibunya apa yang terjadi, tapi dia tidak menceritakan apa yang dikatakan pria bertubuh gempal itu karena menurutnya dia hanya mengigau di tengah hari saja.

Meira dan keluarganya melanjutkan sarapan mereka yang tertunda akibat berita dari televisi, dan suara sirine mobil polisi serta amhulance yang terdengar nyaring. Diduga satu keluarga itu saling membunuh satu sama lain karena mempunyai dendam sesama keluarga, mereka juga sering bertengkar dan hal itu sering disaksikan tetangga sekitar mereka.

**
Meira dan keluarganya membersihkan rumah mereka untuk merayakan tahun baru, Meira membersihkan loteng dan menemukan boneka masa kecilnya di sana serta beberapa album foto. "Ibu aku akan simpan boneka ini di lemari kaca kita ya," kata Meira oada Ibunya.

"Baiklah sayang." Ibu Meira tersenyum.

Meira kembali lagi ke loteng setelah meletakkan boneka itu di lemari kaca, lalu membereskannya lagi. Kali ini dia menemukan sebuah buku kecil dengan ukiran disampul buku itu sangat unik, Meira menyimpan buku itu untuk dia baca nanti. 

Setelah selesai bersih-bersih keluarga Meira makan siang bersama, lalu Meira menuju ke kamarnya untuk melihat buku yang dia temukan tadi itu pasti buku diarynya dulu pikir Meira. Meira membuka lacinya dan mengeluarkan buku itu, tapi kemudian ibunya memanggil dan Meira mengurungkan niatnya untuk membaca buku itu.

Meira kembali ke kamarnya dan mulai membaca buku itu, tapi sepertinya itu bukan buku harian dia sewaktu dulu karena disetiap lembar buku itu hanya ada satu kalimat dan itu menggunakan bahasa asing yang belum pernah Meira baca sebelumnya, dia jadi penasaran dengan apa arti dari kalimat-kalimat itu jika disatukan.

Meira mencari ponselnya tapi tidak menemukannya, "Pasti Buz sedang memakai ponselku," ujaranya dalam hati. Meira turun dari kasur dan menuju ke kamar Buz, adik lelakinya ini memang suka mengambil ponsel Meira dan memainkannya tanpa sepengetahuan Meira.

"Buz kembalikan ponselku," ujar Meira pada Buz, Buz menyembunyikan ponsel Meira di bawah bantalnya namun terlambat Meira sudah mengetahuinya. "Buz."

"Aku tidak mengambil ponselmu," kata Buz.

"Siapa yang mengajarimu berobohong, kecil-kecil sudah pandai berbohong." Meira mencubit pipi Buz yang tembam dengan gemas. "Aku laporkan Ibu bagaimana kalau aku kehilangan ponsel." Meira hendak pergi dari kamar Buz, namun dengan segera Buz menarik baju Meira menbuat langkah Meira terhenti.

"Baiklah aku minta maaf aku tidak akan berbohong lagi, ini ponselmu jangan laporkan pada Ibu ya," kata Buz dengan takut. Meira tertawa, lalu memeluk adiknya itu erat, setelahnya dia mengacak-ngacak rambut Buz, mencubitnya lalu meciumi pipinya.

"Baiklah aku tidak akan adukan pada Ibu, tapi ada dua syarat yang harus kamu penuhi," tutur Meira setelah puas mencubit dan mencium pipi Buz. "Pertama berikan semua simpanan permenmu padaku, kedua jangan mengambil barang siapapun tanpa izin pemiliknya kamu mengerti?"

"Iya, iya akan aku turuti, iya aku paham aku janji tidak akan melakukannya lagi." Setelah mengatakan itu Buz turun dari kasurnya dan mengambil semua permen yang dia simpan dikamarnya tanpa terlewat satupun, setelahnya Buz memberikannya pada Meira. "Adikku yang pintar." Meira mengacak rambut Buz lalu pergi dari kamar Buz menuju kamarnya.

Dia kemudian mencari buku itu lagi namun tidak dia dipanggil oleh ayahnya untuk membantunya memegangi tangga, untuk memasang lampu yang mati. "Kakak aku pinjam salah satu bukumu ya," kata Buz pada Meira yang masih memegangi tangga.

"Baiklah tapi jaga baik-baik ya." Buz mengangguk lalu pergi. Meira sudah lama mencari buku itu tapi tidak ketemu, dan kemudian dia ingat bahwa Buz meminjam buku padanya tadi. Meira langsung ke kamar Buz. Saat Buz melihat Meira masuk dia jadi ketakutan, "Ada apa Buz kenapa kamu takut melihatku begitu?" tanya Meira.

"Akan aky beritahu tapi jangan marah aku ya, janji." Buz menunjukkan jari kelingkingnya.

"Baiklah aku janji." Meira langsung mengaitkan jari kelingkingnya ke jari kelingking Buz. Setelahnya Buz lalu menunjukkan buku yang Meira baca, buku itu basah. Meira hendak marah namun dia tahan dia sudah janji pada Buz, dia lalu mengambil buku itu dan segera menjemurnya.

**
Meira mengerutkan kening akibat buku itu dibasahi Buz hanya beberapa potong kata yang bisa dia terjemahkan.
'Keabadian, mendapatkannya. Akan di bawa oleh barang masa kecilmu.' Hanya kata itu yang tersisa yang bisa Meira terjemahan.

**
Semua orang di rumah Meira terbangun termasuk Meira dan juga Buz, tubuh mereka seperti dikendalikan. Mereka mencoba melawan namun tidak bisa tubuh mereka bergerak sendiri. Ibu Meira mengambil lilin lalu menyalakannya di tengah ruangan, Ayah Meira mematikan semua lampu, sedangkan Meira membuat lingkaran dan Buz dia berada di tengah lingkaran yang tengah dibuat oleh Meira. Setelahnya Meira, Ayahnya dan Ibunya membentuk lilin mengikuti dengan lingkaran itu, dan menyalakannya. Meira mengambil sebuah mangkuk dari dapur dan juga pisau, lalu masing-masing dari mereka meneteskan enam tetes darah mereka ke dalam mangkuk itu mengaduknya dengan jari lalu kemudian membuat tanda di dahi mereka masing-masing. "Ibu, Ayah apa yang sebenarnya terjadi aku tidak bisa menggerakkan tubuhku dan apa ini apa yang kita lakukan?" tanya Meira akhirnya setelah lama berjuanh untuk membuka mulutnya.

"Ibu juga tidak tau," jawab Ibu Meira.

"Ayah juga."

Kemudian mulut mereka terkunci lagi karena mereka seperti diperintahkan untuk membaca sebuah mantra, sambil bergandengan tangan dan mengitari lilin itu. Buz hanya tidur ditengah-tengah lingkaran itu.

Setelahnya muncul angin kencang yang membuat semua lilin mati, tidak lama lilin itu kembali hidup dengan warna ungu bukan warna api pada umumnya. Buz sudah memegang boneka yanv Meira bawa dari loteng tadi pagi serta buku yang Meira terjemahkan juga sambil tersenyum miring. Tubuh Meira dan kedua orangtuanya disuruh berlutut.

"Terimakasih untukmu Meira karena telah membangunkanmu dengan boneka kesayanganmu dan membaca buku ini," ucap Buz dengan suara seorang perempuan dewasa. Meira mendongak, "Siapa kamu?! Kamu apakan tubuh kami?! Kamu apakan adikku?!" Meira mencoba berdiri namun gagal.

"Ini salahmu kenapa tidak mendengarkan nasehat lelaki itu dan malah menyepelekannya." Buz tertawa. "Aku lupa memperkenalkan diri namaku Jandora ibu dari kegelapan," kata Jandora. Kemudian Jandora yang menggunakan tubuh Buz mengambil pisau yang tergeletak dilantai. 

"Aku akan membawa kalian ke keabadian karena telah membantuku, dan ya sebelum itu aku ada kata-kata terakhir untukmu. Terkadang apa yang kamu anggap tidak masuk akal adalah hal yang sebenarnya terjadi, dunia ini penuh misteri dan kita hanya bagian abu-abu dari orang yang mebcari putih dan hitam."

**
"Sekarang saya sedang berada di kediaman Walles, dan mereka juga meninggal seperti tetangga yang tidak jauh dari mereka pemirsa. Kami akan kembali sesaat lagi jadi tetaplah bersama kami," ucap seorang reporter di depan rumah Meira.

The Slice Of Life (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang