TIGA BELAS-LAQUETA

117 12 18
                                    

Tiga belas

Laqueta tidak pernah melakukan ini sebelumnya, ia tidak pernah menangis di depan orang lain, apa yang sudah dia lakukan? Laqueta sudah mempermalukan dirinya sendiri. Bagaimana dia akan menghadapi Meesam nantinya? Apa Meesam akan mengejeknya?

Setelah acara curhat-curhatan tadi, Laqueta langsung pamit dan mengurung diri di kamarnya, gadis itu merasa dia sudah melakukan kesalahan karena menangis di depan Meesam.

Laqueta menenggelamkan wajahnya ke bantal dan berteriak frustasi. Ini adalah hal paling memalukan yang pernah Laqueta lakukan.

Sungguh memalukan.

🦋🦋🦋

Kini masa liburan telah usai, rombongan para karyawan serta teman-teman Meesam sudah bersiap pulang, meskipun enggan meninggalkan tempat sebagus ini, tetapi mereka harus melakukannya, aktivitas sehari-hari sudah menunggu mereka semua.

"Semalam lo ngapain sama Meesam? Aku liat loh." Sudah pasti bisikan itu dari Aliza, ia menggoda Laqueta yang kini duduk di kursi ruang tunggu.

"Apa sih? Nggak ngapa-ngapain," jawab Laqueta ketus.

"Ah nggak asik." Aliza menghentikan godaannya karena wanita itu sudah lelah, menggoda Laqueta hanya akan membuat tenaganya semakin berkurang.

Laqueta merasa aneh dengan sikap Aliza, tetapi gadis itu membiarkannya saja, lagipula Aliza ini orang yang susah sakit hati, tidak ada yang harus diperdulikan dengan sikapnya yang gampang berubah. Berbeda dengan Laqueta, ia tidak menjaga hatinya agar tidak sakit akibat ucapan dan tindakan orang lain, Laqueta—

"Laqueta, barang-barang lo mana? Biar gue bawa." Ya, kini Meesam akan menjadi orang yang selalu ada untuk Laqueta, dari cerita gadis itu semalam, Meesam sudah memahami apa yang sebenarnya terjadi pada gadis itu, tidak ada yang salah, kepribadian dan lingkungan tidak bisa kita pilih sesuai keinginan.

"Ini, nggak apa?" tanya Laqueta merasa tidak enak. Meskipun ia dan Meesam sudah lumayan dekat, rasa canggung itu masih ada di diri gadis itu. Ditambah Laqueta merasa kalau yang dilakukannya semalam tidaklah benar.

"Nggak apa, udah tugas dia sebagai calon suami." Tentu bukan Meesam yang menjawab, tetapi Aliza yang kini sudah menyandar sepenuhnya pada tubuh Laqueta membuat gadis itu merasa keberatan.

"Kalau lo mau nyender jangan sama Laqueta, apa gunanya Bara?"

Aliza berdecak lalu menegakkan tubuhnya. "Laqueta aja nggak protes, kenapa lo yang protes?" balas Aliza kesal. Memangnya salah kalau nyender di tubuh temannya sendiri?

"Terserah deh." Meesam malas jika harus terus berdebat dengan Aliza. "Ini gue bawa ya," izin Meesam pada pemilik barang-barang tersebut.

Laqueta mengangguk. "Ngerepotin?"

"Enggak kok." Meesam pergi setelah mengatakan itu membuat Aliza kembali menyender.

"Kalau sama Meesam, lo jangan canggung terus. Dia akan jadi orang yang penting dalam hidup lo, biasain diri dengan kehadirannya. Lo nggak mau batalin kan?"

Aliza masih khawatir kalau Laqueta tiba-tiba membatalkan niatnya, jalan pikiran gadis itu tidak bisa diprediksi.

"Enggak kok, lagipula siapa yang mau sama aku selain Meesam?" Lagi-lagi pesimis terhadap diri sendiri.

Terkadang, ah tidak, Aliza selalu merasa bingung dengan sikap Laqueta. Gadis itu selalu pesimis terhadap diri sendiri, apa dia tidak sadar kalau orang lain bahkan iri dengan kehidupannya. Laqueta sudah memiliki karir yang bagus, wajah manis dan keluarga harmonis, apa lagi yang kurang? Aliza justru merasa kalau Laqueta kurang bersyukur.

Laqueta [selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang