Part 10

646 167 24
                                    

"Maaf lama ya, Bang?" tanya Iriana. Pria itu hanya menggelengkan kepalanya. Ini pertama kali dalam hidupnya menunggu terutama seorang perempuan. Iriana sudah rapi. Ia buru-buru takut Candra menunggu lama. Dengan dandan seadanya yang penting tidak memalukan jika Candra jalan dengannya. Tapi tunggu, ini bukan kencan tapi menjenguk orang sakit. Dirinya tidak perlu berdandan heboh. "Kita jalan sekarang?"

"Ya," Candra bangkit dari kursi. Iriana mengunci pintu dan menaruh kunci tersebut di tempat biasa. Agar Pak Sumardi mudah mencarinya. Iriana bersyukur, ia mengenakan celana panjang. Candra datang menggunakan motornya yang biasa. Pria itu menyerahkan helm untuk Iriana. Ia membelinya di jalan tadi. Dari pada harus pulang mengambil helm.

"Makasih, Bang. Oia, aku mau beli buah. Nggak enak ke sana nggak bawa apa-apa."

"Nggak perlu,"

"Nggak, pokoknya aku bawa."

"Risa belum bisa makan buah lagian. Jadi nggak usah."

Iriana tidak enak hati jika tidak membawa buah tangan. Idenya muncul tiba-tiba. Ia tersenyum, "aku mau beli bunga aja."

"Bunga?" tanya Candra.

Iriana mengangguk pasti. "Ya, bunga. Abang tau nggak Risa suka bunga apa?"

Dahi pria itu mengerut. Ia tidak tahu apa pun. Risa menyukai bunga apa, mana ia tahu. "Aku nggak tau," ucapnya seraya naik ke motornya.

"Ya udah, nanti kalau ada toko bunga. Berenti ya," ucap Iriana sembari naik dengan susah payah. Ia memegang pundak Candra. "Nah udah, kita berangkat," ucapnya.

Di tengah perjalanan, Iriana memandangi punggung Candra. Pria ini begitu misterius, seru batinnya. Tertutup dan tidak di mengerti.  Tiba-tiba motor Candra berhenti. "Kenapa Bang?" Bukannya menjawab, Candra justru menunjuk toko bunga. "Oh, iya. Sebentar ya, Bang. Aku mau beli dulu." Ia turun namun saat helmnya hendak di buka. Susah sekali, berulang kali di cobanya tidak lepas kaitannya. Dengan sigap Candra berdiri di depan Iriana. Gadis tersebut terkejut. Ia sampai menahan napasnya saat Candra menunduk untuk melihat tali kaitannya. Membukakan tali kaitan helmnya dan terlepas. Mata Iriana mengerjap. Jarak antara wajah mereka begitu dekat. Sehingga jantungnya berdebar kencang.

"Udah," ucap Candra menyadarkan Iriana yang masih terpaku di tempatnya.

"Oh, ya." Iriana masuk ke dalam toko dengan linglung. Ia menjadi bingung ingin memilih bunga apa. Ternyata Candra ikut masuk.

"Ada yang bisa saya bantu, Mbak? Mau bunga apa?" si pemilik toko menyambutnya ramah.

"Aku mau pesan bunga," Iriana mengedarkan pandangannya mencari bunga yang di inginkannya. Matanya tertuju pada bunga mawar putih yang terlihat indah. "Itu bunga mawar putih kan?"

"Iya, Mbak. Mau itu?"

"Iya, tapi bisa di campur bunga lainnya terus di rangkai."

"Bisa, Mbak. Saya pilihkan dulu bunga tambahan lainnya ya." Si pemilik mengambilkan bunga-bunganya. Ia mulai merangkaikan. "Buat siapa, Mbak?"

"Ah, ini aku mau jenguk teman di rumah sakit." Iriana menjelaskannya.

"Oh," Si pemilik toko melihat ke arah Candra. "Nggak sekalian bunga yang lain buat pacarnya, Mas?" Iriana lantas terdiam. Siapa pacar Candra. Ia menoleh pada pria yang di sebelahnya.

"Oh," Candra menatap bunga berwarna pink. "Yang itu, tolong rangkaikan yang sama."

Seketika wajah Iriana berubah muram. Bibirnya mengerucut sebal.  Di dalam lubuk hatinya merasakan sedih. "Kenapa aku seperti ini," ucapnya dalam hati. Kenapa dirinya seperti seorang gadis yang cemburu pada kekasihnya. Si pemilik toko pun tersenyum lalu melanjutkan merangkai pesanan Candra. Pria itu yang membayar semua bunganya. Iriana keluar dengan tidak bersemangat. Ia mendekap bunga untuk Risa.

Look At Your Heart (GOOGLE PLAY BOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang