Part 1

800 166 12
                                    

Iriana sedang membuat pola pakaian. Ada yang memesan pakaian gamis untuk undangan. Semuanya ia pelajari dari kursus menjahit. Dengan ketekunannya sehingga di percaya orang. Tidak ada yang tidak bisa jika di kerjakan dengan  sungguh-sungguh. Semuanya butuh usaha. Mitha menjadi langganannya jika ada pakaian yang di inginkan. Ia meminta Iriana untuk menjahitkannya. Terutama jika Mitha melihat pakaian di drama korea. Dirinya menyuruh Iriana untuk membuatkannya dengan mencontoh pakaian tersebut.

Iriana menghela napas, setelah selesai membuatkan polanya. Tadi sore pelanggannya sudah diukur agar nanti pas. Ia baru bisa mengerjakannya malam. Karena harus menyelesaikan pekerjaan rumah dan mengurus makan malam ayahnya. Iriana merenggangkan ototnya yang terasa kaku. Ia menyenderkan punggungnya di kursi seraya mendongakkan kepalanya ke atas menatap langit-langit. Dirinya memikirkan ucapan Mitha yang ingin memperkenalkannya pada seorang pria.

Di lubuk hatinya yang paling dalam. Ada kekhawatiran jika semuanya tidak berjalan lancar. Terlebih dirinya yang merasa semua itu belum waktunya.  "Aku harus gimana," desahnya. Melanjutkan namun ada pertentangan batin. Dirinya memang ingin menikah tapi bukan dalam waktu dekat.

Ponselnya berbunyi menandakan ada notifikasi yang masuk. Iriana mengambilnya di atas meja.

Mitha : Ri, besok kata Bang Hanif ke rumah ya.

Iriana : Ada apa?

Mitha : Penting pokoknya. Kamu harus dateng.

Iriana : Oh, oke.

Mitha : Sippo.

Iriana hanya bisa menerima. Jika menolaknya takut di sangka sombong atau apalah. Sebagian orang menyangkanya seperti itu. Beberapa orang hendak menjodohkannya namun Iriana menolaknya dengan secara halus. Tetap saja segelintir orang menyangka jika dirinya sombong dan pemilih. Iriana hanya bisa mengelus dada. Memendamnya seorang diri. Andai saja, ibunya masih ada. Mungkin ada yang membela dan melindunginya.

***

Pukul 05.00 WIB Iriana sudah biasa bangun pagi. Ia sholat dan beres-beres rumah lalu menyiapkan sarapan. Rutinitasnya sehari-hari sebelum bekerja. Hari ini Iriana akan ke pasar, lebih tepatnya ke toko kain langganannya. Ia akan mencari bahan kain yang bagus untuk membuat gamis nanti. Sesuai budget yang pelanggannya mampu. Berhubung yang memesan ingin yang terbaik. Sehingga Iriana akan membeli bahan yang terbaik pula.

"Yah, hari ini aku mau ke pasar beli bahan kain." Iriana memberitahu pada Ayahnya.

"Iya, hati-hati."

"Ayah mau dibelikan apa? Buah?"

"Boleh, apa aja. Yang lagi murah aja, Iriana." Pak Sumardi tidak mau membebani putrinya. Ia tahu pengorbanan Iriana. Selama ini dirinya tidak memberikan uang untuk kebutuhan sehari-hari mereka. Semuanya di tanggung Iriana. Tidak mungkin Pak Sumardi meminta yang mahal-mahal.

"Ih, Ayah. Kalau yang murah itu buahnya jelek-jelek. Yang ada nggak kemakan. Lebih baik yang mahalan kan."

"Ayah mau mangga, Ri."

"Ya udah nanti Iriana belikan." Mereka melanjutkan sarapannya. 

Dirinya bertekad harus mandiri sejak di tinggal ibunya untuk selama-lamanya. Tidak ada yang di andalkan lagi kecuali dirinya. Ia akan merawat ayahnya. Hanya beliaulah yang Iriana miliki saat ini. Gadis tersebut mengeluarkan motor kesayangannya karena akan di pakai. Ia harus memanaskan motornya terlebih dahulu. Saat Iriana sedang menunggu di samping motor. Mitha melambaikan tangannya ke arah Iriana. Rumah mereka saling berhadapan.

Mitha tersenyum lebar. "Mau ke mana pagi-pagi."

"Ke pasar," jawab Iriana dengan teriak. Suara motor yang bising membuatnya harus meninggikan suara.

Look At Your Heart (GOOGLE PLAY BOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang