Gantungan Kunci

30 3 0
                                    

"Sholat bukan sebab kita orang baik, tapi karena kita adalah seorang hamba."

•Limited Edition•

🍁🍁🍁

"Apa ini?"

Sesaat setelah gadis itu pergi pemuda itu melihat sesuatu di tempat gadis itu berpijak. Mungkin barangnya yang tadi tidak sengaja jatuh ketika adegan tarik menarik dengan penjambret itu. Ia membungkukkan badan bergegas mengambil benda bulat berwarna hitam dengan bulu-bulu yang lembut yang ternyata gantungan kunci pom-pom yang sangat lucu, terdapat dua mata dan juga mulut yang tersenyum lebar, seakan tersenyum ke arahnya.

Melihatnya saja membuat pemuda itu mengangkat kedua sudut bibirnya. Melihat kembali jejak bayangan yang sempat menggetarkan hatinya untuk yang kedua kali.

"Bian?" Teriak seseorang dari arah belakang.

Abian menoleh melihat sahabatnya sudah berada di balik punggungnya dengan alis berkerut. Fahri datang sembari menenteng kresek berlogo minimarket, saat dirinya kembali ke mobil sahabatnya sudah tidak ada. Hingga membuat ia juga berdiri di sana.

"Ngapain?"

Abian mengangkat kedua bahunya.

"Itu apa?" tunjuk nya pada benda yang berada di tangan kanan Abian.

"Gantungan kunci."

"Punya siapa?"

"Makin hari lo makin cerewet aja, ya, kek ibu-ibu kompleks."

"Lo juga jawabnya setengah-setengah, mana gue paham," balas Fahri tak kalah kesal.

"Gue nolongin cewek yang di jambret, mungkin ini salah satu barangnya yang jatuh," jelas Abian kemudian, sedangkan Fahri hanya mengangguk paham.

"Terus ngapain lo masih berdiri disini? Senyum-senyum gak jelas lagi." Tanpa menjawab Abian melangkah menuju mobil mereka yang berada di seberang jalan.

Fahri menggelengkan kepalanya kuat, selalu saja seperti itu, ia mengedikkan bahu dan ikut berbalik mengimbangi langkah Abian. "Gadis tanpa nama?"

"Hmm."

"Dan lo masih gak tau namanya?" Abian mengangkat kedua bahunya, lagi dan lagi.

"Bego! Sudah tau ketemu lagi, kenapa nggak kenalan."

"Sialan!" dampratnya meninju lengan sahabatnya. "Karena lo gak pernah ngerasain ini, gak pernah ngerasa—,"

"Iya gak pernah ngerasain bego kayak elo," timpal Fahri sebelum Abian menyelesaikan kalimatnya.

Tangan Abian sudah melayang di udara, siap mendaratkan dogemannya, namun sebelum itu Fahri sudah berlari mendahului. Ia menyelamatkan kepalanya yang tidak berdosa dari toyoran Abian.

Sialnya Fahri tidak berlari ke arah mobil, justru berlawanan arah dari mobil mereka di parkir.

"Iya iya, sana lari yang jauh sekalian, pulangnya naik angkot." Abian sedikit berteriak setelah ia hampir tiba di sisi mobilnya. Mendengar ancaman itu otomatis membuat dirinya berhenti.

Mendengar itu Fahri mengerem mendadak kakinya, "Sial! kenapa jadi gue yang begok," racaunya menyadari bahwa dirinya semakin menjauh. Dan dengan kencang membawa langkah kaki menghampiri mobil yang siap untuk berangkat.

Selanjutnya Abian menginjak pedal gas dan berlalu dengan cepat, sedangkan orang di samping kursi kemudi masih mencoba mengatur napas yang terengah-engah.

"Cepat atau lambat kita akan bertemu lagi nona," gumamnya yang masih didengat Fahri.

Fahri mengernyit bingung, jangan sampai temannya kerasukan dengan senyum-senyum sendiri sembari menggelantungkan gantungan kunci di hadapan wajahnya.

JournalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang