Bukan Tanpa Alasan

40 3 0
                                    

"Tampilan bukan lawan, uang bukan kawan, dunia hanya pinjaman dan mati tak berteman."

•Limited Edition•

🍁🍁🍁

Beberapa kali kedua gadis mengerjapkan mata berusaha agar tetap terbuka. Sepertinya kali ini berat untuk mereka lalui. Belum lagi teguran yang beberapa kali mereka dapatkan dari seseorang yang sama dengan yang mereka temui di kantin. tidak terhitung kalinya menguap, mendengarkan asisten praktikum yang sedari tadi menjelaskan berbagai rumus yang membuat kepala pusing tujuh keliling. Mereka yang mendengarkan hanya bisa menjawab iya dan tidak. Padahal sejatinya tidak paham dengan apa yang dijelaskan. Nisa dan Haura selepas jam istirahat tadi, ia bergegas untuk melakukan praktikum, dan jangan ditanya pasti ada laporan kedua seperti apa yang dikatakan pria di kantin tadi.

Sore hari yang begitu melelahkan karena kegiatan yang tak kunjung usai, belum lagi ada beberapa percobaan yang harus mereka lakukan. Jam pulang selalu dinanti bagi semua orang, tak terkecuali kedua gadis itu.

"Nis, jam berapa?"

"16.15"

"kapan selesainya?" tanya gadis yang sedari tadi menguap.

"Kurang sepuluh menit lagi kelar," jawab teman di sampingnya.

Gadis itu mengangguk, dia benar-benar mengantuk karena semalam begadang, dan pagi tadi ia sudah berada di kampus.

Ada satu objek yang sering dilihat saat jam pulang hampir tiba, suara dentingan jam yang semakin melambat di dinding tembok, kadang pihak sekolah atau kampus berfikir agar tidak pernah ada jam dinding yang terpasang di setiap ruang kelas. Bagaimana tidak, jam pulang lebih satu menit saja menggerutu karena guru yang mengajarpun tidak kunjung selesai. Tidak banyak dari mereka memberikan kode dengan deheman dan batuk ketika terlambat untuk pulang. Ini bukan lagi kode halus, tapi kode keras.

Hal yang paling lucu lainnya ketika guru menjelaskan di depan, dibelakang murid-muridnya sudah sibuk berkemas untuk pulang, alhasil ketika guru menanyakan mereka hanya cengengesan, bagaimana bisa tau jika bukunya saja sudah mereka masukkan. Mencari ilmu seseru itu, ya? Ada saja cerita yang akan diceritakan sepanjang perjalanan pulang, entah karena guru killer, karena tugas yang terlalu banyak diberikan hingga membeli jajanan juga pasti diceritakan.

Setelah sepuluh menit berlalu akhirnya mereka keluar dari ruangan laboratorium, melepaskan jas kebanggannya dan disampirkan di lengan kirinya, Haura dan Nisa berjalan ke arah parkiran untuk mengambil motor.

"Ra, mau pulang bareng gue?" tanya Nisa sembari mendorong motornya bersisian dengan Haura yang berjalan.

"Ngga deh Nis, gue bareng Bang Arka aja, tadi juga sudah janjian di depan,"

"Gue temenin sampai ada Bang Arka, ya."

"Yaelah Nis, lo takut gue diculik?"

"Nggak sih, mana ada yang mau culik orang seperti lo, rugi mereka." canda Nisa terkekeh, begitu juga Haura.

"Yaudah, gue duluan ya, lo hati-hati. Kalau perlu nunggu di tempat yang ramai saja, Ra," ujar Nisa merasa cemas meninggalkan Haura sendiri, ia takut ada apa-apa dengan sahabatnya, mengingat waktu yang hampir magrib.

"Lo kenal gue sejak kapan sih? gak percaya banget sama kekuatan gue."

"Iya iya, perempuan rasa preman."

Keduanya saling terkekeh, dilanjutkan dengan Nisa yang segera berlalu untuk pulang lebih dulu mengendarai motor maticnya. Sedangkan Haura menunggu Arka di gerbang depan.

JournalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang