Part 9

572 166 24
                                    

Candra tidak bisa meninggalkan Risa yang sedang ambang antara hidup dan mati. Lukanya sangat parah. Setelah mengantar Iriana pulang, ia kembali ke rumah sakit. Menunggu sepupunya. Belum ada perubahan yang signifikan. Risa belum siuman pasca operasi. Keesokan harinya masih sama belum ada perkembangan. Candra setia menemani Risa di depan ruang ICU. Jangan tanya kemana suami Risa entah berada dimana.

Ibunya Risa datang dengan wajah pucat. Semalam Candra meminta Bu Cici untuk pulang dan beristirahat. Beliau adalah orang tua tunggal. Suaminya beberapa tahun yang lalu sudah meninggal. Risa mempunyai adik laki-laki yang kini kuliah di Inggris. Mendapatkan beasiswa di sana.

"Risa belum sadar, Candra?" tanya Bu Cici lesu. Tatapannya tersirat kesedihan. Perasaannya hancur lebur melihat putrinya tergolek tak berdaya.

"Belum Tante. Apa Alex tau kondisi Risa?" tanya Candra menanyakan suaminya Risa.

"Sewaktu kecelakaan itu. Dia udah pesan tiket pesawat karena ada pekerjaan yang katanya urgent." Pria brengsek itu tengah berada di Singapura dengan alasan pekerjaan yang mendesak.

"Apa dia nggak bisa pulang dulu? Tahu kondisi istrinya seperti ini?" tanya Candra. Ada sesuatu di rasakannya seperti dadanya bergemuruh hebat.

"Nggak." Bu Cici menunduk. "Tante udah telepon tapi nggak di angkat. Mungkin benar dia lagi sibuk." Tangan Candra mengepal ingin melayangkan tinjunya pada Alex. Menghajarnya habis-habisan. Risa selalu menutupi kebejatan suaminya pada sang ibu. Sehingga yang terlihat hanya kebaikan menantunya.

Mereka menunggu dengan harap-harap cemas. Candra belum ke kantor karena tidak bisa meninggalkan Risa. Pria itu berdiri menyenderkan punggungnya di depan ruang ICU. Begitu pun Bu Cici berdoa agar Risa cepat sadar setelah operasi. Dokter mengatakan Risa masih sedang masa kritis. Tanpa di duga ibunya Candra datang. Bu Cici yang memberitahukan bahwa Risa kecelakaan. Candra ingin pergi, namun ibunya justru memeluknya erat.

"Kenapa kamu nggak bilang kalau Risa kecelakaan?" omel Bu Sheila.

"Aku nggak sempat," sahut Candra enggan.

Bu Sheila menatapnya marah. Putranya tidak pernah menghubungi apa lagi datang ke rumah. "Aku ini masih Mamamu, Candra. Kenapa kamu bersikap kalau aku ini musuhmu?" Candra tidak menjawabnya. Wajah datarnya menatap Bu Sheila. "Apa karena Mama menjodohkanmu? Karena itu?" tebaknya tepat sasaran namun lagi-lagi putranya diam. "Itu demi kebaikanmu. Berapa umurmu sekarang. Dan mau sampai kapan hidup sendiri? Mama mau kamu menikah, punya anak dan hidup bahagia."

Dalam hati Candra mengatakan sesuatu. "Hidup bahagia seperti apa? Keluarga kita?" ingin rasanya ia mengatakan itu. Namun di urungkannya.

"Mama menjodohkanmu ada alasan tertentu. Bukan hanya hidup sendiri seperti ini!" Bu Sheila tidak bisa menahan kekesalannya. "Dan-,"

"Ma, aku udah punya pacar." Candra memotong pembicaraan ibunya. Ia sudah muak di jodohkan dan di desak untuk segera menikah. Itu lah mengapa dirinya menghindari acara-acara keluarga. Pribadinya sebagai anak dan ibu itu jauh dari perkiraan orang. Mereka tidak dekat dan seperti ada jurang pemisah. Candra hanya menghargainya sebagai ibu. Bu Sheila sudah menikah kembali dengan orang lain setelah bercerai.

"Oh, jadi yang kemarin itu pacar kamu?" celetuk Bu Cici dengan mata berbinar.

Bu Sheila lantas menyipitkan matanya. "Kamu nggak bilang?"

"Aku bukan anak kecil lagi yang harus bilang mau apa dan bercerita." Ucapan Candra membungkam mulut ibunya. "Apa nggak bisa kita bicarakan hal lain? Kita ada di rumah sakit dan Risa belum siuman."

"Oke, tapi jawab siapa nama pacar kamu?" tanya Bu Sheila meminta Candra untuk menyebutkannya. Bisa saja putranya berbohong kan. Candra tidak langsung menjawabnya. Dahinya mengerut memikirkan nama yang akan terlontar dari bibirnya. "Siapa?"

Look At Your Heart (GOOGLE PLAY BOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang