⚜ 08 ⚜

7.9K 745 43
                                    

Mungkin Arian sudah lebih mengerti tentang Firda. Dari masa lalu Firda sampai hal apa yang akan terjadi ketika setres akan trauma yang lama kembali. Mungkin Arian memang sudah mengerti hal itu, sebab itu, ketika Firda datang menjemputnya di tempat les dalam keadaan kacau, Arian lekas membantunya. Benar Arian ragu, ia tidak 100% yakin kalau yang ia lakukan memang benar, tapi seingat Arian, yang ia lakukan bisa meredakan Firda.

Dampak yang akan terjadi ketika setres datang pada penderita PTSD bisa beragam, dari yang biasa sampai hal yang tidak masuk akal. Karena penderita akan mencari kenyamanan untuk menyelamatkan diri. Salah satu contohnya seperti Firda.

Semua tentang PTSD didalami Arian, sedikit-sedikit ia mencari tau dari Wiji meski Wiji masih belum sepenuhnya buka suara tentang anaknya. Arian memperhatikan gerak-gerik Firda, saat kondisinya normal, lelah, setres dan semuanya Arian perhatikan. Arian masih ingin mencari tau apa yang sebenar-benarnya terjadi di masa lalu Firda, selain kecelakaan motor yang merenggut nyawa Rivan. Perihal hubungan antara Firda dan Rivan, Arian sudah tau, tapi hanya sebatas itu. Tidak banyak.

Kini Arian ada dalam genggaman Firda, dengan maksud ia ingin membantu Firda, menyelamatkan Firda agar tidak terjatuh lebih dalam. Arian tidak ingin Firda terus kembali ke masa lalu dan menyakiti dirinya sendiri, Arian ikut sakit melihatnya. Menerima ciuman kasar seperti ini dari Firda, Arian tidak protes, tidak melawan, hanya terus mencoba bertahan, dan berharap Firda akan segera kembali pada kesadaran yang sesungguhnya. Toh, Arian yang mulai mencium Firda duluan, tujuannya ya menyelamatkan.

Airmata hangat mengalir di pipi, tagannya meremat kuat pada bahu. Perlahan, ciuman keduanya terlepas, punggungnya ditarik kembali bersandar. Dengan kasar mengusap wajahnya, membuat arimata yang semula hanya mengalir di pipi jadi membahasai wajahnya. Napasnya di atur dalam, perlahan. Firda sadar ia tidak seharusnya seperti ini, tapi Rivan terus memanggilnya kembali.

"Fir..." Arian bersuara pelan, matanya lekat memperhatikan Firda, ada sedikit rasa tidak percaya kalau air mata sempat mengalir di pipi saudara tirinya itu. "Lo gak papa?"

"Sorry.." pun suara Firda tidak kalah pelan dari Arian. Napasnya ditarik dalam dan dihembuskan perlahan. Kepalanya masih menunduk meski tangannya sudah kembali pada kemudi. "Lo gak papa?" tanya Firda serupa, seraya menoleh pada Arian dan lekas menjatuhkan pandangannya disana. "Lo gak papa?" dan tanyanya sekali lagi.

Arian menggeleng cepat, "Gak papa. K-kita bisa disini dulu kok, gak perlu buru-buru pulang."

"Gue gak papa, kita pulang sekarang aja."

"Tapi Fir..."

Tidak pernah ada respon untuk Arian. Firda sudah melajukan mobilnya lagi. Di antara keduanya kini tidak ada yang saling bicara, saling diam, bungkam. Tidak ada yang mau membahas apapun atau bahkan bertanya lebih alam apakah mereka benar baik-baik saja.

Sampai rumah, keadaan sangat sepi. Memang, karena Wiji, Doddy serta Alena sedang di luar kota untuk mengurus pekerjan selama satu bulan atau bisa lebih. Keluar dari mobil, Firda lekas melenggang masuk, kembali ke kamar sementar Arian masih harus menutup pagar dan pintu utama. Telinganya mendengar suara pintu ditutup, ia tau Firda sudah di kamar. Arian tidak ingin menganggu, ia ingin memberikan waktu untuk Firda sendiri. Untuk menenangkan diri, meredam apa yang terus berteriak di pikirannya.

Hingga malam tiba rasanya Firda sama sekali tidak keluar kamar. Makanan sudah siap di meja makan, berkali-kali Arian melirik jam dinding, hingga kini setengah sembilan malam, Firda belum juga menampakan dirinya. Kalau ditanya khawatir, ya Arian khawatir, terlebih Arian belum tau jelasnya hal apa yang membuat Firda seperti tadi sore. Tapi untuk mengetuk kamar Firda dan mencari tau ada apa membutuhkan keberanian ekstra.

The Kiss We Shouldn't Do (BL 20+) [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang