Pagi cerah dimulai dengan jingga langit.
...
"Naon si, sok puitis didinya" ejek Tatang kepada Ghani.
Yaa, Ghani berencana untuk menemui Farah lagi setelah pertemuan di angkringan kemarin.
Terbesit satu ide untuk menarik perhatian Farah, yaitu dengan puisi. Dia sudah menyuruh Tatang menjadi stalker Farah.
Dia pun mendapatkan akun instagramnya, ngueng.
Far, ini aku Ghani abang ganteng. Ketemuan yuk.
Belum ada jawaban dan tanda dibaca dari Farah.
"Harusnya teh kamu kasi tau, ketemunya di flyover, nah pasti dia baca." ujar Tatang.
"Emang iya? Tulisannya gimane?."
"Sini, urang aja yang bales." Tatang mengambil ponsel Ghani.
Gimana kalau di flyover aja ketemuannya?
"Tunggu heula, siapa tau dibaca." nasihat Tatang sebenarnya merupakan candaan. Tanpa disadari Ghani pun menurutinya. Tatang pun memberikan ponsel itu ke Ghani.
"Eh eh dijawab." Ghani mulai panik.
Hahaha, beneran di flyover?
Iya beneran
Gg banget si bang, di angkringan aja ya, ngukuk sampe monang
"Monang apaan si Tang?" tanya Ghani.
"Pohon Monang?" tanya Tatang.
"Itu pinang BG, ini monang." tanya Ghani mulai emosi.
"Monang meresahkan ya bund. Teu ngarti ah." ujar Tatang.
"Monangis maksudnya" jelas Agin, baru saja mematikan sepeda motornya.
"Oalahhh, oke."
Emang salah ya kalau di flyover?
Ngga salah juga si, tapi bang Ghani mau markir apa gimana?
"Kurang ajar lu Tang, malu nih gue. Masa dikira mau markir di play oper, elah." Ghani pun mengomel pada Tatang.
"Cinta itu buta ya gan, wkwk. Flyover tongg, F L Y O V E R" ujar Tatang sambil mengeja huruf, biasa anak betawi memang b inggris rasa lokal.
"Ngechatt siapa?" tanya Agin.
"Farah, gadis SMK target Ghani selanjutnya." ujar Tatang.
Tanpa sepatah katapun, Agin meninggalkan mereka berdua.
"Woy bocah, elah maen nylonong ae, kaga salam, ampunn." Ghani yang memanggil pun tidak digubris oleh Agin.
"Ghan, susulin ihh, kamu mah ga tanggung jawab." ujar Tatang.
"Iyaa, santai dulu, ni jawab Farah dulu." ujar Ghani.
"Pilih Agin apa Target yang cuma didinya tinggal kalau bosen?" ujar Tatang.
Kata-kata Tatang membuat Ghani akhirnya menyusul Agin.
"Yauda lu tunggu sini, okee?" ujar Ghani.
"Oke."
***
"Gin, Agin oyy berhenti dongg." terdengar teriakan Ghani di jalan. Agin terus menjalankan motornya tak menghiraukan teriakan itu.Lampu merah sudah menghadang. Apa daya, akhirnya Agin berhenti.
"Gin, astojim. Lu nyari mati sama gua. Habis ini berhenti di bahu jalan ono, gamau tau. Kalau kaga, lu bukan sahabat gua." ujar Ghani.
"Basi¡"
Lampu hijau pun membuat Agin langsung menarik gas.
"tuh anak kalau dah ngambek jadinya gini nih, elah." ujar Ghani.
Kringg ... Kringgg
Bunyi handphone terdengar dari saku Ghani.
"Haloo, Tang, kaga kekejar ni anak. Die kaga mau berdialog ma gua. Balik aja dah. Besok kalau dah mendingan keadaannya." ujar Ghani.
Lagian, kan urang dah pernah bilang, kayanya si Agin resep sama tuh awewe. Kumaha kamu mah, ih.
"Oiyaa, hhhhh, lupaa, lu juga kaga ngingetin guaa." ujar Ghani.
Kalau emang Agin demen, kenapa dia ga bilang ya. Tuh anak emang coolnya kebangetan. Pan jadi sakit hati sendiri, susah gua ngadepinnya-Gumam Ghani.
Ghan, masi disitu? Kayanya kamu harus mulai ngejauh dari Farah atuh.
"Coba deh gua besok empat mata ngobrol ni masalah. Mau tau aja gua, dia beneran demen apa kaga." ujar Ghani.
Nahh, kitu atuh. Kan cakeup.
"Thanks ya Tang."
Yeee sok inggris, ngomong flyover ge salah. Tengsin atuh.
Tut..tut..tut..
"Bener bener Tatang yee, dah tau gua lagi susah gini masi aja diejek." ujar Ghani.
Hari pun berlalu begitu cepat, di dalam kamarnya Agin hanya bisa termenung.
Aku ndak akan biarin kejadian dulu keulang lagi. Ndak akan!
KAMU SEDANG MEMBACA
Penakluk Asmara
General FictionBukan soal siapa yang menang, tapi siapa yang berkorban untuk kebahagiaan orang tersayang -A. F. 2021