SATU-LAQUETA

444 32 41
                                    

Satu

"Laqueta manis, ya?" Pertanyaan itu tidak membuat Meesam mengalihkan pandangannya dari gadis pujaannya.

"Sam!" Meesam tersentak ketika Aliza bicara tepat di sebelah telinganya, gadis itu membuat telinganya berdengung.

"Kenapa sih?" tanya Meesam jengkel.

"Lo ngapain ngeliatin Laqueta gitu banget? Gue yakin kalau dia tau pasti akan takut dipelototin gitu." Mendengar itu Meesam menghela nafas pelan, sedangkan teman-temannya yang lain tertawa dengan keras, pasti mereka mengejek sikapnya barusan. Memangnya apa yang salah dengan memperhatikan orang yang disukainya?

"Kalian bisa nggak sih berhenti ngeledek gue?" tanya Meesam, meskipun ia sudah tau jawaban dari pertanyaannya itu, dan jawabannya adalah TIDAK.

"Gue kasian liat lo," ucap Bara, Meesam sudah terbiasa dikasihani oleh teman-temannya, terutama masalah hati seperti ini.

"Kenapa nggak deketin Laqueta, sih? Kalau nggak dicoba maka nggak akan tau hasilnya, kan?" Benar, tapi Laqueta itu berbeda.

"Kalau Meesam deketin Laqueta, pasti langsung ditolak, dia kan nggak suka diganggu." Itulah alasan Meesam tidak mau mendekati orang yang disukainya itu, karena yang akan didapatkannya hanyalah penolakan.

Pernah sekali ia nekat menghampiri Laqueta, gadis itu langsung menjauh dan tidak menghiraukan panggilan dari Meesam, penolakan pertama yang membuat Meesam takut untuk mendekatinya lagi.

"Mungkin dulu itu Laqueta lagi badmood, jangan cemen gitu deh. Laki, kan?" Meesam tidak peduli dengan cibiran yang dilontarkan itu, toh temannya tidak mengucapkan itu dengan serius. Kalau serius pun ia tidak peduli. "Lagian kan sekarang kita lagi liburan, waktunya refresing, pemandangan pantai juga indah. Harusnya lo bisa manfaatin momen ini," lanjut Aliza.

"Gue ngerasa cukup dengan ngeliatin aja," kilah Meesam, toh itu memang benar, ia merasa cukup dengan sekedar melihat.

"Cemen!"

🦋🦋🦋

"Liza? Lo ngapain?" tanya Laqueta pelan, setelah mengutarakan pertanyaannya, gadis itu langsung mengalihkan pandangannya karena tidak ingin menatap Aliza. Entah untuk urusan apa Aliza berada di kamarnya.

"Nggak ngapa-ngapain, gue cuma mau ngobrol." Laqueta menghela nafas pelan, ia merasa tidak nyaman berada di dekat Aliza, ia ingin segera menjauh.

"Gue mau baca buku, maaf." Aliza hanya diam, ia tau kalau Laqueta tidak suka diganggu dan lebih nyaman sendirian, tetapi bukannya itu tidak baik? Lebih baik kalau Laqueta bergabung dengan orang-orang, kan?

"Laqueta, ikut gue, yuk. Sebentar aja," ucap Aliza.

Laqueta hanya diam, ia merasa tidak enak jika menolak ajakan Aliza tetapi ia juga tidak nyaman.

"Lo mau ngajak gue ke mana?" tanya Laqueta pelan.

"Ada deh, ayo!" Tanpa aba-aba, Aliza menarik tangan Laqueta dan membawanya menuju teman-temannya yang sedang berada di taman. Laqueta hanya diam, tidak mengutarakan protes dalam bentuk apapun.

"Duduk deh," ucap Aliza sambil mendorong tubuh Laqueta pelan agar duduk di kursi, lebih tepatnya di samping Meesam.

Laqueta masih diam sedangkan Meesam mendengus, ternyata ini yang dilakukan Aliza, mencari Laqueta dan mengajaknya bergabung bersama mereka.

Meesam melirik Laqueta sekilas, terlihat sekali kalau gadis itu tidak nyaman berada di sini. Aliza keterlaluan, ia membuat gadis pujaan Meesam merasa tidak nyaman. Tentu saja ia tidak menyukai hal itu.

"Hai, Laqueta," sapa Dairah diiringi senyum manis gadis itu, bahkan lesung pipinya terlihat membuat gadis itu semakin cantik.

"Hai," balas Laqueta pelan, gadis itu hanya tersenyum tipis dan terkesan dipaksakan membuat Meesam meringis, tidak suka melihat ini, seharusnya gadis yang ia sukai itu bahagia tanpa ada paksaan.

Suasana menjadi canggung membuat Laqueta merasa tidak enak pada mereka, pasti karena kedatangannya maka suasana ini menjadi canggung. Karena ketika mereka berkumpul, ketujuh orang ini pasti selalu tertawa dan berbicara, jarang mereka hanya diam seperti ini.

Meesam menatap minumannya tanpa minat, orang yang disukainya berada tepat di sebelahnya, tapi ia tidak bisa melakukan apapun. Sedangkan teman-temannya yang lain menatap sekitar, seolah mencari kesibukan lain.

"Gue pergi dulu, ya," pamit Laqueta, tetap berada di sini bukanlah pilihan yang tepat.

"Eh, tunggu," cegah Aliza, ia sudah mengajak Laqueta kesini untuk temannya tetapi orang itu malah bersikap tidak peduli.

Aliza menatap Meesam dengan pandangan tajam dan mengancam, Laqueta menatap lurus ke depan tanpa tujuan.

"Laqueta, lo suka baca buku, kan? Kebetulan Meesam mau belajar, lo bisa bantu dia? Kasian liatnya."

Meesam melotot tidak terima, kenapa Aliza menghinanya? Seolah-olah ia tidak bisa belajar, jangan lupa kalau Meesam adalah orang yang cerdas.

"Meesam butuh bantuan?" tanya Laqueta tak percaya, meskipun itu benar ia tidak mau membantu Meesam, lagipula kenapa harus Laqueta?

"Iya, Meesam butuh bantuan lo." Kini Bara juga ikut-ikutan, yang lainnya terkikik geli, menertawakan Meesam yang dikerjai.

Laqueta menatap Meesam, hanya tatapan tanpa makna tetapi mampu membuat Meesam gugup dan tersipu. Meesam mengutuk pengendalian dirinya yang buruk jika di hadapan Laqueta.

"Serius?" tanya Laqueta memastikan.

Meesam menelan salivanya susah payah, ia memang harus belajar. Belajar mengendalikan dirinya. Dan penawaran itu, ini kesempatan bagi dirinya, kan? Apa ada alasan bagi Meesam untuk menolak?

"I-iya." Kegugupan yang menjadi bahan tertawaan bagi teman-temannya. Laqueta ingin menolak, tetapi tidak mampu mengutarakan isi hatinya dan Aliza menyimpulkan bahwa Laqueta menerimanya.

"Yaudah, kan Laqueta sama Meesam udah setuju. Ayo mulai aja sekarang," ujar Khansa, ia daritadi diam tetapi sekarang saatnya untuk menggoda Meesam.

Kini Laqueta bingung, sekarang? Lalu apa yang harus ia lakukan? Ia bahkan tidak paham dengan bantuan apa yang dimaksud mereka. Belajar? Bukankah Meesam sudah memiliki usaha sendiri? Lalu untuk apa lagi?

"Lo bisa?" Pertanyaan yang diajukan Meesam hanya bisa dijawab dengan anggukan oleh Laqueta, apa yang akan dia lakukan, pikirkan saja nanti.

Meesam berdiri lalu mendorong kursinya agar ia lebih mudah lewat, Laqueta menatapnya dengan mata bulat gadis itu, Meesam gemas melihatnya. Andai saja ....

"Lo tetap di sini?" Jadi ... Laqueta diusir?

"Laqueta, ayo," ajak Meesam, ia bahkan tidak menyangka ini, ia bisa mengajak Laqueta pergi. Kemajuan yang luar biasa.

"Iya."

Sebelum pergi, Aliza meledek Meesam tanpa suara, Dairah menunjukkan kepalan tangannya untuk menyemangati Meesam, yang lain? Hanya menatapnya dengan pandangan meyakinkan.

Kini Laqueta dan Meesam menyusuri pantai dalam diam, suara pengunjung lain tidak mengusik keheningan mereka. Laqueta ingin meninggalkan Meesam di sini, daripada menyusuri pantai tanpa ada tujuan lebih baik ia di kamar sambil membaca novelnya.

"Lo mau berenang?" Pertanyaan macam apa itu, andai kata-kata bisa ditarik maka Meesam pasti akan langsung melakukannya.

"Jam segini?" tanya Laqueta tak percaya, Meesam menggaruk dagunya yang tiba-tiba gatal. Sungguh ia merasa sangat canggung, gugup, dan entahlah.

"Ah, enggak. Lupain aja," ralat Meesam.

"Gue ke kamar, ya." Tanpa mengucapkan apapun lagi, Laqueta pergi. Meninggalkan Meesam yang menatapnya dengan pandangan kecewa.

Apa menyukai Laqueta tidak benar?

🦋🦋🦋

1 Januari 2021
R

evisi: Sabtu, 8 Juli 2023

Laqueta [selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang