⚜ 01 ⚜

36.6K 1.2K 152
                                    

“Firda, Arian, bangun sayang~ udah pagi.”

Sudah pagi. Begitu memang. Sebagai ibu rumah tangga, ia tidak merasa keberatan kalau harus membangunkan anaknya satu-satu. Suaranya setiap pagi sudah seperti alarm, sekali panggilan itu sudah terdengar, semuanya langsung bangun, meskipun masih sangat mengantuk, pasti banngun. Tidak ada yang bisa menghindari panggilan seorang ibu.

Duduknya lemas karena baru bangun, pikirannya masih mengawang, rasanya seluruh nyawanya belum benar-benar terkumpul. Arian bangkit, menguap panjang sekali lalu melenggang ke luar kamar. Pandangannya masih sepet, ia rasa ia memang butuh tidur lagi, tapi hanya mimpi, tidak akan bisa. Bukan akrena panggilan sang ibu, tapi karena memang ia harus sekolah.

“Firdaa? Ariaan?”

“Rian udah bangun Buu.” Sahut Arian ikut meninggikan suara seperti ibunya tadi.

“Bangunin Firda sekalian sayang, nanti kesiangan.”

“Mmm..” yang kali ini sahut Arian hanya sekenanya, bahkan tidak yakin kalau ibunya di lantai bawah bisa mendengarnya. Arian menguap sekali lagi, ia ingin mengindahkan titah ibunya, membangunkan Firda, tapi belum sempat Airan mengetuk, pintunya lebih dulu dibuka. “Eh? Oh. Lo udah bangun.”

“Minggir.” Dingin, selalu seperti itu, Arian sudah hapal benar gimana perlakukan Firda padanya. Bahkan tatapan dingin Firda untuk Arian itu tidak pernah hilang dari bayangan. Ia menoleh, melihat Arian masih mematung di belakangnya. “Kalo lo ngadu soal semalem ke mereka, lo inget apa konsekuensinya.” dan semakin dingin.

Arian yang mematung makin-makin mematung. Perkataan Firda padanya segera merasuk, pikiran Arian yang semula masih mengawang pun lekas fokus, terutama pada kejadian semalam seperti kata Firda tadi.

Entah. Arian tidak bisa mengingat dengat jelas, atau mengingat bagaimana kejadian itu bermula. Ia ingat bagian Firda yang masuk ke kamarnya tapi setelah itu tidak ingat, mungkin mereka bertengkar, atau apa, buram di ingatan Arian. Tapi yang jelas Arian ingat adalah bagian saat Firda memperkosanya.

Ya. Arian ingat jelas bagian itu. Dan mungkin memang aneh kalau laki-laki diperkosa laki-laki, tapi memang begitu kenyataannya. Arian masih tidak percaya, bayangan Firda yang mengulum miliknya sampai orgasme itu benar-benar tidak bisa hilang dari ingatan. Arian tidak ingat kenapa hal itu bisa terjadi, tapi Arian benar-benar seperti diperkosa, Firda seperti kesetanan saat memaksa Arian membuka celananya dan lekas mengulum Arian. Itu gila. Arian tidak bisa berontak untuk menghentikan Firda karena kakinya yang tiba-tiba terasa lemas. Tapi Arian ingat ia memohon, sampai bercucuran air mata.

“Fir.. please.. berhenti.. Fir, berhenti.”

Hanya kata-kata itu saja yang terus Arian ucapkan, tapi Firda sama sekali tidak berhenti, malah semakin dalam mengulum penis Arian, tanpa ampun, berusaha memuaskan dirinya sendiri.

“Fir.. gue mohon..”

Firda sama sekali tidak mendengarkan. Terus dan terus ia mengulum kejantanan Arian seraya mengurut-urut penisnya sendiri. Arian sudah tergolek lemas di ranjang sementara kakinya menjuntai tak bertenaga ke lantai. Firda berada di tengah-tengah kaki Arian, menuntaskan kegiatannya, memuncratkan isinya dan isi Arian.

Padangan Arian hanya gelap karena ia terus menutup matanya, takut. Ia orgasme dan itu membuat ia semakin takut. Pipinya basah karena air mata, tangisannya sesenggukan, ia benar-benar lemas dibuat Firda.

“Jangan ngadu ke nyokap atau bokap. Kalo lo ngadu, mungkin mereka bakal cerai, dan lo tau itu artinya apa.”

Artinya... Arian harus melihat ayahnya hancur sekali lagi.

Arian tidak mau. Ia sudah merasa sangat terpuruk saat ayahnya hancur karena perselingkuhan ibunya. Kini ayahnya sudah bahagia dengan istri yang dinikahinya beberapa bulan yang lalu. Arian yakin itu, dan Arian ingin ayahnya akan lebih dan lebih baghagia dengan keluarga yang sekarang.

The Kiss We Shouldn't Do (BL 20+) [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang