Ketakutan Itu Kembali Lagi

16 3 0
                                    

"Suatu hari nanti apa yang ditakutkan pasti akan datang lagi. Karena tidak ada yang namanya melupakan tanpa mengingat kembali."

—Journal
Karya Ani Efendi

🍂🍂🍂

Haura dan Nisa baru keluar dari ruang laboratorium masih menggunakan jas putih, salah satu pakaian yang wajib digunakan ketika mereka melakukan kegiatan praktikum ataupun penelitian. Selain itu tidak ketinggalan sarung tangan yang berguna untuk melindungi tangan mereka dari bahan kimia yang berbahaya, tidak jarang memang mereka menggunakan bahan kimia untuk bahan pelengkap dalam melakukan kegiatan.

Mereka berdua memasuki toilet sebelum benar-benar meninggalkan laboratorium, Haura melepas sarung tangannya dan segera memasukkan ke dalam tempat sampah di samping wastafel diikuti dengan Nisa.

"Oh ya Ra, gue baru tau kalau limbah tulang ikan bisa dijadiin kerupuk." Nisa sempat tak percaya ketika ia diperintahkan untuk mengumpulkan tulang-tulang ikan, pikirnya buat apa tulang dikumpulkan bukannya lebih baik diberikan ke yang lebih membutuhkan, kucing misalnya.

"Hm, gue juga mikir begitu. Tapi ternyata bisa di daur ulang juga," Haura bergeser mengambil tisu untuk mengelap tangannya yang basah.

Nisa mengangguk bersender di samping wastafel. "Gue kira tulang cuma bisa jadi santapan kucing, ternyata bisa juga memiliki nilai jual."

"Kita aja yang kurang inovasi, menurut gue sih bisa buat usaha. Sejauh ini belum ada yang membuka usaha itu, kan?" Tersenyum penuh arti, tangannya terampil membuka jas yang ia kenakan dan melipatnya.

Nisa tiba-tiba menyenggol siku Haura. "Jangan bilang lo mau..." Nisa menatap penuh selidik.

Haura mengangkat kedua bahunya berlalu keluar toilet sembari memasukkan jas lab nya ke dalam tas. "Bisa dicoba," ucapnya terkekeh berjalan lebih dulu.

Nisa masih menatap punggung sahabatnya tanpa berkutik, ia terlalu lama memutar otaknya memikirkan apa yang dikatakan Haura. Mau dapat dari mana tulang ikan sebanyak itu. Kalau dijadikan usaha kan butuh banyak, tadi aja gue keliling warung pecel lele untuk mengemis tulang, pikir Nisa masih tidak sadar dirinya sudah ditinggal beberapa langkah oleh sahabatnya.

"Ah bodo amat! Haura yang berencana bikin usaha kenapa gue yang pusing," Nisa berbicara pada dirinya sendiri. Lalu gadis itu berlari keluar toilet menyeimbangi langkah Haura yang dilihatnya sudah di depan lift.

"Ura... tunggu!"

Haura berhenti di depan pintu lift gadis itu tidak menghiraukan Nisa yang ngos-ngosan ketika mengejarnya. Dirinya tetap fokus mencari sesuatu di dalam tas punggungnya.

"Ada apa? Kenapa lift nya gak di pencet?"

"Lo liat modul gue ngga tadi?" bukannya menjawab justru Haura bertanya. "Kok gak ada, ya." Tangannya masih mengeleda tasnya.

"Pegangin," pinta Haura memberikan barang-barang yang ia keluarkan dari tasnya.

Nisa menerimanya, ia ikut bingung. Padahal tadi ia lihat Haura sudah memasukkan barang-barangnya sebelum keluar dari laboratorium. Tapi tunggu, dia memang tidak melihat Haura memegang modul yang gadis itu cari.

"Lo lupa kali, siapa tau lo pinjemin temen-temen."

"Gak mungkin, Nis. Besok post test, mana mungkin gue pinjemin." Nisa mengangguk, betul juga pikirnya.

Haura mencoba mengingat-ingat siapa tau dia lupa tidak memasukkannya tadi setelah meminta tanda tangan. "Apa masih ada di dalam, ya?" Gadis itu mengambil lagi barang-barang yang dipegang Nisa, lalu memasukkan nya kembali ke dalam tas. "Gue cek ke dalam lagi deh, mudah-mudahan belum dikunci," ujarnya berbalik.

JournalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang