CHAPTER 6

30 23 1
                                    

   Sejak hari itu, Jennie sedikit menghindari mereka. Ibunya Syahna menyadari nya kalau anaknya itu sedang merasa resah. Saat Jennie kembali ke kamarnya setelah makan malam, ibunya langsung menyusulnya.

"Jennie ? boleh ibu masuk?" ucap Ibunya Syahna sambil mengetuk pintu kamarnya.

Pintu kamar terbuka dan Jennie langung menutup pintunya. Ia tersenyum pada Ibunya.

"Ada apa bu?" sambil duduk di sofa.

"Nanti hari minggu kamu mau ikut ibu ga?" Ibunya mengelus rambut anaknya itu dengan penuh kasih sayang.

"Hm … kemana bu? aku masih harus menyelesaikan pelajaran yang tertinggal bu" Jennie merasa tidak enak menolak ajakan ibunya.

"Nanti aku kasih tau kalau sudah beres ya bu, aku masuk kamar dulu" Jennie mengecup pipi Ibunya lalu masuk kembali ke dalam kamar.

"Ada apa bu ? kenapa ibu berdiri disini?" tanya Miya.

"Tidak ada, yasudah kamu tidur gih udah malem"

   Sepanjang malam Jennie memikirkan sesuatu, entah apa yang harus dia lakukan untuk menyelesaikan masalahnya dengan yang lain. Ia sudah pusing bahkan sangat sangat pusing.

°•°•°•°

   Sudah hampir seminggu Jennie tidak keluar dari kamarnya. Membuat Ibu dan Ayahnya sangat khawatir, pasalnya Jennie tidak kunjung membuka pintu kamarnya walaupun Ayahnya mencoba untuk mendobrak pintu kamarnya tapi tidak bisa. Ibunya sudah membujuk Teman temannya untuk menyuruh Jennie keluar dan berbicara.

"Jennie ini aku, Candra" Candra mengetuk-ngetuk pintu kamarnya. Tidak ada jawaban sama sekali.

"Akh … sudah lah buang buang waktu saja. Biarkan dia mati di dalam kamar" celetuk Naya dengan menyilang kan tangannya.

"KAU !!" teriak teman temannya Jennie secara bersamaan.

"APAH !!!" balas Naya dengan emosi.

"Lebih baik kau tidak usah ikut campur !! kau bahkan tidak peduli sama sekali pada adikmu, untuk apa kau disini?!" tegas Daniel.

   Naya mendengus kesal lalu pergi disusul oleh Miya. Tiba tiba pintu kamar terbuka dan menampakkan Jennie dengan wajah yang pucat memakai baju atasan panjang putih dan celana pendek jeans.

"Kalian pulang aja, udah liat kondisi aku sekarang kan ? aku baik baik aja ko" Jennie mencoba untuk tersenyum.

"Tapi Jenn …" ucapan Candra terhenti saat Ibunya Jennie memberikan kode untuk menuruti perkataannya.

   Mereka berpamitan pada Ibunya dan juga Jennie. Perlahan Candra menatap Jennie dengan raut wajah yang terlihat sedih lalu menghampiri Jennie dan berjabat tangan, Ia tidak melepaskan tangannya Jennie walaupun Candra tau bahwa Jennie butuh bantuan. saat akan melepaskan tangannya Candra, Jennie menepuk-nepuk punggung tangannya dengan pelan. Jennie masuk kembali ke kamarnya tanpa mengantarkan mereka ke luar rumahnya.

   Pada saat pagi hari, Ayahnya Jennie mengetuk pintu kamarnya. Ibunya melihat nya dan segera menghampiri suaminya itu.

"Ish kamu ini, jangan di ganggu dulu" menyuruh Ayahnya untuk segera pergi.

Tiba tiba pintu kamar Jennie terbuka, terdapat senyuman diwajahnya.

"Ayah … ibu … boleh aku bercerita?" mendengar ucapan Jennie mereka hanya mengangguk iya. "Kalau gitu kita bicara dikamar aja ya?" Jennie mempersilahkan Ibu dan  Ayahnya untuk masuk ke dalam kamarnya.

   Sudah lama Jennie tidak mempersilahkan seseorang pun memasuki kamarnya semenjak masalah itu. Jennie menghela nafas Panjang mencoba untuk tidak menangis di depan mereka.

"Ayah sama Ibu tau ga kalau ka Miya dan Naya dulu memfitnah ku ? hingga menyebarkan berita hoaks di sekolahan dan akhirnya aku di bully oleh murid yang lain. Teman temanku dulu menjauhiku" Jennie sedikit gugup untuk berbicara seperti itu. Terutama Ayahnya.

"Ayah sama ibu pernah di panggil sama guru kamu di sekolah semenjak kamu koma di rumah sakit tapi mereka tidak bilang kalau kamu di bully. Bahkan mereka bilang kamu membuat ulah dan kabur" Ibunya menatap Ayahnya.

"Kalian tau? Aku koma karena aku tidak tahan dengan semuanya. Kupikir dengan menenggelamkan diri itu akan lebih baik untuk ku" tangan Jennie bergetar.suaranya mulai mengecil.

"A … apa? Jadi kamu sengaja melakukan itu?" Ibunya tidak percaya dengan pernyataan yang Jennie lontarkan.

"Kamu sudah membuat kita khawatir Jennie sayang, kamu memikirkan bagaimana keadaan ibu dan ayah kalau kamu tidak ada ?!" Ibunya mulai meneteskan air mata. Ayahnya memeluknya.

   Akhirnya Jennie pun dengan terpaksa cerita tentang masalahnya kepada Ibunya, Tadinya jennie tidak akan bercerita kepada siapa pun akan masalahnya ini. agar semua tidak menjadi kepikiran akan masalah yang ia hadapi ini biarkan hanya jennie yang memendam masalahnya sendiri.

"Jadi seperti ini Bu, masalah yang sedang dihadapi jennie ini sebenarnya begitu banyak sekali hingga jennie sendiri pun pusing untuk menghadapinya, dari mulai jennie selalu difitnah dan dikucilkan oleh Maya dan Miya padahal aku kan adiknya, dijauhi oleh teman teman sampai di bully dan dijahili ,menjadi bahan omongan juga, Hingga ... jennie sekarang dituduh telah memakai sesuatu. Tidak seperti yang mereka lihat dan tidak tahu apa-apa, entahlah aku muak dengan semua ini bu" ucap jennie dengan raut wajah yang sangat begitu emosional dan sedih.

"Jennie … kalau kamu bercerita pada ayah dan ibu dari dulu kamu akan merasa lebih baik. Jangan memendam semua itu sendiri, kamu perlu bercerita sesekali pada ibu atau ayah nak"

Jennie tertunduk lalu dirangkul oleh Ayah nya dan Ibunya memberi kecupan di keningnya.

°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°

If you are curious about the sequel let's keep reading and sharing with friends ️yeah 👭🤗👫

Don't forget to continue to support my story by Vote, comment and follow who knows if the story is over there is a new story😱❣️

thank you❤️

JUST THE START of EVERYTHINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang