TIGA-LAQUETA

144 24 21
                                    

Tiga

Duduk di atas sofa, bantal berada di pangkuan dan juga handphone di tangan. Hanya itu, tetapi mampu membuat Laqueta merasa nyaman. Dinginnya ruangan menambah kenyamanan yang dirasakan Laqueta, gadis itu tidak ingin kehilangan momen-momen seperti ini. Tidak ada pekerjaan yang mendekati deadline dan juga tidak ada orang-orang ribut yang sibuk mengajaknya bicara.

Bagi Laqueta, inilah liburan yang sebenarnya. Hingga ketukan pintu membuat Laqueta mengerang kesal, siapa yang mengganggunya?

Laqueta meletakkan handphonenya di sofa lalu melangkahkan kakinya menuju pintu, setelah daun pintu terbuka, ternyata ... Aliza, lagi?

"Kenapa, Aliza?" tanya Laqueta pelan, tidak berniat membuka pintu lebih lebar agar Aliza bisa masuk. Laqueta masih ingin sendirian, tidak ingin kejadian kemarin terulang kembali.

"Kenapa lo masih di kamar? Malam ini kita kumpul-kumpul di luar, ayo! Cepat siap-siap," titah Aliza.

Laqueta tau, malam ini mereka memiliki jadwal, yaitu kumpul-kumpul di halaman villa. Tetapi Laqueta tak mau ikut, ia punya jadwal sendiri.

"Gue nggak ikut, Liza. Gue di kamar aja," tolak Laqueta, ia merasa tidak enak tetapi mau bagaimana lagi.

"Kenapa? Di luar seru, loh. Ada Meesam juga." Meesam adalah orang yang ingin dihindari oleh Laqueta, jadi kenapa dia harus ikut?

Laqueta sudah akan mengeluarkan penolakan tetapi Aliza langsung menerobos masuk ke dalam kamar dan hampir membuat Laqueta terjatuh karena terkena hantaman pintu.

"Laqueta, lo nggak kenapa-napa?" Bukan Aliza yang bertanya, dia Meesam. Entah bagaimana dia bisa ada di sini.

"Aliza jangan suka nerobos!" bentak Meesam, ketika melihat Laqueta terkena pintu gara-gara Aliza yang seenaknya membuat Meesam jengkel. Temannya itu bar-bar sekali.

"Gue nggak sengaja, sorry Laqueta," ucap Aliza, tetapi baginya Meesam itu terlalu berlebihan, toh Laqueta tidak jatuh, hanya hampir.

"Iya, nggak apa-apa." Laqueta menarik tangannya yang dipegang Meesam lalu mundur selangkah. Meesam yang baru sadar dengan tindakannya yang lancang memegang tangan Laqueta juga ikut-ikutan mundur selangkah.

"Yaudah, lo cepetan ganti baju, deh. Gue tungguin, ngapain di kamar mulu?" Laqueta pikir dengan kejadian yang baru terjadi ini, Aliza tidak akan memaksanya lagi, ternyata masih sama.

"Aliza, gue nggak mau ikut." Laqueta masih berkeras agar tidak ikut. Sekali lagi, ia sudah punya rencana sendiri dan Aliza membuat rencananya hanya menjadi rencana semata.

"Oh, gitu. Yaudah gue juga nggak akan ikut, gue tetap di kamar kamu, sampai besok, besoknya lagi besoknya lagi lagi." Tanpa sadar Laqueta berdecak, Aliza keterlaluan.

Tanpa mengucapkan apapun lagi, Laqueta masuk ke dalam kamar mandi setelah mengambil pakaian, meninggalkan Aliza dan Meesam yang tercengang. Baru kali ini mereka melihat Laqueta kesal. Well, marah lebih tepatnya.

"Lo buat Laqueta nggak nyaman," ucap Meesam pelan, takut Laqueta mendengar ucapannya.

"Gue lakuin demi lo, seharusnya bilang makasih, bukan marah-marah," gerutu Aliza pelan, lalu berjalan ke arah sofa dan mengambil handphone Laqueta yang tergeletak di sofa.

"Aliza jangan macam-macam." Meesam tidak bisa menghilangkan pikiran buruknya terhadap Aliza ketika temannya itu mengambil handphone Laqueta, takut Aliza akan berbuat macam-macam dan ia yang akan terkena imbasnya.

"Terkunci." Setelah mengucapkan itu Aliza melempar handphone Laqueta ke sofa, dan Meesam menjadi tenang, setidaknya Aliza tidak berulah lagi.

Beberapa detik kemudian Laqueta keluar dari kamar mandi, pakaiannya sudah berganti menjadi baju yang memiliki lengan panjang, Meesam tau Laqueta melakukan itu agar tidak kedinginan. Padahal Meesam siap memeluk Laqueta agar gadis itu tidak kedinginan atau memakaikan jaketnya ke tubuh gadis itu, baiklah, harapan Meesam tidak akan menjadi kenyataan.

"Ayo!" ajak Aliza lalu keluar dari kamar Laqueta.

Laqueta mengambil handphonenya lalu keluar dari kamar diikuti Meesam, menguncinya lalu menyusul Aliza. Meesam diabaikan dan dianggap tidak ada. Miris.

Aliza berjalan dengan cepat meninggalkan Laqueta yang mengikutinya, bahkan Aliza nyaris berlari agar Laqueta kehilangan jejaknya. Untung saja Bara langsung menghampirinya, suaminya itu datang di waktu yang tepat.

"Laqueta, gue sama Bara ke sana dulu, ya," pamit Aliza sambil menunjuk sebuah tempat duduk panjang. Bara terlihat bingung tetapi hanya diam, pasti istrinya sedang berulah.

"Gue gimana?" tanya Laqueta bingung, di sini Laqueta tidak mengenal banyak orang, meskipun kenal ia hanya tau sebatas nama, tidak lebih.

Aliza pura-pura berpikir dan ketika Meesam datang, Aliza seolah menemukan titik terang.

"Lo sama Meesam dulu, ya. Nggak apa-apa kan? Bara nih yang ngajak gue, jadi jangan salahin gue," ucap Aliza, Bara hanya pasrah dijadikan penyebab masalah, padahal apa salahnya?

"Tapi—"

"Meesam, Laqueta sama lo, ya? Boleh?" Aliza memotong ucapan Laqueta dan bertanya pada Meesam. Tentu saja Meesam menerimanya dengan senang hati.

"Iya, nggak apa-apa," jawab Meesam. Wajahnya masih tenang meskipun hatinya deg-degan parah, ia akan bersama Laqueta, kan? Membayangkannya membuat senyum di bibir Meesam tidak bisa ditahan.

Aliza bergidik melihat senyum Meesam lalu merangkul tangan Bara.

"Kami pergi dulu ya, bye."

Setelah Aliza dan Bara pergi, Meesam hanya diam, tidak tau harus bagaimana lagi. Membuka percakapan? Kalau diabaikan? Sepertinya mengajak Laqueta bicara lebih sulit daripada memimpin meeting.

"Ayo, Laqueta." Meesam mengajak Laqueta ke tempat para karyawan berada dengan Meesam berada di depan dan Laqueta di belakang. Ini tidak seperti bayangan Meesam, ia membayangkan berjalan berdampingan dengan Laqueta, bukan seperti ini. Sekali lagi, mimpi hanyalah mimpi, tidak seindah kenyataannya.

"Lo mau makan apa?" Ya, mereka sedang melakukan acara bakar-bakaran.

Belum sempat Laqueta menjawab, keenam teman-teman Meesam datang dan duduk di sekitar mereka, tidak peduli tanahnya kotor.

"Makan ini aja, udah jadi," ucap Dino kemudian meletakkan dua piring yang sudah terisi berbagai macam makanan.

Meesam membuka jaketnya lalu meletakkannya di tanah, tepat di belakang Laqueta.

"Lo duduk di sini aja, biar nggak kotor," ucap Meesam pelan, Aliza pura-pura batuk, jelas ia meledek Meesam. Khansa memutar bola matanya, perhatian Meesam lebay sekali.

Laqueta menuruti permintaan Meesam, duduk di atas jaket pria itu. Padahal bagi Laqueta lebih baik jaket itu dipakainya, Laqueta masih merasa dingin.

"Lo nggak mau? Jangan malu," ucap Dairah, mereka semua makan kecuali Laqueta.

Laqueta menggeleng sebelum menjawab. "Gue nggak suka saus," ucapnya pelan, sebenarnya Laqueta malu mengatakan itu, tetapi ia benar-benar tidak menyukai saus.

Semuanya langsung menoleh ketika Meesam berdiri dan berjalan menuju tempat pemanggangan, teman-temannya terang-terangan meledek sikap Meesam itu, perhatiannya benar-benar.

"Maaf," gumam Laqueta. Ia merasa bersalah, Meesam pergi pasti karena dirinya, Meesam pasti malu karena datang bersamanya, seharusnya ia memang tidak ikut. Laqueta terus merutuki dirinya sendiri.

"Maaf kenapa? Kamu nggak salah apa-apa," balas Khansa.

"Pak Meesam pergi karena gue."

🦋🦋🦋

5 Januari 2021
Revisi: Minggu, 9 Juli 2023

Laqueta [selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang