BLL | 45

14.5K 1.3K 25
                                    

"Ares!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ares!"

"Aduhai, mami tiri dateng lagi," sindir Brian saat melihat Angel muncul. "Mami tiri nggak sekolah apa?"

"Ya nggak lah, Yan. Makanya nggak punya akhlak gangguin pacar orang mulu," sahut Mars, membuat mereka semua terbahak.

Angel melotot kesal. "Gue nggak gangguin pacar orang, ya! Ares kan tunangan gue! Justru nih si pendek yang gangguin pacar gue!"

"Sembarangan Tante kalo ngomong!" Bianca ikut menyahut, tak terima dibilang pengganggu pacar orang.

"Biarin Bianca pendek, yang penting Ares suka. Lah, lo?" Nela menatap Angel dari atas ke bawah, lalu tertawa remeh. "Bitch."

"Eh, mulut lo ya!" Angel hendak menerjang Nela, namun Reagan menahan pergelangan tangan gadis itu, meremasnya kuat hingga Angel kesakitan.

"Sakit, bego! Lepasin!" protesnya. "Apa-apaan sih lo?!"

"Lo yang apa-apaan," desis Reagan datar, namun tajam. Bukannya melepas, ia malah semakin meremas pergelangan tangan Angel. "Bisa berhenti gangguin temen-temen gue?"

"Widih widih, Reagan sekalinya bersuara, macho banget euy!" celetuk Brian. "Gue nggak belok, gue nggak belok, gue nggak belok..."

"Lepasin, anjing!" Angel terus memberontak, memutar-mutar tangannya berusaha melepaskan diri. Mendengar Angel mengumpat, Ares langsung menutup kedua telinga Bianca. Mars, Kanaya, dan Nela asyik menertawai Angel, sedangkan Brian terus merapalkan bahwa dirinya tidak belok.

"Gue lepasin, asal lo cepet pergi dari sini," kata Reagan.

"Ish, iya iya! Lepasin, sakit!"

Reagan menghentakkan tangan Angel. Gadis itu mengusap pergelangan tangannya sembari menatap tajam Reagan.

"Nih, gue ke sini cuma mau ngasih undangan ultah gue. Karena gue tau kalian nggak pernah ke pesta orang kaya, jadi kalian semua boleh dateng. Dan khusus kamu, Ares," Angel kembali tersenyum menggoda.

"Kamu harus dateng, ya," ucapnya. Lalu dengan gerakan yang sangat cepat, Angel maju mendekati Ares, mencium pipi laki-laki itu kilat, membuat semua orang terbelalak kaget.

"Bye, Honey. See you," ucapnya, lalu melenggang pergi sebelum Nela atau yang lainnya menyerang.

Ares— yang baru tersadar, langsung menoleh ke arah Bianca. Ia menelan salivanya kasar, saat melihat mata gadis itu berkaca-kaca.

***

TOK! TOK! TOK!

"Ca, buka pintunya, Sayang!"

"Ica, aku mau bicara!"

"Ica, jangan marah sama aku, dong."

Ares menyugar rambutnya, frustrasi. Karena kejadian tadi, Bianca marah. Gadis itu bahkan tak mau menatapnya selama di mobil. Begitu sampai rumah, Bianca langsung turun, lalu masuk ke kamar, membanting pintunya keras dan menguncinya.

"Non Ica kenapa, Den?" tanya Bi Irma, penasaran. Pasalnya, sudah hampir setengah jam Ares menggedor kamar Bianca, namun gadis itu tak kunjung membuka pintu.

"Ngambek, Bi," balas Ares.

"Oh," Bi Irma mengangguk paham. "Kalo ngambek, Non Ica pasti nggak mau keluar. Nanti Bibi coba ngomong, deh. Ntar kalo udah beres, Bibi telepon Aden."

"Saya nggak tenang kalo Ica marah gini," ucap Ares sendu.

"Bibi paham. Mungkin Non Ica lagi butuh waktu sendiri. Den Ares pulang dulu, nggak papa. Ntar Bibi telepon lagi."

Ares diam sebentar, lalu mengangguk. Ia mendekatkan dirinya ke pintu kamar Bianca.

"Ca, aku pulang dulu. Jangan lama-lama marahnya, aku nggak kuat kamu cuekin begini," ucap Ares memelas. Setelah itu, Ares berpamitan pada Bi Irma, lalu pulang.

Di dalam kamar, Bianca mencak-mencak sendiri. Gadis itu kesal karena melihat Angel mencium Ares tadi.

"Kok nggak ngelawan, sih?!" gerutunya. "Ica kesel! Kesel kesel!"

Bianca langsung menuju jendela kamar, saat mendengar suara mesin mobil dinyalakan. Ia bisa melihat mobil Ares bergerak menjauhi rumahnya.

"Bodo amat, pulang aja sana! Ica kesel!" gerutu Bianca.

***

Ares langsung kembali ke rumah Bianca begitu mendapat telepon dari Bi Irma. Senyumnya mengembang saat mendengar Bianca sudah tak marah lagi. Namun tampaknya, ekspektasinya terlalu tinggi.

"Ca, katanya udah nggak marah..." rajuk Ares. Ia sedih karena Bianca langsung menghindar saat akan dipeluk Ares.

"Ngapain kamu di sini? Sana sama calon istri kamu aja!" balas Bianca ketus. Tadi, sebenarnya ia memang sudah tak marah. Namun saat melihat wajah Ares, bayang-bayang Angel menciumnya langsung terngiang, membuat Bianca kesal lagi.

Ares mengernyit tak suka. "Dia bukan calon istri aku. Kamu yang calon istri aku. Cuma kamu."

"Gombal!"

Ares menghela napasnya kasar, lalu mendekatkan pipinya ke arah Bianca. Gadis itu kembali menghindar, menatap Ares aneh. "Ngapain?!"

"Kamu bersihin bekas ciuman Angel," Ares mengetuk-ngetuk pipinya. "Cium di sini."

"Kalo mau bersih ya cuci muka!" sewot Bianca.

"Nggak bisa. Yang bisa ngilangin bekasnya cuma bibir kamu," balas Ares sembari mengerjap polos.

Malas berdebat lagi, Bianca mengecup pipi Ares cepat, lalu ia buru-buru memalingkan wajahnya yang sudah merah padam.

"Kok cuma sekali? Angel itu virusnya banyak lho, Yang. Minimal harus sepuluh kali cium, baru bisa ilang bekasnya," kata Ares lagi. Ia tak bisa lagi menahan senyumannya saat Bianca kembali menarik kepalanya.

CUP! CUP! CUP!

Bianca mendaratkan sembilan ciuman lagi di pipi Ares. "Udah bersih."

"Hmm, pipi aku masih panas. Kayaknya masih ada deh," Ares mengusap pipinya. "Sepuluh kali lagi, ya?"

"Modus!" Bianca mendorong lengan Ares kesal, membuat laki-laki itu terbahak. Dengan gerakan cepat, Ares menarik Bianca ke dalam pelukannya, lalu menciumi wajah gadis itu bertubi-tubi.

"Jangan ngambek kayak tadi dong, Yang. Aku nggak kuat dicuekin kamu," ucap Ares di sela-sela ciumannya.

"Jangan dateng ke pestanya Angel," cicit Bianca. Ares mengangguk.

"Janji?" tanya Bianca lagi.

"Janji," balas Ares. Ia hampir mencium bibir Bianca, namun sebuah sandal tiba-tiba menghantam kepalanya.

"Lepasin adik gue, cabul!"

BETWEEN LOVE AND LIES ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang