SEPULUH-LAQUETA

122 12 10
                                    

Sepuluh

"Titip ini, jaga dengan baik. Jangan dilihat-lihat, gue tau kalau kalian jahil," ucap Meesam kepada teman-temannya seraya meletakkan paperbag yang berisi belanjaan Laqueta di samping teman-temannya.

"Lo mau kemana?" tanya Aliza, melihat Laqueta bersama Meesam, wanita itu tidak bisa menahan rasa jahil yang ingin keluar dari tubuhnya.

"Main jet ski," jawab Meesam.

"Ikut dong," seru Aliza semangat.

Meesam memutar bola matanya malas, tidak ada yang bisa menebak jalan pikiran Aliza. Sebelum Meesam dan Laqueta dekat, Aliza begitu memaksa, setelah dekat, Aliza malah mengganggu.

"Mau ngapain, sih? Kita di sini aja," ujar Dairah, kasihan juga jika Meesam terus diganggu. Apalagi Meesam jatuh tepat di hadapan Laqueta gara-gara Aliza tadi, Dairah bahkan tidak kuat menahan tawanya dan berakhir kabur agar tawanya bisa keluar dengan bebas.

"Bener, tuh. Di sini aja," setuju Meesam.

Aliza menurut, biarkan bucin dalam diam ini menghabiskan waktu bersama Laqueta.

"Yaudah, cepat. Hari ini, kan hari terakhir," balas Aliza. Wanita itu berjalan ke arah Laqueta lalu membisikkan sesuatu yang membuat gadis itu tidak bisa menahan tawanya, Meesam bahkan tidak bisa berpikir baik tentang topik yang dibisikkan Aliza.

"Bye." Aliza melambaikan tangannya dan dibalas oleh Laqueta, mereka pikir ini perpisahan?

"Aliza bilang apa tadi?" tanya Meesam pelan ketika mereka sudah berjalan agak jauh.

"Bukan apa-apa," jawab Laqueta pelan, lalu senyum geli terbit di bibir gadis itu.

Melihat senyum di wajah Laqueta, Meesam juga ikut tersenyum, rasanya bahagia melihat gadis yang disukainya bahagia.

"Ayo, ke sana!" ajak Meesam sambil menunjuk ke arah tempat penyewaan jet ski.

Laqueta lalu berjalan mendahului Meesam, rasanya sudah tidak sabar, ini pengalaman baru bagi Laqueta. Selama ini gadis itu tidak pernah berpikir melakukan kegiatan seperti ini, sama sekali tidak pernah. Laqueta terlalu malas keluar dari zona nyamannya.

"Eh, tungguin." Meesam menyusul lalu tanpa sadar tangannya menggenggam jemari Laqueta. Itu sungguh gerakan diluar kesengajaan. Laqueta juga sepertinya tidak menyadari hal itu, buktinya gadis itu tetap berjalan dengan santai.

"Mau naik yang mana?" tanya Meesam ketika mereka sudah berada di depan beberapa jet ski yang bisa disewa.

Laqueta memilih satu jet ski yang menarik perhatiannya, Meesam langsung menyewanya sedangkan Laqueta memakai pelampung yang sudah disiapkan.

Setelah selesai dengan urusan menyewa, Meesam menghampiri Laqueta lalu ikut menggunakan pelampung.

"Ini aman?" tanya Laqueta ragu, kini Meesam sudah duduk dan meminta Laqueta untuk ikut duduk di belakangnya.

"Aman, tenang aja. Ayo naik, kalau kenapa-napa lo yang gue selamatkan lebih dulu." Laqueta tanpa sadar mengangguk lalu duduk di belakang Meesam. Tidak bisa dipungkiri, Laqueta gugup, untuk pertama kalinya Laqueta dibonceng oleh orang lain selain keluarganya.

Meesam menyalakan mesin lalu mulai menjalankan jet ski, Laqueta semakin gugup, jantungnya berdetak dengan kencang, bukan karena cinta, tetapi karena khawatir akan keselamatannya. Seharusnya Laqueta tidak menerima ajakan Meesam ini.

"Laqueta?" Karena tidak mendapat jawaban, Meesam menjadi khawatir. Jangan sampai Laqueta nyebur tetapi Meesam tidak menyadarinya, tubuh Laqueta terbilang cukup ringan, bahkan sebelum atau pun sesudah Laqueta naik ke atas jet ski ini, tidak ada perubahan.

Laqueta [selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang