Mereka bilang, jurusan yang gue pilih itu penuh lika-liku, tapi gue suka. Penuh tantangan yang menguras jiwa.
•Haura Razeeta Aditama•
🍁🍁🍁
"Si petani kita sudah datang."
Haura mendengus sebal pada sang kakak, baru saja ia datang sudah disambut dengan kata-kata yang menyebalkan. Dan ini bukan pertama kalinya ia disebut sebagai petani.
Apanya yang salah coba?
Apa karena dirinya mengambil jurusan pertanian? Tapi kan, pertanian itu luas, bukan melulu tentang sawah.
Lihat saja dirinya, mengenakan jas berwarna putih, macam seorang dokter yang akan melakukan operasi bedah organ tubuh, ia bukan menggunakan daster dan cupluk seperti orang yang pergi ke sawah atau orang-orangan sawah mungkin.
"Kakak bisa nggak, jangan ganggu aku?" Haura memutar bola matanya, membaringkan tubuhnya di sofa ruang keluarga.
Hanif—kakaknya hanya terkekeh, sangat menyenangkan menggoda adiknya. Meskipun ia tau sendiri jurusan yang diambil adiknya bukan yang terjun langsung ke sawah, seperti halnya petani kebanyakan. Melainkan jurusan yang diambil Haura lebih tepatnya ke teknologi dan industrinya. Hanif hanya senang jika melihat wajah Haura memerah karena kesal, seperti membangunkan singa yang kehilangan anaknya.
"Bukannya diambilkan minum atau apa kek, malah di bully," ucap Haura dengan mata terpejam dan tertutupi lengannya untuk menghalang cahaya lampu. Ya, sekarang sudah pukul 7 malam, gadis itu baru pulang karena baru selesai menyelesaikan praktikumnya di kampus. Haura memang terkadang pulang setelah magrib atau isya'.
Wajahnya tercetak jelas sangat kelelahan, kantong matanya semakin terlihat yang membuktikan dirinya jarang sekali tertidur. Sepertinya gadis itu tidak berniat untuk menanggalkan jas kebanggaannya lebih dulu.
Hanif kembali terkekeh mendengar penuturan dari adiknya, ia menatap lamat wajah Haura yang damai. Gadis itu sudah tertidur di sofa untuk menjemput mimpi.
Haura tipe gadis yang memang cepat sekali untuk tertidur, dimana pun dan kapan pun, yang penting ada sandaran empuk pasti terlelap. Katanya, "Apa salahnya memanfaatkan waktu, selama tidak ada deadline laporan."
Hanya Haura yang ia punya selain istri dan anaknya. Semenjak orang tua mereka meninggal, Hanif yang menggantikan figur orang tua bagi Haura, tak jarang dirinya juga merangkap sebagai kakak dan sahabat bagi gadis yang berusia 20 tahun itu.
"Loh, Mas? Kapan Haura datang?" suara Areta—istri Hanif. Areta muncul dari balik kamar sembari menunjuk Haura.
Hanif mendongak, mengalihkan pandangnya dari arah laptop. "Baru aja."
"Kenapa nggak disuruh istirahat di kamar aja sih, Mas? kan kasian Haura, nanti badannya pegal-pegal," Areta berjalan menghampiri suaminya dan duduk di sebelahnya.
"Sudah biasa, dia kan wanita tangguh bertubuh baja." Hanif terkekeh, dan kembali menatap layar yang menyala di depannya.
"Aww...." Hanif meringis mendapatkan cubitan di pinggangnya. Menoleh ke samping mendapati istrinya yang melotot. "Kan benar, sayang." Areta tidak menjawab lagi, ia lebih memilih menghidupkan televisi, menjawab juga percuma, pasti suaminya punya banyak jawaban kalau menyangkut soal Haura.
KAMU SEDANG MEMBACA
Journal
RomanceJudul Sebelumnya Limited Edition Orang bilang, persahabatan antara laki-laki dan perempuan pada masanya akan saling memiliki rasa yang berbeda. Dan benar, ini yang dirasakan seorang gadis bernama Haura Razeta Aditama. Pada akhirnya hanya sebatas ka...